Tuesday, March 24, 2015

Sakrat Maut dan Kematian




   Kala aku pergi ke kebun suatu siang, malaikat pelindungku mengatakan, “Berdoalah bagi mereka yang menghadapi ajal.”Maka, seketika itu juga aku mulai mendaraskan rosario bersama para pekerja kebun bagi mereka yang menghadapi ajal. Setelah rosario, kami mendaraskan berbagai macam doa bagi mereka yang di ambang maut. Selesai berdoa, murid-murid mulai berceloteh gembira di antara mereka. Kendati kegaduhan yang mereka timbulkan, aku mendengar kata-kata ini dalam jiwaku, “Berdoalah untukku!” Tetapi, karena tak dapat mengerti perkataan ini dengan baik, aku menjauh beberapa langkah dari para murid, sembari memikirkan siapakah gerangan yang kiranya memintaku untuk berdoa. Lalu, aku mendengar kata-kata ini, “Aku, Suster….” Suster ini berada di Warsawa sementara aku, pada saat itu, berada di Vilnius. “Berdoalah untukku hingga aku memintamu berhenti. Aku sedang menghadapi sakrat maut.” Segera aku mulai berdoa dengan khusuk untuknya, (menghadirkan diri) di hadapan Hati Yesus yang sedang meregang nyawa. Suster tak membiarkanku beristirahat, dan aku terus berdoa dari (pukul) tiga hingga lima sore. Pukul lima, aku mendengar kata-kata, “Terima kasih!” dan aku mengerti bahwa ia telah meninggal dunia. Tetapi, dalam Misa Kudus keesokan harinya, aku terus berdoa dengan khusuk bagi jiwanya. Siang hari, sebuah kartu pos datang mengabarkan bahwa Suster … telah meninggal dunia pada saat dan waktu itu. Aku tahu bahwa tepat pada waktu yang sama itulah ia mengatakan kepadaku “Berdoalah untukku.” (315)

   Dalam sebuah kamar private bersebelahan dengan kamarku, seorang perempuan Yahudi sedang sakit parah. Aku pergi menengoknya tiga hari yang lalu dan ia teramat sedih memikirkan bahwa ia akan segera meninggal dunia tanpa jiwanya dibasuh oleh rahmat Sakramen Baptis. … Aku merasa terinspirasi untuk berdoa di hadapan lukisan yang Yesus perintahkan padaku untuk dilukiskan. Aku berkata, “Tuhan, Engkau Sendiri mengatakan kepadaku bahwa Engkau akan menganugerahkan berlimpah rahmat melalui lukisan ini. Sebab itu, aku mohon kepada-Mu rahmat Pembaptisan Kudus bagi perempuan Yahudi ini.”

… Tibalah saatnya ketika perempuan yang sakit parah ini mulai tak sadarkan diri, dan demi menyelamatkannya, mereka … bergegas pergi … untuk mendapatkan pertolongan. Dan demikianlah si pasien dibiarkan seorang diri, dan Suster membaptisnya, dan sebelum mereka semua bergegas kembali, jiwanya telah indah, berhiaskan rahmat Allah. Sakrat mautnya segera dimulai, tetapi hal itu tak berlangsung lama. Seolah ia tertidur. Sekonyong-konyong, aku melihat jiwanya naik ke surga dalam keindahan yang begitu mengagumkan. Oh, betapa eloknya jiwa yang dipenuhi rahmat pengudusan! Sukacita meliputi hatiku bahwa di hadapan lukisan ini aku telah menerima rahmat yang begitu luar biasa bagi jiwa ini. (916)   

   28 Januari 1938. Hari ini Tuhan berkata kepadaku, “Puteri-Ku, tuliskanlah kata-kata ini: Segenap jiwa yang akan memuliakan kerahiman-Ku dan menyebarluaskan devosi ini, mendorong yang lain untuk mengandalkan kerahiman-Ku, tidak akan mengalami teror di saat ajal. Kerahiman-Ku akan melindungi mereka dalam pertempuran terakhir itu.... (1540)  

   “Tuliskanlah bahwa apabila mereka mendaraskan koronka ini di hadapan seorang yang di ambang ajal, Aku akan berdiri di antara BapaKu dan dia, bukan sebagai Hakim yang adil, melainkan sebagai Juruselamat yang Penuh Belas Kasih.” (1541)  

   Ketika aku mampir ke dalam kapel, Tuhan mengatakan kepadaku, “Puteri-Ku, bantulah Aku untuk menyelamatkan seorang pendosa yang sedang menghadapi maut. Daraskanlah koronka yang Aku ajarkan kepadamu untuknya.” Ketika aku mulai mendaraskan koronka, aku melihat orang yang menghadapi ajal itu di tengah penderitaan dan pergulatan hebat. nya membela dia, tetapi ia seolah tanpa daya menghadapi dahsyatnya sengsara jiwa. Sekelompok besar roh-roh jahat sedang menanti jiwanya. Tetapi, sementara aku mendaraskan koronka, aku melihat Yesus sebagaimana Ia digambarkan dalam lukisan. Sinar-sinar yang memancar dari Hati Yesus melingkupi orang yang sakit itu, dan kuasa kegelapan melarikan diri dalam kepanikan. Si sakit menghembuskan napas terakhirnya dalam damai. Ketika aku kembali, aku mengerti betapa amat pentingnya koronka ini bagi mereka yang menghadapi ajal. Doa ini meredakan murka Tuhan. (1565)

