Sunday, October 18, 2015

Dairi St.Faustina: 801 - 850


(801) Hari ini, aku masih dapat mengadakan kunjungan singkat kepada Tuhan sebelum pergi tidur. Rohku membenamkan diri dalam Dia sebagai satu-satunya harta. Hatiku beristirahat sejenak di dekat Hati Mempelaiku. AKu memperoleh pencerahan mengenai bagaimana aku harus bertindak terhadap orang-orang yang ada di sekelilingku, dan kemudian aku kembali ke pengasinganku. Dokter memberikan perawatan yang baik kepadaku; semua yang ada di sekelilingku sangat ramah kepadaku.

(802) 10 Desember [1936]. Hari ini, aku bangun lebih pagi dan melakukan meditasiku sebelum misa kudus. DI sini, misa kudus dirayakan pada pukul enam. Sesudah komuni kudus, rohku membenamkan diri dalam Tuhan seolah-olah dalam satu-satunya sasaran cintanya. Aku merasakan diriku terserap dalam kemahakuasaan Tuhan. Ketika aku kembali ke kamar pribadiku, aku merasa sakit dan harus segera membaringkan diri. Suster membawa kepadaku obat cairan, tetapi sepanjang hari itu kesehatanku tidak menjadi lebih baik. Pada petang hari, aku ingin melaksanakan Jam Kudus, tetapi aku tidak dapat melaksanakannya; yang dapat aku lakukan hanyalah menyatukan diriku dengan Yesus yang menderita.

(803) Kamarku dekat dengan asrama laki-laki. Aku baru tahu bahwa laki-laki begitu banyak ngobrol. Dari pagi sampai larut malam, mereka bicara mengenai bermacam-macam hal. Ruangan perempuan selalu dipersalahkan karena terlalu banyak bicara; tetapi aku beroleh kesempatan untuk meyakinkan diriku bahwa yang benar adalah sebaliknya. Sangat sulit bagiku untuk memusatkan perhatian pada doa di tengah lelucon dan tawa ria itu. Apabila aku dikuasai sepenuhnya oleh rahmat Allah, aku tidak merasa terganggu olehnya sebab pada saat seperti itu aku tidak tahu apa yang terjadi di sekelilingku.

804) Oh, Yesusku, betapa sedikitnya orang-orang itu berbicara tentang Engkau. Mereka berbicara tentang apa saja kecuali Engkau. Dan kalaupun mereka begitu sedikit berbicara [tentang Engkau], sangatlah mungkin bahwa mereka sama sekali tidak berpikir tentang Engkau. Seluruh dunia sangat menarik minat mereka; tetapi tentang Engkau, Pencipta mereka, tidak sepatah kata pun keluar dari mulut mereka. Ya Yesus, aku sangat sedih menyaksikan sikap acuh tak acuh dan tidak tahu terima kasih dari ciptaan-ciptaan. O Yesusku, aku mencintai Engkau sebagai ganti mereka dan, dengan cintaku, aku mau mempersembahkan doa penyilihan kepada-Mu.

(805) Bunda Allah Dikandung Tanpa Noda.

Sejak pagi buta, aku merasakan kedekatan Bunda kudus. Dalam misa kudus, aku melihat dia, begitu manis dan elok sehingga aku tidak mempunyai kata-kata untuk mengungkapkan bahkan sebagian kecil saja dari keelokan itu. Ia mengenakan pakaian serba putih, dengan ikat pinggang biru melingkar di pinggangnya. Mantolnya juga biru, dan ada mahkota pada kepalanya. Sinar yang mengagumkan memancar dari seluruh sosoknya. “Aku adalah Ratu surga dan bumi, tetapi khususnya aku adalah Bunda [Kongregasi] mu.” Ia mendekapkan aku ke hatinya dan berkata, “Aku senantiasa menaruh belas kasihan kepadamu.” Aku merasakan kekuatan Hatinya yang tak tercela menyatukan diri dengan jiwaku. Kini aku mengerti mengapa aku mempersiapkan pesta ini dengan kerinduan yang begitu besar. Semenjak hari ini, aku akan mengupayakan kemurnian jiwa yang lebih besar sehingga sinar rahmat Allah dapat terpantul dengan segenap kecemerlangannya. Aku ingin menjadi suatu kristal supaya Ia sungguh merasakan sukacita tatkala memandang aku.

(806) Pada hari yang sama, aku melihat seorang imam yang diselubungi sinar memancar dari Bunda kita; jelas, jiwa ini mengasihi Bunda yang tak bernoda.

(807) Suatu kerinduan yang luar biasa memenuhi jiwaku. Aku heran bahwa kerinduan itu tidak memisahkan jiwaku dari ragaku. Aku merindukan Allah; aku ingin membenamkan diri di dalam Dia. Aku tahu bahwa aku berada dalam pembuangan yang mengerikan; jiwaku mendambakan Allah dengan segenap kekuatannya. O kalian, penduduk Tanah Airku, perhatikanlah orang buangan ini! Kapan selubung-selubung itu pun akan diambil dariku? Meskipun aku melihat dan merasakan, dalam batas tertentu, betapa tipisnya selubung yang memisahkan aku dari Tuhan itu, aku ingin memandang Dia dari muka ke muka; tetapi biarlah segala sesuatu terjadi menurut kehendak-Mu.

(808) 11 Desember. Hari ini, aku tidak dapat menghadiri seluruh misa. Aku hanya hadir pada bagian-bagian yang paling penting, dan sesudah menyambut komuni kudus aku langsung kembali ke pengasinganku. Tiba-tiba, kehadiran Allah menyelimuti aku, dan pada saat yang sama, dalam waktu yang sangat singkat, aku merasakan sengsara Tuhan. Pada saat itu, aku memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang karya kerahiman.

(809) Pada malam hari, tiba-tiba aku terjaga; aku tahu bahwa suatu jiwa sedang meminta doaku, dan bahwa ia sangat membutuhkan doa itu. Singkat, tetapi dengan segenap hatiku, aku minta kepada Tuhan agar memberikan rahmat kepadanya.

(810) Petang berikutnya, sesudah pukul dua belas, ketika aku memasuki aula, aku melihat seseorang sedang menghadapi ajal, dan aku diberi tahu bahwa ia sudah mengalami sakratulmaut sejak tadi malam. Ketika aku menyelidikinya - itulah saatnya ketika ia meminta doaku. Dan tidak lama kemudian aku mendengar suatu suara dalam jiwaku, “Daraskanlah Koronka yang sudah Kuajarkan kepadamu.” Aku lari mengambil rosarioku, lalu berlutut di samping orang yang menghadapi ajal itu dan dengan segenap gairah jiwaku, aku mulai mendaras Koronka. Tiba-tiba orang yang menghadapi ajal itu membuka matanya dan memandangku; belum lagi selesai aku mendaras seluruh Koronka, ia sudah menghembuskan napasnya, dengan damai yang luar biasa. Dengan sungguh-sungguh, aku minta kepada Tuhan untuk memenuhi janji yang telah Ia berikan kepadaku sehubungan dengan pendarasan Koronka itu. Tuhan memberitahukan kepadaku bahwa jiwa itu telah diberi rahmat yang Ia janjikan kepadaku. Itulah jiwa pertama yang menerima karunia yang dijanjikan Tuhan. Aku dapat merasakan bahwa kuasa kerahiman menyelimuti jiwa itu.

(811) Ketika aku memasuki kamar pengasinganku, aku mendengar kata-kata ini, “Pada jam kematiannya, setiap orang yang mendaras Koronka akan Aku bela seperti kemuliaan-Ku sendiri; atau kalau ada orang lain yang mendaras Koronka bagi orang yang sedang menghadapi ajal, dia ini akan mendapatkan indulgensi yang sama. Kalau Koronka ini didaras di dekat pembaringan orang yang sedang menghadapi ajal, murka Allah akan dipadamkan dan kerahiman yang tak terselami akan meliputi jiwanya. Dan, lubuk kerahiman-Ku yang mesra akan tergerak karena sengsara Putra-Ku yang memilukan.”
Oh, kalau saja setiap orang menyadari betapa besarnya kerahiman Tuhan dan betapa banyaknya kita semua membutuhkan kerahiman itu, khususnya pada saat-saat yang genting itu!

(812) Hari ini, aku telah melakukan pertempuran dengan roh-roh kegelapan untuk memenangkan satu jiwa. Betapa mengerikan kebencian setan terhadap kerahiman Allah! Aku menyaksikan bagaimana ia menentang seluruh karya ini.

(813) O Yesus yang maharahim, yang terentang di salib, ingatlah akan saat kematian kami. O Hati Yesus yang maharahim, yang dibuka dengan tombak, lindungilah aku pada saat-saat terakhir hidupku. O Darah dan Air, yang memancar dari Hati Yesus sebagai sumber kerahiman yang tak terselami bagiku pada saat kematianku; O Yesus yang menghadapi ajal, Jaminan kerahiman, redakanlah murka ilahi pada saat kematianku.

(814) 12 Desember [1936]. Hari ini, aku hanya menerima komuni kudus dan hanya sebentar tinggal dalam misa. Seluruh kekuatanku ada di dalam Engkau, o Roti Yang Hidup. Sangatlah sulit bagiku untuk menjalani hari ini kalau aku tidak menyambut komuni kudus. Komuni kudus adalah perisaiku! Tanpa Engkau, ya Yesus, aku tidak tahu bagaimana menjalani hidup ini.

(815) Hari ini Yesus, Kasihku, membuat aku memahami betapa besar cinta-Nya kepadaku meskipun ada kesenjangan yang luar biasa antara kami berdua: Sang Pencipta dan ciptaan; tetapi, dalam arti tertentu, di sana ada suatu kesetaraan, kasih menimbun jurang kesenjangan itu. Ia sendiri merendahkan diri kepadaku dan membuat aku mampu mempersatukan diriku dengan Dia. Aku membenamkan diriku dalam Dia, seolah-olah diriku sama sekali lebur di dalam Dia; tetapi, di bawah tatapan mata-Nya yang penuh kasih, jiwaku memperoleh tenaga dan kekuatan serta kesadaran bahwa ia mengasihi dan dikasihi secara istimewa. Jiwaku tahu bahwa Yang Mahakuasa melindunginya. Doa seperti ini, meskipun singkat, membawa manfaat yang amat besar bagi jiwa, dan pencerahan yang diberikan kepada jiwa oleh saat singkat dari bentuk doa yang lebih tinggi ini tidak diberikan oleh seluruh jam doa yang biasa.

(816) Hari ini, lepas tengah hari, untuk pertama kalinya aku beristirahat di alam terbuka. Suster Felicja hari ini mengunjungi aku. Ia membawakan beberapa barang yang kubutuhkan dan beberapa apel yang sedap serta salam dari Muder Superior kami yang terkasih serta para suster yang baik.

(817) 13 Desember [1936]. Pengakuan Dosa di Hadapan Yesus.