   Aku kerap berkomunikasi dengan orang-orang yang menghadapi ajal dan memohonkan kerahiman ilahi bagi mereka. Oh, betapa luar biasa kebaikan Tuhan, jauh melampaui pengertian kita. Ada saat-saat dan ada misteri-misteri kerahiman ilahi di mana surga takjub terpana. Biarlah penghakiman kita atas jiwa-jiwa berhenti, sebab belas kasihan Tuhan atas mereka sungguh luar biasa. (1684)

   Aku sering mendampingi mereka yang menghadapi ajal dan melalui doa-doa memperolehkan bagi mereka kepercayaan akan belas kasihan Tuhan, dan aku memohon kepada Tuhan rahmat ilahi yang berlimpah, yang senantiasa mendatangkan kemenangan. Terkadang belas kasihan Tuhan menyentuh pendosa di saat-saat terakhir dalam suatu cara yang menakjubkan dan misterius. Dari luar, tampaknya seolah segalanya sia-sia tiada guna, namun tidak demikian adanya. Jiwa, dengan diterangi seberkas sinar terakhir rahmat Tuhan yang penuh daya kuasa, berpaling kepada Tuhan pada saat-saat terakhir dengan suatu kekuatan cinta begitu rupa hingga, dalam sekejap, jiwa menerima dari Tuhan pengampunan atas dosa dan penghukuman, sementara dari luar jiwa tampaknya tidak menunjukkan tanda-tanda, baik pertobatan maupun penyesalan, sebab jiwa-jiwa [pada tahap itu] tak lagi bereaksi terhadap hal-hal luar. Wahai, betapa kerahiman Tuhan melampaui batas pengertian! Tetapi - sungguh mengerikan - ada juga jiwa-jiwa yang secara sukarela dan sadar menolak serta mencemooh rahmat ini! Meski suatu jiwa ada di ambang maut, belas kasihan Tuhan menganugerahkan kepada jiwa saat batin yang hidup, sehingga jika jiwa bersedia, jiwa memiliki kemungkinan untuk kembali kepada Tuhan. Tetapi terkadang, kebebalan jiwa begitu besar sehingga secara sadar mereka memilih neraka; mereka menyia-nyiakan segala doa yang dipanjatkan jiwa-jiwa lain kepada Tuhan bagi mereka dan bahkan menyia-nyiakan upaya Tuhan Sendiri. (1698)

   “Berdoalah sebanyak mungkin bagi mereka yang di ambang ajal. Dengan doa-doamu, perolehkanlah bagi mereka kepercayaan akan kerahiman-Ku, sebab yang paling mereka butuhkan adalah kepercayaan, dan itulah yang paling sedikit mereka miliki. Yakinlah bahwa rahmat keselamatan kekal bagi jiwa-jiwa tertentu pada saat-saat terakhir mereka tergantung pada doa-doamu. Engkau tahu kedalaman jurang belas kasihan-Ku, sebab itu timbalah dari sana bagi dirimu sendiri dan teristimewa bagi para pendosa yang malang. Lebih cepat langit dan bumi lenyap daripada belas kasih-Ku menolak mendekap jiwa yang percaya.” (1777)   

   Hari ini Tuhan datang kepadaku dan mengatakan, “Puteri-Ku, bantulah Aku untuk menyelamatkan jiwa-jiwa. Engkau akan pergi kepada seorang pendosa yang sedang menghadapi maut, dan engkau akan terus mendaraskan koronka, dan dengan cara ini engkau akan memperolehkan baginya kepercayaan akan kerahiman-Ku, sebab ia telah berputus asa.” Sekonyong-konyong, aku mendapati diriku sendiri dalam sebuah pondok yang asing di mana seorang tua sedang mengalami sakrat maut di tengah pencobaan hebat. Sekeliling tempat pembaringan aku melihat sekelompok besar roh-roh jahat dan kaum keluarga yang menangis. Ketika aku mulai berdoa, roh-roh kegelapan melarikan diri dengan makian dan ancaman yang ditujukan kepadaku. Jiwa orang tua itu menjadi tenang dan, dipenuhi kepercayaan, beristirahat dalam Tuhan. Pada saat yang sama, aku mendapati diriku sendiri lagi di kamarku sendiri. Bagaimana ini terjadi ... aku sungguh tidak tahu. (1798)

No comments:

Post a Comment