Ketika aku merenungkan bahwa aku tidak akan mengaku dosa selama lebih dari tiga minggu, aku menangis melihat kedosaan jiwaku dan sejumlah kesulitan. Aku tidak pergi ke pengakuan dosa sebab situasi memang tidak memungkinkannya. Pada hari pengakuan dosa, aku harus tinggal di tempat tidur. Pekan berikutnya, pengakuan dosa dilaksanakan pada petang hari, dan aku telah pergi ke rumah sakit pagi itu. Petang ini, Pastor Andrasz datang ke kamarku dan duduk untuk mendengarkan pengakuanku. Sebelumnya, kami tidak bertukar kata sepatah pun. Aku sangat bersukacita karena aku sangat gelisah memikirkan bagaimana pergi ke pengakuan. Seperti biasa, aku mengungkapkan seluruh jiwaku. Pastor Andrasz memberikan suatu jawaban terhadap setiap hal yang aku sampaikan. Aku merasa luar biasa bahagia karena dapat mengatakan segala sesuatu seperti yang kulakukan. Sebagai penitensi, Pastor Andrasz memberiku Litani Nama Yesus yang Tersuci. Ketika aku mau menyampaikan kepadanya kesulitan yang kuhadapi untuk mendaras litani ini, ia bangkit dan mulai memberiku absolusi. Tiba-tiba, sosoknya memancarkan sinar cemerlang, dan aku melihat bahwa dia bukan Pastor Andrasz, tetapi Yesus. Pakaian-Nya berkilau-kilauan seperti salju, dan serta merta Ia menghilang. Mula-mula, aku merasa gelisah, tetapi tidak lama kemudian suatu perasaan damai memasuki jiwaku; dan aku mencatat peristiwa Yesus mendengarkan pengakuan dosa persis seperti yang dilakukan oleh para bapak pengakuan; tetapi secara mengagumkan sesuatu terjadi di dalam hatiku selama pengakuan dosa ini; mula-mula aku tidak dapat memahami apa artinya semua ini.

(818) 16 Desember [1936]. Aku mempersembahkan hari ini untuk Rusia. Aku mempersembahkan semua penderitaan dan doa-doaku untuk negara yang malang itu. Sesudah komuni kudus, Yesus berkata kepadaku, “Aku tidak dapat menanggung negeri itu lebih lama lagi. Jangan membelenggu tangan-Ku, hai Putri-Ku!” Aku menyadari bahwa kalau bukan karena doa-doa yang dipanjatkan oleh jiwa-jiwa yang berkenan di Hati Allah, seluruh bangsa itu tentulah sudah terjerumus ke dalam kehampaan. Oh, betapa beratnya penderitaanku demi bangsa yang telah membuang Allah ke luar dari perbatasan negaranya!

(819) O Mata Air Kerahiman Ilahi yang tak kunjung kering, curahkanlah diri-Mu ke atas kami! Kebaikan-Mu sungguh tidak mengenal batas! Teguhkanlah, o Tuhan, kekuatan kerahiman-Mu atas jurang kepapaanku karena Engkau tidak memiliki batas untuk kerahiman-Mu. Kerahiman-Mu sungguh mengagumkan dan tiada tara, memesona pikiran insan dan malaikat.

(820) Malaikat Pelindungku menyuruh aku berdoa untuk jiwa tertentu, dan pada pagi harinya aku tahu bahwa ada orang yang tepat pada saat itu memasuki sakratulmaut. Secara istimewa, Tuhan Yesus memberitahukan hal itu kepadaku tepat ketika seorang membutuhkan doaku. Secara istimewa, aku tahu kapan doaku diperlukan untuk seseorang yang menghadapi ajal. Sekarang, hal ini lebih sering terjadi daripada di masa yang lalu.

(821) Tuhan Yesus memberitahukan kepadaku betapa menyenangkan Hati-Nya jiwa yang hidup sesuai dengan kehendak Allah. Dengan cara itu, jiwa tersebut mempersembahkan kemuliaan yang amat besar kepada Allah...

(822) Hari ini, aku paham bahwa kalau aku tidak dapat memenuhi salah satu hal yang diminta Tuhan dariku, aku tetap akan mendapat pahala seperti kalau aku sudah memenuhi semuanya sebab Tuhan memperhatikan niat yang mendorong aku untuk memulainya. Bahkan, kalaupun hari ini Ia memanggil aku, pekerjaan itu tidak akan terbengkalai sama sekali sebab Dia sendiri adalah Tuhan, baik atas pekerjaan maupun atas pekerjanya. Bagianku adalah mengasihi Dia dengan sepenuh hati; semua pekerjaanku tidak lebih daripada satu tetes kecil di hadapan-Nya. Kasihlah yang memiliki arti, kekuatan, dan pahala. Ia telah membuka cakrawala yang luas di dalam jiwaku - kasih menyempurnakan segala kekurangan.

(823) 17 Desember [1936]. Aku mempersembahkan hari ini bagi para imam. Hari ini, aku merasakan lebih banyak penderitaan daripada kapan pun sebelumnya, baik secara batin maupun secara lahir. Aku tidak habis pikir bahwa aku dapat menanggung begitu banyak penderitaan dalam satu hari. Tatkala rohku merasakan kepahitan Taman Getsemani, aku berusaha melaksanakan suatu Jam Kudus. Ditopang oleh lengan-Nya, aku bergulat sendirian melawan segala kesulitan yang menghadang aku laksanakan tembok yang tak mungkin dirobohkan. Tetapi, aku percaya akan kekuasaan nama-Nya dan aku tidak takut akan suatu pun.

(824) Dalam tempat pengasingan ini, Yesus sendirilah Guruku. Ia sendiri mendidik dan mengajar aku. Aku merasakan bahwa aku menjadi sasaran kegiatan-Nya yang istimewa. Demi maksud-Nya yang tak dapat dimengerti dan keputusan-keputusan-Nya yang tak terselami, Ia menyatukan aku dengan diri-Nya secara istimewa dan mengizinkan aku masuk ke dalam misteri-misteri-Nya yang tak dapat dipahami. Ada satu misteri yang menyatukan aku dengan Tuhan; tak seorang pun - juga para malaikat - boleh mengetahui misteri ini. Dan kalaupun aku ingin menjelaskannya, aku tidak tahu bagaimana mengungkapkannya. Tetapi, aku hidup karena misteri ini dan akan terus hidup olehnya untuk selama-lamanya. Misteri ini membedakan aku dari setiap jiwa lain, baik di bumi ini maupun di alam abadi.

(825) O hari yang cerah dan cemerlang, saat segala impianku akan menjadi kenyataan; O hari yang begitu dirindukan orang, hari terakhir hidupku! Dengan penuh sukacita, aku menatap ke depan, ke coretan terakhir yang akan digoreskan oleh Seniman ilahi pada jiwaku, yang akan memberi jiwaku suatu keindahan yang unik yang akan membedakan aku dari keindahan semua jiwa yang lain. O hari yang agung, saat kasih ilahi akan menetap di dalam diriku. Pada hari itu untuk pertama kalinya aku akan melagukan di hadapan surga dan bumi nyanyian kerahiman Tuhan yang tak terselami. Inilah karya dan misiku yang ditentukan Tuhan bagiku sejak awal dunia. Agar supaya nyanyian jiwaku itu dapat menyenangkan Tritunggal yang mahakudus, o Roh Allah, arahkan dan bentuklah sendiri jiwaku. Aku mempersenjatai diriku dengan kesabaran dan menantikan kedatangan-Mu, ya Allah yang maharahim. Dan, berhubung dengan penderitaan yang pedih serta ketakutan yang mengerikan pada saat ini lebih dari kapan pun, aku berharap akan samudra kerahiman-Mu, dan aku mengingkatkan Engkau, ya Yesus yang maharahim, Juru Selamat yang manis, akan semua yang telah Engkau janjikan kepadaku.

(826) Pagi ini, aku mengalami suatu peristiwa. Jamku mati, aku tidak tahu kapan harus bangun, dan aku berpikir betapa malangnya aku tidak dapat menyambut komuni kudus. Hari masih ge;ap sehingga aku tidak bisa mengetahui apakah sudah waktunya bangun tidur. Aku mengenakan jubah, melakukan meditasi, dan pergi ke kapel, tetapi semuanya masih terkunci, dan keheningan menyelimuti semua tempat. AKu membenamkan diri dalam doa, khususnya untuk orang sakit. Kini, aku sadar betapa banyaknya orang sakit membutuhkan doa. Akhirnya, kapel dibuka. Aku mengalami kesulitan untuk berdoa sebab aku merasa sudah kehabisan tenaga; maka, langsung sesudah komuni kudus aku kembali ke kamarku. Tiba-tiba, aku melihat Tuhan yang berkata kepadaku, “Putri-Ku, ketahuilah bahwa semangat hatimu menyenangkan Aku. Dan, sama seperti engkau sangat ingin bersatu dengan-Ku dalam komuni kudus, demikian juga Aku ingin memberikan diri-Ku seutuhnya kepadamu; dan sebagai suatu ganjaran untuk semangatmu, beristirahatlah dalam Hati-Ku.” Pada saat itu, rohku tenggelam di dalam Tuhan, laksana setetes air dalam samudra yang dalamnya tak terhingga. Aku membenamkan diriku di dalam Dia sebagai satu-satunya hertaku. Dengan demikian, aku menjadi tahu bahwa Tuhan membiarkan kesulitan-kesulitan tertentu agar Ia semakin dimuliakan.

(827) 18 Desember [1936]. Hari ini, aku merasa sedih karena satu pekan sudah berlalu dan tak seorang pun datang mengunjungi aku. Ketika aku mengeluh kepada Tuhan, Ia menjawab, “Tidak cukupkah bagimu bahwa Aku mengunjungimu setiap hari?” Aku minta maaf kepada Tuhan dan kepedihanku pun lenyap. Ya Allah, Kekuatanku, Engkau sudah cukup bagiku.

(828) Petang ini, aku merasakan bahwa suatu jiwa membutuhkan doaku. Aku berdoa dengan khusyuk, tetapi aku merasa bahwa itu belum cukup; maka aku melanjutkan doaku lebih lama lagi. Pada hari berikutnya, aku tahu bahwa tepat pada saat itu suatu jiwa mulai mengalami sakratulmaut yang terus berlangsung sampai pagi. Aku menyadari betapa beratnya pergulatan yang telah ia jalani. Dengan cara yang ajaib, Tuhan Yesus membuat aku mengerti bahwa seseorang yang menghadapi ajal membutuhkan doaku. Secara nyata dan jelas, aku merasakan kedatangan roh yang meminta aku doakan. Aku tidak sadar bahwa jiwa-jiwa itu disatukan dengan begitu erat, dan sering kali Malaikat Pelindunglah yang memberitahukan hal itu kepadaku.

(829) Dalam misa kudus, Bayi Yesus yang mungil adalah sukacita jiwaku. Seringkali, jarak tidak ada lagi - aku melihat seorang imam tertentu yang membawa Dia turun. Dengan kerinduan yang besar, aku sedang menantikan Natal; bersama dengan Bunda yang amat kudus, aku hidup dalam pengharapan.

(830) O Terang Kekal, yang telah datang ke bumi, terangilah budiku dan kuatkanlah kehendakku agar aku tidak menyerahkan pada saat-saat mengalami himpitan yang berat. Semoga terang-Mu mengenyahkan semua bayangan keragu-raguan. Semoga kemahakuasaan-Mu bertindak lewat aku. Aku percaya pada-Mu, o Terang Yang Tak Tercipta! Engkau, ya Bayi Yesus, adalah teladan yang harus kuikuti dalam menggenapi kehendak Bapa-Mu, Engkau yang berkata, “Lihatlah, aku datang melakukan kehendak-Mu.” Bantulah agar aku pun dapat melaksanakan kehendak Allah dengan setia dalam segala hal. O Bayi Ilahi, berilah aku rahmat ini!

(831) O Yesusku, jiwaku merindukan hari-hari pencobaan, tetapi jangan meninggalkan aku sendirian dalam kegelapan jiwaku. Sebaliknya aku sendirian dalam kegelapan jiwaku. Sebaliknya, rengkuhlah aku erat-erat, dekapkan pada diri-Mu. Jagalah bibirku, supaya hanya Engkaulah yang mengetahui harumnya penderitaanku dan menjadi senang karenanya.

(832) O Yesus yang maharahim, betapa besarnya kerinduan-Mu untuk bergegas ke Ruang Senakel guna mengkonsekrasikan Hosti yang harus kusambut dalam hidupku. Ya Yesus, Engkau rindu tinggal di dalam hatiku. Darah-Mu yang segar berpadu dengan darahku. Siapa yang dapat memahami kesatuan yang erat ini? Hatiku merengkuh Dia Yang Mahakuasa, Dia yang Tak Terbatas. O Yesus, teruslah memberikan kepadaku kehidupan Ilahi-Mu. Biarlah Darah-Mu yang murni dan mulia mengalir dalam hatiku dengan seluruh kekuatannya. Aku menyerahkan seluruh diriku kepada-Mu. Ubahlah aku menjadi Engkau sendiri dan buatlah aku mampu melaksanakan kehendak-Mu yang kudus dalam segala hal dan mampu membalas kasih-Mu. O Mempelaiku yang manis, Engkau tahu bahwa hatiku hanya mengenal Engkau. Engkau telah membuka dalam hatiku kedalaman kasih kepada-Mu yang tak pernah terpuaskan. Sejak saat pertama kali mengenal Engkau, hatiku telah mengasihi Engkau dan telah membenamkan diri di dalam Engkau sebagai satu dan satu-satunya sasaran kasih. Semoga kasih-Mu yang murni dan mahakuasa menjadi kekuatan yang mengarahkan seluruh kegiatanku. Siapakah yang akan pernah mengetahui dan memahami lubuk kerahiman yang telah memancar dari Hati-Mu?

(833) Aku telah mengalami betapa banyaknya kedengkian hati, juga dalam kehidupan membiara. Aku melihat bahwa tidak banyak orang yang sungguh berjiwa luhur, yang siap mengabaikan segala sesuatu yang bukan Allah. O jiwa-jiwa, kalian tidak akan menemukan keindahan apa pun di luar Allah. Oh, betapa rapuhnya landasan hidup mereka yang meninggikan diri dengan mengurbankan orang lain! Sungguh besar kerugian mereka!

(834) 19 Desember [1936]. Petang ini, aku merasakan dalam jiwaku bahwa ada orang yang membutuhkan doaku. Aku langsung mulai berdoa. Tiba-tiba, dalam hati aku menyadari dan mengetahui siapa roh yang minta doaku ini; aku berdoa sampai aku merasa damai. Dalam Koronka, ada pertolongan besar bagi orang yang menghadapi ajal. Aku sering berdoa untuk ujud yang telah kuketahui dalam hati. Aku selalu berdoa sampai aku merasakan dalam jiwaku bahwa doa itu telah bekerja.

(835) Khususnya sekarang, sementara aku di rumah sakit, aku mengalami persekutuan batin yang erat sekali dengan orang yang menghadapi ajal yang minta kudoakan ketika mereka mulai menjalani sakratulmaut.
            Allah telah memberiku suatu ikatan yang mengagumkan dengan orang-orang yang menghadapi ajal! Karena hal ini semakin sering terjadi, aku sudah dapat mengetahuinya, bahkan sampai pada saatnya secara tepat.
            Hari ini aku tiba-tiba terjaga pada pukul sebelas malam, dan dengan jelas aku merasakan di dekatku kehadiran beberapa roh yang minta kudoakan. Suatu kekuatan mendorong aku untuk berdoa. Penglihatanku murni rohani, lewat suatu penerangan yang mendadak yang diberikan Allah kepadaku seketika itu juga. Aku terus berdoa sampai aku merasakan damai dalam jiwaku, dan tidak selalu untuk waktu yang sama panjangnya; sebab kadang-kadang terjadi bahwa dengan satu “Salam Maria” aku sudah merasakan damai; kemudian, aku mendaras De Profundis dan selesaikan doaku. Kadang-kadang terjadi bahwa aku mendaras seluruh Koronka, dan baru kemudian aku merasa damai. Kadang-kadang, aku juga mengalami bahwa aku merasa dipaksa untuk berdoa lebih lama; artinya, aku mengalami kegelisahan batin, sementara jiwa itu mengalami suatu pergulatan yang berat dan lebih lama menjalani sakratulmaut yang terakhir.
            Beginilah caraku mengetahui saat yang tepat: aku memiliki arloji dan aku mengamatinya untuk melihat pukul berapa. Pada hari berikutnya ketika mereka memberitahukan kepadaku tentang kematian orang itu, aku menanyakan pukul berapa ia meninggal, dan itu tepat sesuai dengan lamanya orang itu menjalani sakratulmautnya yang terakhir. Mereka berkata kepadaku, “Orang ini dan itu sedang bergumul berat sekali.” Lain kali mereka berkata, “Begini dan begitu seseorang meninggal hari ini, tetapi ia meninggal dengan cepat dan tenang.” Kadang-kadang, terjadi bahwa orang yang menghadapi ajal itu ada di gedung kedua atau ketiga, tetapi bagi roh, jarak itu tidak ada. Kadang-kadang terjadi, aku mengetahui kematian yang terjadi beberapa ratus kilometer jauhnya dariku. Ini sudah terjadi beberapa kali dalam kaitan dengan keluarga dan kaum kerabatku, dan juga para suster se-Kongregasi, bahkan dalam kaitan dengan jiwa-jiwa yang belum aku kenal dalam masa hidup mereka.
            Ya Allah yang maharahim, yang mengizinkan aku memberikan kelegaan dan pertolongan kepada orang yang menghadapi ajal lewat doaku yang tidak pantas, terpujilah Engkau beribu-ribu kali sebanyak bintang di langit dan tetes air di seluruh samudra! Biarlah kerahiman-Mu bergaung di seluruh muka bumi, dan biarlah kerahiman itu naik ke tumpuan takhta-Mu, sambil memberikan pujian kepada sifat-Mu yang paling agung, yakni kerahiman-Mu yang tak terpahami.
            Ya Allah, kerahiman yang tak terukur ini membarui semua jiwa kudus dan semua roh yang ada di surga. Tatkala memuliakan kerahiman Allah yang tak terselami ini, roh-roh yang murni itu membenamkan diri dalam pesona kudus, yang kemudian membangkitkan kekaguman yang bahkan lebih besar dalam diri mereka, dan dengan demikian pujian mereka dilaksanakan dengan cara yang sempurna. Ya Allah Kekal, betapa bernyala-nyala keinginanku untuk memuliakan sifat-Mu yang paling agung ini, yakni kerahiman-Mu yang tak terselami. Aku menyaksikan segenap kekecilanku, dan tidak dapat membandingkan diriku sendiri dengan penghuni-penghuni surga yang memuji kerahiman Tuhan dengan kekaguman kudus. Tetapi, aku juga menemukan suatu cara untuk memberikan pujian sempurna kepada kerahiman Allah yang tak dapat dipahami.

(836) O Yesus yang amat manis, yang telah berkenan mengizinkan aku yang papa ini memperoleh pengetahuan tentang kerahiman-Mu yang tak terselami; O Yesus yang amat manis, yang dengan murah hati meminta agar aku berbicara tentang kerahiman-Mu yang tak dapat dipahami ke seluruh dunia, hari ini aku mengambil dengan tanganku kedua berkas sinar yang memancar dari Hati-Mu yang maharahim, yakni Darah dan Air. Kedua berkas sinar itu kupancarkan ke seluruh muka bumi supaya setiap jiwa mengalami kerahiman-Mu, dan sesudahnya meluhurkannya tanpa henti sepanjang segala masa. O Yesus yang amat manis, dalam kebaikan-Mu yang tak dapat dipahami, Engkau telah berkenan menyatukan hatiku yang malang dengan Hati-Mu yang maharahim, maka dengan Hati-Mu sendiri aku memuliakan Allah, Bapa kita, melebihi semua jiwa yang sudah memuliakan Dia sebelumnya.

(837) 21 Desember [1936]. Radio selalu disetel selepas tengah hari sehingga aku merasa kehilangan keheningan. Sepanjang pagi, terdengar percakapan dan kegaduhan yang tanpa henti. Ya Allahku, aku berharap untuk tinggal dalam keheningan, untuk menikmati kebahagiaan di tempat aku hanya bercakap-cakap dengan Tuhan, dan yang terjadi di sini persis sebaliknya. Tetapi sekarang, tidak suatu pun menggangguku, entah percakapan orang entah suara radio. Pendek kata, aku sama sekali tidak terganggu. Berkat rahmat Allah, ketika aku berdoa, aku bahkan tidak tahu di mana aku; yang aku tahu hanyalah bahwa jiwaku bersatu dengan Tuhan. Demikianlah aku melewatkan hari-hariku di rumah sakit ini.

(838) Aku kagum akan banyaknya penghinaan dan penderitaan yang harus ditanggung oleh imam itu dalam kaitan dengan seluruh masalah ini (Ini mengacu kepada penderitaan dan penistaan yang dialami oleh Pastor Michael Sopocko dalam usahanya untuk menyebarluaskan devosi kepada Kerahiman Ilahi dan mendirikan suatu Kongregasi baru. Suster Faustina menerima pengetahuan batin tentang penderitaan ini dan menulisnya dalam surat kepada Pastor Sopocko). Aku menyaksikannya pada saat-saat khusus, dan aku mendukungnya dengan doa-doaku yang tidak pantas. Hanya Allah yang dapat memberikan keberanian sebesar itu kepada seseorang; kalau tidak, orang pasti sudah menyerah. Tetapi, aku melihat dengan penuh sukacita bahwa semua penderitaan ini membuat Allah semakin dimuliakan. Tuhan memiliki sedikit jiwa seperti itu. O Allah Yang Kekal dan Tak Terbatas, Engkau akan membeberkan usaha jiwa-jiwa yang gigih itu sebab bumi membalas usaha mereka dengan kebencian dan sikap tak tahu terima kasih. Jiwa-jiwa seperti itu tidak memiliki sahabat; mereka sendirian. Dalam kesendiriannya ini, mereka memperoleh kekuatan; mereka menimba kekuatan mereka hanya dari Allah. Dengan kerendahan hati, tetapi juga dengan keberanian, mereka berdiri teguh menghadapi semua badai yang menerpa mereka. Laksana pohon jati yang menjulang tinggi, mereka tak tergoyahkan. Dan dalam hal ini hanya ada satu rahasia: bahwa dari Allahlah mereka menimba kekuatan, dan apa pun juga yang mereka perlukan, mereka miliki baik untuk diri mereka sendiri maupun untuk orang-orang lain. Mereka tidak hanya memikul beban mereka sendiri, tetapi juga tahu bagaimana memikul beban orang-orang lain, dan bahkan mampu memikulnya. Mereka laksana tiang-tiang lampu di sepanjang jalan Allah; mereka sendiri hidup dalam terang itu dan memancarkan terangnya atas orang-orang lain. Mereka sendiri berada di ketinggian, dan tahu bagaimana menunjukkan jalan kepada orang-orang yang berada di tempat yang lebih rendah kepada orang-orang yang berada di tempat yang lebih rendah dan membantu mereka mencapai ketinggian itu.

(839) O Yesusku, Engkau tahu bahwa aku kurang pandai menulis dengan baik dan, di atas semua itu, aku bahkan tidak memiliki pena yang baik. Seringkali pena itu begitu jelek sehinga untuk menyusun kalimat aku harus menulis huruf demi huruf. Dan ini beum semua. AKu juga mengalami kesulitan dalam menjaga agar hal-hal yang sudah aku tulis tidak dibaca oleh para suster, dan sangat sering aku harus menutup buku catatanku setiap beberapa menit untuk mendengarkan dengan sabar cerita seseorang, dan kemudian waktu yang aku sisihkan untuk menulis telah lewat. Dan apabila aku menutup buku catatan secara mendadak, maka tintanya lengket. AKu menulis dengan izin pada superiorku dan atas perintah bapak pengakuanku. Ini adalah hal yang aneh. Kadang-kadang aku dapat menulis dengan sangat baik, tetapi pada waktu-waktu lain, aku hampit tidak dapat membaca tulisanku sendiri.

(840) 23 Desember [1936]. Aku meluangkan hari ini bersama Bunda Allah dan mempersiapkan diriku untuk perayaan meriah kedatangan Tuhan Yesus. Bunda Allah mengajariku tentang kehidupan batin jiwaku bersama Yesus, khususnya dalam komuni kudus. Hanyalah di alam abadi kita akan mengetahui misteri agung yang dihasilkan oleh komuni kudus dalam diri kita. Sungguh saat-saat yang berharga dalam hidupku!

(841) O Penciptaku, aku merindukan Engkau! Engkau mengetahui diriku, o Tuhanku! Semua yang ada di bumi tampak bagiku seperti bayangan yang kabur. Engkaulah yang aku rindukan dan aku inginkan. Memang, Engkau melakukan bagiku banyak hal yang sedemikian tak terselami karena Engkau sendiri mengunjungi aku secara istimewa. Tetapi, kunjungan-kunjungan itu tidak menyejukkan luka hatiku; sebaliknya, malah membuat aku semakin merindukan Engkau, o Tuhan. Oh, ambillah aku, ya Tuhan, kalau memang demikianlah kehendak-Mu! Engkau tahu bahwa aku sangat menderita, dan aku sangat menderita karena merindukan Engkau; tetapi aku tidak dapat meninggal. Hai Sang Kematian, di manakah Engkau? Engkau, ya Tuhan, menyeret aku masuk ke lubuk ke-Allahan-Mu, tetapi Engkau menyelubungi diri-Mu dengan kegelapan. Seluruh diriku terbenam di dalam Diri-Mu, tetapi aku ingin melihat Engkau dari muka ke muka. Kapan hal ini akan terjadi padaku?

(842) Hari ini, Suster Chryzostoma mengunjungi aku. Ia membawa beberapa jeruk dan apel serta pohon Natal kecil. Aku sangat senang menerima semua itu. Lewat Suster Chryzostoma, Muder Superior minta kepada dokter untuk mengizinkan aku pulang ke biara untuk merayakan Natal, dan dengan senang hati ia menyetujuinya. Aku sangat bahagia dan mencucurkan air mata seperti anak kecil. Suster Chryzostoma sangat heran bahwa kesehatanku begitu menurun dan aku sangat kurus. Maka ia berkata kepadaku, “Engkau tahu, Faustina Mungil, barangkali engkau akan meninggal. Pasti engkau sangat menderita, Suster.” Aku menjawab bahwa pada hari ini aku memang menderita lebih banyak daripada hari-hari lain, tetapi itu tidak ada artinya apa-apa bagiku; demi keselamatan jiwa-jiwa, penderitaan itu tidak dapat dikatakan terlalu banyak. O Yesus yang maharahim, berilah kepadaku jiwa orang-orang berdosa!

(843) 24 Desember [1936]. Dalam misa pada hari ini, aku menyatukan diri secara istimewa dengan Allah dan Bunda-Nya yang tak bernoda. Kerendahan hati dan kasih Perawan tak bernoda itu meresapi jiwaku. Semakin aku meneladan Bunda Allah, semakin dalam aku mengenal Allah. Oh, betapa luar biasa kerinduan yang membakar jiwaku! Yesus, bagaimana Engkau masih dapat membiarkan aku berada di tempat pembuangan ini? Aku merana karena merindukan Engkau. Setiap sentuhan-Mu pada jiwaku menciptakan luka yang sangat mendalam. Cinta dan penderitaan berjalan seiring, tetapi aku tidak akan menukar rasa sakit yang Kautimbulkan ini dengan harta apa pun sebab inilah penderitaan yang timbul karena sukacita yang tak dapat dipahami, dan luka-luka jiwa ini disebabkan oleh suatu tangan yang penuh kasih.

(844) Selepas tengah hari, Suster K ( Suster Kajetana-Maria Bartkowiak) datang dan membawa aku pulang untuk berlibur. Aku sangat bahagia berhimpun kembali dengan Kongregasi. Sementara berkendara lewat kota, aku membayangkan kota ini sebagai Bethlehem. Ketika menyaksikan semua orang serba tergesa-gesa, aku berpikir: siapa yang hari ini masih meluangkan waktu untuk bermdeitasi, dalam ketenangan dan keheningan, mengenai misteri yang tak terselami ini? O Perawan yang murni, hari ini Engkau menempuh perjalanan jauh, dan demikian juga aku. Aku merasa bahwa perjalanan hari ini memiliki suatu makna. O Perawan yang cemerlang, murni laksana kristal, yang sepenuhnya tenggelam dalam Allah, aku mempersembahkan kepadamu kehidupan batinku; aturlah segala sesuatu supaya kehidupan rohaniku dapat menyenangkan Putramu. O Bundaku, betapa berkobar keinginanku agar engkau memberikan diriku kepada Bayi Yesus dalam Misa Malam Natal. Dan, aku merasakan kehadiran Allah yang sangat nyata dalam lubuk hatiku sehingga hanya dengan kekuatan kehendak yang kokoh aku dapat menahan sukacitaku untuk tidak menunjukkan secara lahiriah apa yang sedang terjadi dalam jiwaku.

(845) Pada vigili Natal, sebelum makan malam, aku masuk ke kapel sejenak untuk berbagi oplatek secara rohani dengan mereka yang aku kasihi. Aku menyerahkan mereka semua, dengan menyebut nama masing-masing, kepada Yesus dan aku memohon rahmat bagi mereka. Tetapi, itu belum semuanya. Aku menyerahkan kepada Tuhan semua orang yang dianiaya, mereka yang menderita, mereka yang tidak mengenal nama Tuhan, dan khususnya orang-orang berdosa yang malang. O Yesus yang kecil, dengan sungguh-sungguh aku mohon kepada-Mu, benamkan mereka dalam lautan kerahiman-Mu yang tak terselami. O Yesus kecil yang manis, inilah hatiku; biarlah hatiku menjadi tempat tinggal mungil yang nyaman bagi-Mu. O Keagungan yang tak terbatas, dengan kemanisan yang tiada tara, Engkau menghampiri kami. Di sini, tidak ada kegentaran karena halilintar yang dikirim oleh Yahweh yang agung; yang ada di sini adalah Yesus kecil yang manis. Di sini, tidak ada jiwa yang takut meskipun keagungan-Mu tidak berkurang, tetapi hanya tersembunyi. Sesudah makan malam, aku merasakan sangat letih dan badanku sakit sekali. Aku harus berbaring. Tetapi, aku tetap berjaga bersama Bunda yang amat kudus, sambil menantikan kedatangan Si Bayi Mungil.

(846) 25 Desember [1936], Misa tengah malam. Dalam misa, kehadiran Allah menembus diriku terus menerus. Sesaat sebelum pengangkatan Hosti dalam Doa Syukur Agung, aku melihat Bunda Allah dan Bayi Yesus dan Orang Tua yang kudus. Bunda yang amat kudus mengucapkan kata-kata ini kepada, “Putri-Ku, Faustina, ambillah Harta yang paling berharga ini,” dan ia menyerahkan Bayi Yesus kepadaku. Ketika aku menerima Yesus dengan tanganku, jiwaku merasakan sukacita yang tak terperikan sehingga aku tidak dapat melukiskannya. Anehnya, sesaat kemudian, Yesus menjadi menakutkan, tampak mengerikan, sudah dewasa dan menderita; dan kemudian penglihatan itu lenyap, dan tak terasa misa sudah sampai pada komuni kudus. Ketika aku menyambut Tuhan Yesus dalam komuni kudus, jiwaku gemetar karena pengaruh kehadiran Allah. Hari berikutnya, aku melihat Bayi Ilahi sekilas pada saat pengangkatan Hosti dalam Doa Syukur Agung.

(847) Pada hari kedua Pesta Natal, Pastor Andrasz datang untuk merayakan misa bersama kami, dan dalam misa itu aku sekali lagi melihat Yesus kecil. Petang hari aku pergi mengaku dosa. Pastor [Andrasz] tidak memberikan jwaban atas sejumlah pertanyaanku yang berkaitan dengan karya itu. Ia berkata, “Apabila kesehatanmu sudah pulih, kita akan membicarakan langkah-langkah konkret; dan sekarang, berusahalah memanfaatkan rahmat yang diberikan Allah kepadamu dan berusahalah untuk sungguh memulihkan kesehatan. Untuk hal-hal lain, engkau tahu panduan apa yang harus diikuti dan arah mana yang harus diambil dalam hubungan dengan masalah ini.”

(848) Sebagai penitensi, Pastor Andrasz menyuruh aku mendaraskan Koronka yang telah diajarkan Yesus kepadaku. Sementara aku mendaras Koronka, aku mendengar suara yang berkata, “O, betapa banyaknya rahmat yang akan Aku berikan kepada jiwa-jiwa yang mendaras Koronka ini. Lubuk kerahiman-Ku yang mesra tergerak melihat mereka yang mendaras Koronka ini. Tulislah kata-kata ini, Putri-Ku! Berbicaralah kepada dunia tentang kerahiman-Ku; biarlah seluruh umat manusia mengenal kerahiman-Ku yang tiada tara. Itulah tanda untuk akhir zaman, dan sesudah itu akan tiba hari pengadilan. Sementara masih ada waktu, biarlah mereka datang ke sumber kerahiman-Ku. Semoga mereka mengambil manfaat dari Darah dan Air yang mengalir untuk mereka.”
            O jiwa-jiwa insani, ke mana kalian menyembunyikan diri pada hari murka Allah? Bernaunglah sekarang juga pada sumber kerahiman Allah. O betapa besarnya himpunan jiwa-jiwa yang aku lihat! Mereka menyembah Kerahiman Ilahi dan akan melambungkan madah pujian sampai selama-lamanya.

(849) 27 Desember. Hari ini, aku kembali ke tempat pengasingan. Aku menikmati perjalanan yang indah ketika berkendara bersama seorang yang membawa bayinya untuk dibaptis. Kami memberi dia tumpangan sampai ke gereja di Podgorze. Ketika mau turun, ia menaruh bayinya dalam pelukanku. Ketika memandangnya, aku mempersembahkannya, dengan doa yang khusyuk, kepada Allah supaya suatu saat nanti ia dapat memuliakan Allah secara istimewa. Aku merasakan dalam jiwaku bahwa Tuhan memandang jiwa mungil ini dengan perhatian khusus. Ketika kami tiba di Pradnik, Suster N membantuku membawa barang-barangku. Ketika kami memasuki kamarku, kami melihat kartu yang indah dengan gambar malaikat dan tulisan “Gloria in ...” Aku menduga gambar itu dikirim oleh seorang suster yang sakit yang aku kirimi pohon Natal.

(850) Demikianlah, liburan sudah usai. Tidak ada lagi yang dapat melegakan kerinduanku. Aku hanya merindukan Engkau, o Pencipta dan Allahku yang kekal! Tidak ada perayaan atau madah indah yang menyejukkan jiwaku; sebaliknya, membuat aku semakin rindu. Setiap kali aku ingat nama-Mu, rohku meluncur menuju Engkau, o Tuhan.

Dairi St.Faustina: 751 - 800


(751) Nah, Engkau tahu, Yesus, bahwa segala sesuatu sekarang terserah kepada-Mu. Aku sungguh-sungguh merasa damai meskipun menghadapi desakan-desakan yang kuat ini. Dari pihakku, aku telah melakukan segala sesuatu, dan sekarang giliran-Mu, o Yesusku, dan dengan cara ini Engkau akan membuat segalanya menjadi jelas. Aku sepenuhnya mengikuti kehendak-Mu; lakukanlah atas diriku seperti yang berkenan pada-Mu, ya Tuhan, hanya saja berilah aku rahmat agar dari hari ke hari kasihku pada-Mu semakin bernyala-nyala. Inilah yang paling berharga bagiku. Aku tidak menginginkan suatu pun kecuali Engkau, o Kasih Kekal! Tidaklah menjadi masalah lewat jalan mana Engkau akan menuntun aku, jalan penderitaan atau jalan sukacita. Aku ingin mengasihi Engkau pada setiap saat dalam hidupku. Kalau Engkau, ya Yesus, menyuruh aku pergi untuk melaksanakan kehendak-Mu, maka aku akan pergi. Kalau Engkau menyuruhku tetap tinggal, maka aku akan tinggal. Tidaklah menjadi masalah apa yang akan aku derita, yang ini atau yang itu. O Yesusku, kalau aku harus pergi, biarlah aku tahu apa yang harus aku derita dan aku tanggung. Aku menerima semua ini dengan penuh kesadaran, dan aku sudah menerimanya dengan segenap kemauan. Tidaklah menjadi masalah apa yang tersedia dalam piala itu untukku. Cukuplah bagiku untuk mengetahui bahwa piala itu telah diberikan kepadaku oleh tangan Allah yang penuh kasih. Kalau Engkau menyuruh aku kembali dan tetap tinggal, aku akan tinggal meskipun harus terus merasakan desakan-desakan batin. Kalau Engkau masih ingin membiarkan semua itu berkecamuk di dalam jiwaku dan meninggalkan aku dalam sakratulmaut batin ini sampai akhir hidupku, aku menerimanya dengan penuh kesadaran kehendakku dan dengan penyerahan diri penuh kasih kepada-Mu, ya Allahku. Kalau aku harus tinggal, ya Allahku, aku akan menyembunyikan diri dalam kerahiman-Mu sedemikian dalam sehingga tidak ada mata insan yang akan melihat aku. Sepanjang hayatku, aku ingin menjadi pedupaan yang penuh dengan bara api yang tersembunyi; semoga asapnya yang membubung ke hadirat-Mu, o Hosti yang Hidup, menyenangkan Hati-Mu. Dalam hatiku sendiri, aku merasa bahwa setiap pengurbanan yang kecil pun mengobarkan api kasihku kepada-Mu, tetapi dengan cara yang begitu tersembunyi dan rahasia sehingga tidak seorang pun akan mengetahuinya.

(752) Ketika aku menyampaikan kepada Muder Jenderal bahwa Tuhan menghendaki agar Kongregasi mendaras Koronka untuk meredakan murka Allah itu, Muder mengatakan kepadaku bahwa untuk saat ini ia tidak dapat memasukkan doa-doa baru yang belum disahkan ... “Tetapi, berikan Koronka itu kepadaku, Suster, [katanya] barangkali Koronka itu dapat didoakan waktu adorasi. Akan kita lihat. Kiranya baik kalau Pastor Sopocko dapat menerbitkan suatu brosur dengan Koronka; dengan demikian akan lebih baik dan lebih mudah untuk mendarasnya dalam Kongregasi karena sekarang ini agak sulit untuk melaksanakannya.”

(753) Kerahiman Tuhan dipuji oleh jiwa-jiwa kudus di surga yang sudah mengalami kerahiman yang tak terbatas itu. Apa yang dilakukan oleh jiwa-jiwa yang di surga itu, aku sudah ingin memulainya di bumi ini. Aku akan memuji Allah karena kebaikan-Nya yang tak terbatas, dan aku akan berusaha membawa jiwa-jiwa untuk mengenal serta memuliakan kerahiman Allah yang tak terperikan dan tak terselami.

(754) Tuhan berjanji, “Orang-orang yang mendaraskan Koronka ini akan direngkuh oleh kerahiman-Ku sepanjang masa hidupnya, dan teristimewa pada saat kematian mereka.”

(755) O Yesusku, ajarlah aku membuka pintu kerahiman dan kasih kepada setiap orang yang memintanya. Yesus, Pemimpinku, ajarlah aku agar semua doa dan perbuatanku dapat membawa meterai kerahiman-Mu.

(756) 18 November 1936. Hari ini, aku berusaha melakukan semua latihan rohaniku sebelum kebaktian kepada Sakramen Mahakudus sebab aku merasa sakitku lebih parah daripada biasanya. Maka, langsung sesudah kebaktian, aku pergi tidur. Tetapi, ketika aku masuk ke kamar tidur, tiba-tiba aku menyadari secara batin bahwa aku harus pergi ke kamar Sr. N. karena ia membutuhkan pertolongan. Aku langsung masuk ke kamarnya, dan Sr. N. berkata kepadaku, “Oh, sungguh baik bahwa Allah mengantar engkau ke sini, Suster!” Dan suaranya begitu lirih sehingga aku hampir-hampir tidak mendengarnya. Ia berkata kepadaku, “Suster, tolong bawakan aku sedikit teh dengan lemon sebab aku sangat kehausan, dan aku tidak dapat bergerak sebab sakitku begitu parah.” Dan sungguh, ia sangat menderita dan demamnya sangat tinggi. Aku melayaninya, dan dengan sedikit teh yang aku bawa kepadanya ia dapat meredakan rasa hausnya. Ketika aku masuk ke kamarku sendiri, jiwaku dipenuhi dengan kasih yang bernyala-nyala kepada Allah. Aku menyadari bahwa kita harus sungguh memperhatikan bisikan batin dan mengikutinya dengan setia, dan kesetiaan kepada satu rahmat akan menurunkan rahmat-rahmat yang lain.

(757) 19 November [1936]. Dalam misa kudus hari ini, aku melihat Tuhan Yesus yang berkata kepadaku, “Tenanglah, Putri-Ku; AKu menyaksikan usaha-usahamu yang sangat menyenangkan Hati-Ku.” Kemudian Tuhan menghilang, dan tibalah saatnya untuk komuni kudus. Sesudah menyambut komuni kudus, tiba-tiba aku melihat Senakel dan di sana hadir Tuhan Yesus serta para rasul. Aku melihat penetapan Sakramen Mahakudus. Yesus mengizinkan aku masuk ke dalam batin-Nya dan aku menyaksikan keagungan kemuliaan-Nya dan, pada saat yang sama, aku menyaksikan juga kerelaan-Nya yang besar untuk merendahkan diri. Cahaya yang terang benderang memungkinkan aku melihat keagungan-Nya yang diperlihatkan kepadaku, dan pada saat itu juga, aku melihat apa yang ada dalam jiwaku sendiri.

(758) Yesus membuat aku menyaksikan lubuk kelembutan dan kerendahan hati-Nya; Ia juga membuat aku memahami bahwa dengan jelas Ia meminta hal yang sama dariku. Aku merasakan tatapan mata Allah ke dalam jiwaku. Tatapan ini memenuhi hatiku dengan kasih yang tak terperikan, tetapi aku tahu bahwa dengan penuh kasih Tuhan memandang keutamaan-keutamaan dan usaha-usaha gigihku, da aku tahu bahwa inilah yang menarik Allah masuk ke dalam hatiku. Dari sinilah aku menjadi tahu bahwa tidaklah cukup bagiku hanya mengusahakan keutamaan-keutamaan yang biasa-biasa; lebih dari itu, aku harus sungguh-sungguh mengupayakan keutamaan-keutamaan yang ulung. Barangkali secara lahiriah sesuatu itu tampak sangat biasa, tetapi cara pelaksanaannya dapat membuatnya menjadi istimewa, dan ini hanya dapat ditangkap oleh mata Allah. O Yesusku, apa yang telah kutulis hanyalah bayangan yang kabur dari apa yang aku pahami dalam jiwaku; semua ini adalah hal-hal yang sungguh rohani, padahal untuk menuliskan sesuatu yang diberitahukan Tuhan kepadaku, aku harus menggunakan kata-kata yang sama sekali tidak memuaskan sebab kata-kata itu tidak mampu mengungkapkan realita yang sesuangguhnya.

(759) Ketika aku mengalami penderitaan-penderitaan ini untuk pertama kalinya, kejadiannya adalah sebagai berikut: pada suatu hari, sesudah kaul setahun, dalam dia aku melihat cahaya yang sangat terang dan cahaya itu keluar sinar-sinar yang menyelubungi aku. Kemudian, tiba-tiba aku merasakan rasa sakit yang nyeri pada tanganku, kakiku, dan lambungku, dan merasakan tusukan duri-duri dari mahkota duri. Aku mengalami penderitaan-penderitaan ini dalam misa kudus pada hari Jumat, tetapi ini hanya berlangsung singkat. Penderitaan ini terulang pada beberapa hari Jumat, dan kemudian aku tidak mengalami suatu penderitaan pun sampai sekarang, yakni sampai akhir September tahun ini. Dalam kaitan dengan penyakitku yang sekarang, aku merasakan diriku tertusuk-tusuk dengan penderitaan yang sama dalam misa kudus pada suatu hari Jumat; penderitaan ini terulang kembali pada setiap Jumat dan kadang-kadang au rasakan juga ketika aku berjumpa dengan suatu jiwa yang tidak berada dalam keadaan rahmat. Memang penderitaan-penderitaan ini tidak sering terjadi, dan berlangsung dalam waktu yang sangat singkat; tetapi penderitaan itu sungguh dahsyat, dan tanpa rahmat istimewa dari Allah, aku tidak mampu menanggungnya. Tidak ada tanda-tanda lahiriah dari penderitaan-penderitaan ini. Apakah yang akan terjadi kemudian, aku tidak tahu. Semua ini demi keselamatan jiwa-jiwa...

(760) 21 November [1936]. Ya Yesus, Engkau tahu bahwa aku tidak sakit parah, tetapi juga tidak sehat. Engkau memenuhi jiwaku dengan gairah untuk bekerja, tetapi aku tidak memiliki kekuatan. Api kasihku berkobar di dalam diriku, dan apa yang tidak dapat kupenuhi dengan kekuatan raga akan disempurnakan oleh kasih.

(761) Ya Yesus, rohku merindukan Engkau, dan aku sangat ingin bersatu dengan-Mu, tetapi karya-karya-Mu menahan aku. Jumlah jiwa yang harus kubawa kepada-Mu masih kurang. AKu merindukan sengsara dan penderitaan; biarlah segala sesuatu yang telah Engkau rencanakan sebelum segala zaman digenapi dalam diriku, ya Pencipta dan Tuhanku! Hanya sabda-Mu yang aku dengarkan; hanya sabda-Mu yang memberi aku kekuatan. Roh-Mu, ya Tuhan, adalah Roh Damai; dan tidak ada suatu pun yang mengganggu lubuk hatiku sebab Engkau tinggal di sana, ya Tuhan.
            Aku tahu, ya Tuhan, bahwa aku berada di bawah tatapan mata-Mu yang sangat istimewa. Aku tidak menyelidiki dengan cemas rencana-rencana-Mu yang menyangkut diriku; tugasku adalah menerima segala sesuatu dari tangan-Mu. Aku tidak takut akan suatu pun meskipun badai menerjang dan halilintar dahsyat menyambar-nyambar, dan kemudian aku merasa sangat kesepian. Tetapi, hatiku merasakan Engkau, dan pengharapanku pun berkembang, dan aku menyaksikan kemahakuasaan-Mu yang menopang aku. Bersama Engkau, ya Yesus, aku menjalani hidupku, di tengah badai dan pelangi, diiringi pekik sukacita, sambil melagukan nyanyian kerahiman-Mu. Aku tidak akan berhenti melagukan masdah kasihku sampai paduan suara para malaikat mengambil alihnya. Tidak ada kekuatan yang akan menghentikan aku dalam terbangku menuju Allah. Aku melihat bahwa bahkan para superior pun tidak selalu memahami tuntunan Allah terhadap aku, dan aku tidak heran akan hal ini.

(762) Pernah, aku melihat Pastor Sopocko sedang berdoa, sepertinya ia sedang merenungkan masalah-masalah ini. Kemudian, aku melihat suatu cahaya berbentuk bundar tiba-tiba tampak di atas kepalanya. Meskipun kami berdua dipisahkan oleh jarak yang jauh, aku sering melihat dia, khususnya ketika ia sedang bekerja di mejanya meskipun tampak sangat letih.

(763) 22 November 1936. Hari ini, dalam pengakuan dosa, Tuhan Yesus berbicara kepadaku lewat bibir imam tertentu. Imam ini tidak mengenal jiwaku, dan aku hanya mengakukan dosa-dosaku; tetapi ia mengucapkan kata-kata berikut, “Laksanakanlah dengan setia segala sesuatu yang diminta Yesus darimu meskipun menghadapi kesulitan. Ketahuilah bahwa meskipun manusia barangkali marah terhadapmu, Yesus tidak marah dan tidak pernah akan marah terhadapmu. Jangan memperhatikan pandangan manusia.” Pengajaran ini mula-mula sungguh mengherankan hatiku; tetapi kemudian aku memahaminya: Tuhan sedang berbicara melalui dia tanpa dia sadari. O misteri kudus, sungguh agung harta yang terkandung di dalammu! Oh iman kudus, engkaulah tunggak penunjuk jalan bagiku!

(764) 24 November. Hari ini, aku menerima surat dari Pastor Sopocko. Dari surat itu aku tahu bahwa Allah sendirilah yang mengatur semua urusan. Sebagaimana Tuhan telah memulainya, demikianlah Ia akan melanjutkannya sampai selesai. Dan semakin besar kesulitan yang aku saksikan, semakin damailah hatiku. Oh, andaikata dalam seluruh urusan ini kemuliaan Allah dan keselamatan jiwa-jiwa tidak sungguh diutamakan, setan tidak akan menentangnya sedemikian hebat. Tetapi, kini setan merasakan apa yang sedang hilang dari kuasanya karena usaha-usaha itu. Kini aku tahu bahwa setan membenci kerahiman lebih dari semua yang lain. Inilah siksaan yang paling berat baginya. Namun, sabda Allah tidak akan berlalu; kata-kata Allah itu hidup; kesulitan-kesulitan tidak akan menggagalkan karya-karya Allah, tetapi justru akan menunjukkan bahwa semua itu adalah karya Allah...

(765) Sekali peristiwa, aku melihat biara dari Kongregasi yang baru. Ketika aku berjalan keliling, memeriksa segala sesuatu, tiba-tiba aku melihat sekelompok anak-anak yang tidak lebih dari lima sampai sebelas tahun umurnya. Ketika mereka melihat aku, mereka mengerumuniku dan mulai menangis, “Selamatkanlah kami dari kejahatan,” dan mereka menarik aku ke dalam kapel, aku melihat Tuhan Yesus yang sedang bersedih. Yesus memandang aku dengan sangat ramah dan berkata, “Aku sangat dilukai oleh anak-anak; engkau harus menyelamatkan mereka dari kejahatan!” Sejak saat itu, aku terus berdoa untuk anak-anak, tetapi aku merasa bahwa doa saja belum cukup.

(766) O Yesusku, Engkau tahu usaha-usaha apa yang dibutuhkan untuk hidup secara tulus dan tidak terpengaruh oleh mereka yang secara naluriah kami hindari, atau oleh mereka yang, sengaja atau tidak, telah membuat kami menderita. Secara manusiawi, ini mustahil. Pada saat-saat seperti itu, lebih dari saat-saat lainnya, aku berusaha menemukan Tuhan Yesus dalam diri orang seperti itu dan bagi Yesus yang sama ini aku melakukan segala sesuatu untuk orang seperti itu. Dalam tindakan-tindakan seperti itu, kasih menjadi murni, dan praktik kasih seperti itu memberi jiwa ketahanan serta kekuatan. Aku tidak mengharapkan suatu pun dari ciptaan, dan karena itu aku tidak dikecewakan. Aku tahu bahwa dari dirinya sendiri ciptaan itu miskin; maka apa yang dapat diharapkan seseorang darinya? Allah adalah segala sesuatu bagiku; aku ingin menilai segala sesuatu menurut cara Allah.

(767) Persekutuanku dengan Tuhan kini murni bersifat rohani. Jiwaku disentuh oleh Allah dan sepenuhnya membenamkan diri di dalam-Nya, bahkan sampai ke titik sama sekali melupakan diri sendiri. Karena sungguh-sungguh diresapi oleh Allah, jiwa tenggelam di dalam keindahan Allah; ia sama sekali lebur di dalam-Nya - aku tidak mampu melukiskan kenyataan ini sebab dalam menulis aku harus menggunakan  indra; padahal di sini, dalam kesatuan ini, indra sama sekali tidak aktif; yang terjadi adalah peleburan Allah dan jiwa; jiwa itu sedemikian larut dalam kehidupan Allah sehingga bahasa manusia tidak dapat mengungkapkannya.
            Ketika jiwa kembali ke alam kehidupannya yang biasa, ia melihat bahwa kehidupan ini serba gelap dan kabur dan acak-acakan seperti mimpi, seperti kain bedung bayi. Pada saat-saat seperti itu jiwa hanya menerima dari Allah karena ia sendiri tidak mampu berbuat sesuatu; ia bahkan tidak dapat melakukan usaha yang paling ringan sekalipun; segala sesuatu yang ada dalam dirinya dikerjakan oleh Allah. Tetapi, ketika jiwa itu kembali ke keadaannya yang biasa, ia merasakan bahwa dirinya sama sekali tidak mampu melanjutkan kesatuan itu.
            Saat-saat persekutuan ini biasanya sangat singkat, tetapi pengaruhnya bertahan lama. Jiwa tidak akan tahan tinggal lama-lama dalam keadaan itu; kalau itu terjadi, mau tidak mau ikatannya dengan raga akan terputus selama-lamanya. Meskipun demikian, semuanya ditopang oleh suatu mukjizat dari Allah. Allah mengizinkan jiwa itu mengenal secara jelas betapa besar cinta-Nya kepada jiwa, seolah-olah jiwa itu adalah satu-satunya yang membuat Ia begitu bersukacita. Jiwa itu menyadari hal ini dengan amat jelas dan tanpa suatu selubung. Ia bersatu dengan Allah dengan segenap kekuatannya, tetapi ia merasa seperti seorang bayi; ia tahu bahwa semua ini ada di luar kekuasaannya. Oleh karena itu, Allah turun kepada jiwa dan menyatukan jiwa itu dengan Diri-Nya dengan cara ... di sini, aku terpaksa diam karena aku tidak dapat melukiskan apa yang dialami oleh jiwa itu.

(768) Adalah hal yang aneh bahwa meskipun jiwa yang mengalami kesatuan dengan Allah ini tidak dapat menemukan kata-kata dan ungkapan yang memadai untuk melukiskannya, namun ketika jiwa itu berjumpa dengan jiwa yang seperti dia, kedua jiwa itu saling memahami secara luar biasa dalam kaitan dengan masalah-masalah ini meskipun mereka sedikit sekali berbicara satu sama lain. Suatu jiwa yang disatukan dengan Allah secara ini dengan mudah mengenali jiwa-jiwa lain yang seperti dia, juga kalau jiwa yang kedua itu tidak pernah mengungkapkan [kehidupan] batinnya kepadanya, tetapi hanya berbicara seperti biasa. Ini adalah sejenis kekerabatan rohani. Jiwa yang disatukan dengan Allah dengan cara ini tidak banyak, lebih sedikit daripada yang kita bayangkan.

(769) Aku memperhatikan bahwa Tuhan memberikan rahmat ini kepada jiwa-jiwa dengan dua tujuan. Pertama, untuk memberikan kekuatan ketika suatu jiwa harus melakukan pekerjaan besar yang, secara manusiawi, sama sekali di luar kemampuannya. Kedua, agar jiwa-jiwa yang memiliki kepedulian yang sama dapat dituntun dan ditenangkan meskipun Tuhan dapat memberikan rahmat ini, sesuai dengan perkenan-Nya, kepada siapa pun yang Ia kehendaki. Aku telah menyaksikan rahmat ini dalam diri tiga imam, yang satu adalah seorang imam diosesan dan dua yang lain adalah imam biarawan; aku juga menyaksikannya dalam diri dua suster biarawati, tetapi tidak dengan tingkat yang sama.

(770) Mengenai aku sendiri, aku menerima rahmat ini untuk pertama kali, dan itu terjadi dalam waktu yang sangat singkat, pada usia delapan belas tahun. Peristiwa itu terjadi dalam oktaf Hari Raya Tubuh Kristus, dalam Ibadat Sore, ketika aku mengikrarkan kaul kemurnian kekal kepada Tuhan Yesus. Waktu itu, aku masih hidup di dunia, tetapi segera sesudahnya aku masuk biara. Rahmat itu berlangsung selama waktu yang sangat singkat, tetapi kekuatannya sangat besar. Sesudah penerimaan rahmat ini, ada selang waktu yang panjang sekali. Memang benar, dalam selang waktu itu, aku menerima banyak rahmat dari Tuhan, tetapi rahmat itu berbeda. Masa itu adalah masa pencobaan dan pemurnian. Pencobaan-pencobaan itu begitu menyakitkan sehingga jiwaku merasa seolah-olah ditinggalkan sama sekali oleh Allah dan tenggelam dalam kegelapan besar. AKu menjadi sadar dan mengerti bahwa tidak seorang akan mampu mengeluarkan aku dari siksaan-siksaan itu, bahkan tidak mampu memahami aku.
            Ada dua peristiwa ketika jiwaku hanyut dalam keputusasaan; yang pertama selama setengah jam, dan yang kedua selama tiga perempat jam. Sebagaimana aku tidak mampu melukiskan besarnya rahmat, demikian juga aku tidak mampu melukiskan siksaan yang dikirim Allah itu; kata apa pun yang mungkin aku gunakan, semua itu hanyalah bayangan kabur [dari realitasnya]. Tetapi, sebagaimana Tuhan menceburkan aku ke dalam cobaan-cobaan itu, demikian juga Ia mengeluarkan aku dari sana. Baru beberapa tahun kemudian, aku menerima lagi rahmat kesatuan yang luar biasa ini, yang berlangsung sampai hari ini. Namun, dalam peristiwa kesatuan yang kedua ini, juga terjadi sela-sela singkat. Tetapi sekarang untuk beberapa waktu, aku tidak mengalami sela apa pun; sebaliknya, aku semakin hari semakin dalam terbenam dalam Allah. Cahaya terang benderang yang menyinari budi memberiku suatu pengetahuan tentang keagungan Allah; tetapi ini berbeda dari pengenalanku sebelumnya mengenai sifat-sifat Allah, yakni satu demi satu; - sungguh, yang sekarang ini sama sekali berbeda, yakni serentak: aku mengenal seluruh jati diri Allah.

(771) Pada saat yang sama, jiwa tenggelam sepenuhnya dalam Allah dan mengalami suatu kebahagiaan yang sama besarnya seperti kebahagiaan yang dirasakan oleh orang-orang terpilih di surga. Memang, jiwa-jiwa terpilih yang ada di surga memandang Allah dari muka-ke muka dan sungguh-sungguh amat berbahagia. Tetapi, pengenalan mereka terhadap Allah tidaklah sama. Allah telah membuat aku memahaminya. Pengetahuan yang mendalam ini dimulai di bumi, sesuai dengan rahmat [yang diberikan], tetapi mendalamnya pengetahuan itu juga tergantung pada kesetiaan kita kepada rahmat itu.
            Jiwa yang baru pertama kali menerima rahmat kesatuan dengan Allah tidak dapat berkata bahwa ia melihat Allah dari muka ke muka sebab di sini ada selubung iman yang sangat tipis, tetapi selubung itu begitu tipis sehingga jiwa dapat berkata bahwa ia melihat Allah dan berbicara dengan Dia. Jiwa itu “diilahikan”. Allah mengizinkan jiwa itu mengetahui betapa besarnya kasih Allah kepada jiwa itu, dan jiwa itu melihat bahwa jiwa-jiwa yang lebih baik dan lebih kudus daripadanya tidak pernah menerima rahmat ini. Oleh karena itu, ia dipenuhi dengan pesona kudus, yang menjaga dia dalam kerendahan hati yang mendalam, dan ia membenamkan diri dalam kehampaan dirinya dan sekaligus dalam pesona kudus; semakin ia merendahkan diri, semakin erat Allah menyatukan Diri dengan jiwa itu dan menggantungkan Diri padanya.
            Seperti sbelumnya, pada saat seperti itu, jiwa itu tetap tersembunyi; indranya tidak aktif; dalam saat seperti itu, ia mengenal Allah dan membenamkan diri di dalam Dia. Ia mengenal seluruh lubuk Hati Allah yang Tak Terbatas, dan semakin dalam pengetahuan ini, semakin berkobar kerinduan jiwa itu akan Dia.

(772) Sungguh besar pertukaran timbal balik antara jiwa dan Allah. Ketika jiwa meninggalkan persembunyiannya, indra dapat merasakan kesukaan yang dialami oleh jiwa itu. Sungguh, ini pun suatu rahmat besar dari Allah. Tetapi, rahmat ini tidak melulu rohani. Dalam tahap awal, indra tidak mengambil bagian. Setiap rahmat memberikan daya dan kekuatan kepada jiwa untuk bertindak, dan untuk berani menderita. Dengan amat baik, jiwa ini mengetahui apa yang diminta Allah darinya, dan ia melaksanakan kehendak kudus Allah meskipun harus mengalami penderitaan.

(773) Tetapi, dengan kekuatannya sendiri, jiwa tidak dapat melangkah maju dalam hal-hal seperti ini. Ia harus mengikuti nasihat bapak pengakuan yang mendapat penerangan dari Allah; kalau tidak, ia dapat tersesat atau usahanya menjadi sia-sia.

(774) O Yesusku, aku tahu dengan baik, sebagaimana demam diukur dengan termometer dan demam tinggi mengungkapkan suatu penyakit yang serius, demikian juga dalam kehidupan rohani, penderitaan adalah termometer yang mengukur kasih Allah yang ada dalam suatu jiwa.

(775) Tujuanlu adalah Allah... dan kebahagiaanku adalah memenuhi kehendak-Nya; tidak ada suatu pun di dunia ini, entah kekuasaan entah kekuatan apa pun juga yang dapat mengganggu kebahagiaan ini.

(776) Hari ini, Tuhan mengunjungi kamarku dan berkata kepadaku, “Putri-Ku, Aku tidak akan membiarkan engkau tinggal di dalam Kongregasi ini lebih lama lagi. Aku memberitahukan ini kepadamu supaya engkau lebih cermat dalam memanfaatkan rahmat yang Aku berikan kepadamu.”

(777) 27 November [1936]. Dalam roh, hari ini aku berada di surga; aku melihat keindahannya yang tak terlukiskan dan kebahagiaan yang menantikan kita sesudah kematian. Aku melihat segala makhluk melambungkan pujian dan kemuliaan tanpa henti kepada Allah. Aku melihat betapa besarnya kebahagiaan di dalam Allah; kebahagiaan itu menyebar kepada segala ciptaan, dan membuat mereka berbahagia; kemudian segala kemuliaan dan pujian yang muncul dari kebahagiaan ini kembali ke sumbernya; dan segala makhluk itu masuk ke dalam lubuk hati Allah, memandangkan kehidupan batin Allah, Bapa, Putra, dan Roh Kudus, yang tidak pernah akan mereka pahami atau selami.
            Sedari hakikatnya, sumber kebahagiaan ini tidak akan berubah, tetapi selalu baru dan terus menerus menyalurkan kebahagiaan kepada segala ciptaan. Kini aku memahami kata-kata St.Paulus, “Apa yang disediakan Allah bagi orang-orang yang mengasihi Dia tidak pernah dilihat oleh mata, atau didengar oleh telinga, atau terlintas di dalam hati.”

(778) Dan, Allah telah membuat aku memahami bahwa hanya ada satu hal yang tiada tara nilainya dalam pandangan-Nya, yakni kasih akan Allah; kasih, kasih, dan sekali lagi, kasih. Tidak ada suatu pun yang dapat dibandingkan dengan kasih yang murni akan Allah ini. Oh, betapa tak terselami karunia-karunia Allah yang membuat suatu jiwa mengasihi Allah secara tulus! Oh, betapa bahagianya jiwa yang ketika di bumi ini sudah menikmati karunia istimewa dari Allah ini. Dan, seperti itulah jiwa-jiwa yang kecil dan rendah hati.

(779) Secara lebih mendalam, aku mulai memahami kemuliaan Allah yang agung itu, yang disembah oleh roh-roh surgawi sesuai dengan tingkatan rahmat dan hirarki yang sudah ditentukan bagi mereka. Menyaksikan kemuliaan itu, jiwaku tidak ketakutan atau gemetar; tidak, tidak, sama sekali tidak! Sebaliknya, jiwaku dipenuhi dengan damai dan kasih, dan semakin dalam aku memahami kemuliaan Allah, semakin besarlah sukacitaku karena Dia adalah Allah. Ketika menyaksikan kemuliaan Allah, aku bersukacita luar biasa! Aku bersukacita bahwa aku ini sedemikian kecil sebab, justru karena aku kecil, Allah membawa aku dalam pelukan tangan-Nya dan mendekapku erat-erat di dalam Hati-Nya.

(780) Ya Allahku, betapa aku merasa kasihan terhadap orang-orang yang tidak percaya akan kehidupan kekal; betapa khusyuknya aku berdoa bagi mereka agar mereka pun diselimuti oleh sinar kerahiman, dan agar Allah mendekapkan mereka ke pangkuan kebapaan-Nya, O kasih, o Ratu!

(781) Kasih tidak mengenal takut. Ia melintas melewati semua paduan suara para malaikat yang berjaga di hadapan takhta Allah. Ia tidak akan takut terhadap siapa pun. Ia sampai kepada Allah dan terbenam di dalam Dia sebagai satu-satunya hartanya. Para Kerub yang berjaga di firdaus dengan pedang bernyala tidak memiliki kekuasaan atas dia. O kasih yang murni terhadap Allah, betapa besar dan tiada tara engkau! Oh, kalau saja jiwa-jiwa memahami kekuatanmu!

(782) Hari ini, tubuhku sangat lemah. Aku bahkan tidak mampu melakukan meditasiku di kapel, tetapi harus tetap terbaring di tempat tidur. O Yesusku, aku mengasihi Engkau dan, justru dengan kelemahan ini, aku ingin menyembah-Mu dengan menyerahkan diriku sepenuhnya kepada kehendak-Mu yang kudus.

(783) Khususnya pada hari ini, aku harus waspada sebab aku menjadi terlalu peka terhadap segala sesuatu. Hal-hal yang tidak aku perhatikan ketika aku sehat kini merisaukan aku. O Yesusku, Perisaiku dan Kekuatanku, berilah aku rahmat-Mu agar aku boleh keluar dari pertempuran ini sebagai pemenang. O Yesusku, dengan kuasa kasih-Mu, ubahlah aku menjadi diri-Mu sendiri sehingga aku dapat menjadi alat yang berharga dalam memaklumkan kerahiman-Mu.

(784) 29 November [1936]. Bunda Allah telah mengajar aku bagaimana mempersiapkan diri untuk Pesta Natal. Hari ini, aku melihat dia tanpa Bayi Yesus. Ia berkata kepadaku, “Putri-Ku, upayakanlah sungguh-sungguh keheningan dan kerendahan hati supaya Yesus, yang terus menerus tinggal di dalam hatimu, dapat beristirahat. Sembahlah Dia di dalam hatimu; jangan meninggalkan hidup batinmu. Putriku, aku akan memperoleh bagimu rahmat kehidupan batin yang sedemikian besar sehingga tanpa pernah meninggalkan kehidupan batin engkau mampu melaksanakan semua tugas lahiriahmu dengan perhatian yang bahkan lebih besar. Tinggallah bersama Dia terus menerus dalam ruang hatimu sendiri. Ia akan menjadi kekuatanmu. Berkomunikasilah dengan ciptaan-ciptaan hanya sejauh perlu dan sejauh dituntut oleh tugas-tugasmu. Engkau adalah tempat tinggal yang menyenangkan bagi Allah yang hidup; dalam dirimu Ia terus menerus tinggal dengan penuh kasih dan sukacita. Dan kehadiran Allah yang hidup, yang engkau alami dengan lebih nyata dan gamblang akan meneguhkan engkau, Putriku, dalam segala hal yang telah kukatakan kepadamu. Berusahalah berlaku seperti ini sampai Hari Natal, dan kemudian Ia sendiri akan memberitahukan kepadamu dengan cara apa engkau akan mempersatukan dan menyatukan diri dengan Dia.”

(786) 30 November [1936]. Hari ini, dalam Ibadat Sore, rasa sakit yang tidak biasa menembus jiwaku. Aku melihat bahwa dalam segala hal karya ini melampaui kekuatanku. Aku adalah seorang anak kecil di hadapan tugas raksasa, dan hanya karena perintah Tuhan yang sangat jelas aku bersiap-siap untuk melaksanakannya. Di samping itu, rahmat-rahmat yang besar ini pun malah merupakan suatu beban bagiku dan aku hampir tidak mampu menanggungnya. Aku menyaksikan segala bentuk ketidakpercayaan dan keragu-raguan para superiorku dan karena alasan ini, mereka menunjukkan perilaku yang begitu gelisah terhadapku. O Yesusku, aku merasakan bahwa rahmat-rahmat yang besar itu bahkan dapat menjadi [suatu sumber] penderitaan. Tetapi, memang harus demikian; sebagai tanda dari karya Allah, rahmat itu bukan hanya dapat menjadi sumber penderitaan, tetapi memang harus menjadi sumber penderitaan. Aku memahami dengan baik bahwa jika dalam aneka penderitaan ini Allah sendiri tidak menguatkan jiwa, pasti jiwa itu tidak akan mampu mengatasi situasi. Dengan demikian, Allah sendiri menjadi perisainya.
Ketika aku melanjutkan Ibadat Sore, sambil merenungkan perpaduan antara penderitaan dan rahmat ini, aku mendengar suara Bunda kita, “Ketahuilah, Putriku, bahwa meski aku diangkat ke martabat Bunda Allah, tujuh pedang penderitaan menusuk hatiku. Jangan melakukan suatu pun untuk membela diri; tanggunglah segala sesuatu dengan rendah hati; Allah sendiri akan membela engkau.”

(787) 1 Desember [1936]. Retret Satu Hari.

Hari ini dalam meditasi pagi, Tuhan membuat aku melihat dan memahami dengan jelas bahwa permintaan-permintaan-Nya tidak dapat diubah. Aku melihat dengan jelas bahwa tidak seorang pun dapat membebaskan aku dari tugas melaksanakan kehendak Allah. Kekurangan besar dalam kesehatan dan kekuatan ragawi tidak menjadi alasan yang cukup dan tidak membebaskan aku dari karya yang dilaksanakan oleh Tuhan sendiri lewat aku ini. Aku ini hanyalah suatu alat di tangan-Nya. Oleh karena itu, ya Tuhan, aku serahkan diriku untuk melaksanakan kehendak-Mu. Perintahlah aku sesuai dengan keinginan dan rencana-rencana kekal-Mu. Hanya saja, berilah aku rahmat supaya aku dapat selalu setia kepada-Mu.

(788) Ketika aku sedang bercakap-cakap dengan Allah yang tersembunyi, Ia membuat aku melihat dan memahami bahwa aku tidak boleh berpikir terlalu banyak dan membesar-besarkan ketakutan terhadap kesulitan-kesulitan yang mungkin aku hadapi.
“Ketahuilah bahwa Aku menyertaimu; Akulah yang memunculkan kesulitan-kesulitan dan Aku pula yang mengatasinya; dalam sekejap, Aku dapat mengubah hati yang menentang masalah ini menjadi hati yang sangat mendukungnya.”
Dalam dialog hari ini, Tuhan menjelaskan banyak hal kepadaku meskipun tidak segala-galanya aku tuliskan.

(789) Selalu dan dalam segala situasi, berikanlah tempat pertama kepada orang lain; khususnya selama rekreasi, dengarkanlah orang lain dengan tenang, tanpa menyela, juga kalau seseorang menceritakan kepadaku hal yang sama sampai sepuluh kali. Aku tidak pernah akan bertanya tentang sesuatu yang sangat menarik hatiku.

(790) Keputusanku masih tetap sama, yaitu menyatukan diriku dengan Kristus yang maharahim. Keputusan umum: keheningan batin, silentium.

(791) Ya Yesus, sembunyikanlah aku dalam lubuk kerahiman-Mu, dan kemudian biarlah sesamaku menghakimi aku sesuka hatinya.

(792) Aku tidak pernah boleh menceritakan pengalaman-pengalamanku sendiri. Ketika menanggung penderitaan, aku harus mencari kelegaan di dalam doa. Ketika mengalami keragu-raguan, juga yang paling ringan, aku hanya boleh minta nasihat bapak pengakuanku. Aku harus selalu memiliki hati yang terbuka untuk menerima penderitaan orang lain, dan membenamkan penderitaan-penderitaanku dalam Hati ilahi sehingga penderitaan itu tidak akan dilihat orang, sejauh itu mungkin.
            Aku harus selalu mengusahakan ketenangan, tidak peduli betapa besar badai yang melanda situasiku. Aku tidak boleh membiarkan suatu pun mengganggu ketenangan dan keheningan batinku. Tidak suatu pun dapat menandingi damai jiwa. Kalau aku salah menilai sesuatu, aku tidak akan menjelaskan diriku; kalau superior ingin tahu kebenaran, apakah aku berada di jalan yang baik atau tidak, biarlah ia mencarinya dari orang-orang lain, bukan dari diriku sendiri. Yang penting bagiku adalah menerima segala sesuatu dengan keterbukaan batin yang rendah hati.
            Aku akan meluangkan masa Adven ini sesuai dengan arahan Bunda Allah: dalam keheningan dan kerendahan hati.

(793) Aku sedang menghayati saat-saatku bersama Bunda kita. Dengan kerinduan yang besar, aku sedang menantikan kedatangan Tuhan. Sungguh besarlah kerinduanku. Aku ingin agar seluruh umat manusia mulai mengenal Tuhan. Aku ingin mempersiapkan segala bangsa untuk menyambut kedatangan Sang Sabda yang menjelma. O Yesus, buatlah sumber kerahiman-Mu memancar dengan berlimpah-limpah karena umat manusia kini sedang parah dan karena itu lebih dari kapan pun mereka membutuhkan belas kasihan-Mu. Bagi kami orang berdosa, Engkau adalah lautan kerahiman yang tanpa batas; dan semakin besar kepapaan kami, semakin besar hak kami untuk menerima kerahiman-Mu. Engkau adalah sumber yang membuat segala ciptaan berbahagia karena kerahiman-Mu yang tak terbatas.

(794) Hari ini [9 Desember 1936], aku berangkat ke Pradnik, tidak jauh dari Krakow, untuk menjalani perawatan. Aku harus tinggal di sana selama tiga bulan. Aku dikirim ke sana berkat keprihatinan mendalam dari para superiorku, khususnya dari Muder Jenderal kami yang terkasih, yang sedemikian peduli terhadap para suster yang sakit. Aku sudah menerima rahmat untuk dirawat, tetapi aku menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah. Biarlah Allah bertindak terhadapku sesuai dengan perkenan-Nya.

(795) Aku hanya ingin memenuhi kehendak-Nya yang kudus. Aku menyatukan diriku dengan Bunda Allah, dan aku meninggalkan Nazaret untuk pergi ke Betlehem. Aku akan merayakan Natal di sana, di tengah orang-orang asing, tetapi bersama Yesus, Maria, dan Yusuf sebab begitulah kehendak Allah. AKu berusaha melaksanakan kehendak Allah dalam segala hal. Aku lebih merindukan kematian daripada kesehatan. Aku mempercayakan diriku sepenuhnya kepada kerahiman-Nya yang tak terbatas dan, seperti seorang anak kecil, aku hidup dalam suasana hati yang amat tenang. Aku hanya berusaha agar kasihku akan Tuhan menjadi semakin dalam dan semakin murni, dan agar aku menjadi suatu kesukaan bagi pandangan mata ilahi-Nya.

(796) Yesus menyuruh aku mendaras Koronka selama sembilan hari sebelum Pesta Kerahiman Ilahi. Doa ini harus dimulai pada hari Jumat Agung. “Berkat novena ini, Aku akan memberikan segala rahmat yang mungkin diberikan kepada jiwa-jiwa.”

(797) Ketika aku sedang dicekam oleh suatu rasa takut karena aku harus tinggal sendirian di luar Kongregasi untuk waktu yang begitu lama, Yesus berkata kepadaku, “Engkau tidak akan sendirian sebab Aku menyertaimu senantiasa dan di mana-mana. Dekatlah pada Hati-Ku, janganlah takut akan suatu pun. Aku sendiri yang menginginkan keberangkatanmu. Ketahuilah bahwa mata-Ku mengikuti setiap gerak hatimu dengan penuh perhatian. Aku sedang membawa engkau ke dalam pengasingan supaya Aku sendiri dapat membentuk hatimu seturut rencana-rencana masa depan-Ku. Apakah yang engkau takutkan? Kalau engkau bersama-Ku, siapakah yang berani menyentuhmu? Bagaimana pun Aku sangat senang bahwa engkau mempercayakan ketakutan-ketakutanmu kepada-Ku, Putri-Ku, katakanlah segala sesuatu kepada-Ku dengan cara yang sungguh sederhana dan manusiawi; dengan cara ini, engkau akan memberi-Ku sukacita yang besar. Aku memahami engkau sebab Aku ini Allah-Manusia. Bahasa sederhana yang dituturkan hatimu ini lebih menyenangkan Hati-Ku daripada madah-madah yang digubah untuk menghormati-Ku. Ketahuilah, Putri-Ku, bahwa semakin sederhana bicaramu, akan semakin kuat engkau menarik Aku kepadamu. Dan sekarang, tenangkanlah hatimu di dekat Hati-Ku. Taruhlah penamu dan bersiaplah untuk berangkat.”

(798) 9 Desember 1936. Pagi ini, aku berangkat ke Pradnik. Suster Chryzostoma mengantarku ke sana. Aku mempunyai kamar pribadi untuk aku sendiri; aku sangat mirip dengan seorang suster Karmelites. Ketika Sr. Chryzostoma pulang dan aku sendirian, aku membenamkan diri dalam doa, menyerahkan diri kepada perlindungan istimewa Bunda Allah. Ia sendiri selalu menyertai aku. Ia, seperti seorang Ibu yang baik, selalu memperhatikan segala usaha dan jerih payahku.

(799) Tiba-tiba, aku melihat Tuhan Yesus yang berkata kepadaku, “Tenangkanlah hatimu, Anak-Ku. Lihatlah, engkau tidak sendirian. Hati-Ku selalu mengawasi engkau.” Yesus memenuhi aku dengan kekuatan dalam kaitan dengan seseorang. AKu merasakan ada kekuatan di dalam jiwaku.

(800) Asas Moral

Kalau orang tidak tahu mana yang lebih baik, ia harus merenungkan, mempertimbangkan, dan mencari nasihat sebab orang tidak boleh bertindak dengan hati nurani yang tidak pasti. Kalau engkau sedang bimbang, berkatalah dalam hati, “Apa pun yang aku lakukan akan mendatangkan kebaikan. Sebab aku mempunyai maksud untuk berbuat baik.” Orang tidak boleh kecewa kalau, sesudah beberapa waktu, menyadari bahwa hal-hal itu tidak baik. Allah memperhatikan maksud hati yang ada pada kita saat mulai melakukan sesuatu, dan akan memberi ganjaran yang sesuai. Inilah asas yang harus kita ikuti.