(751) Nah, Engkau tahu, Yesus,
bahwa segala sesuatu sekarang terserah kepada-Mu. Aku sungguh-sungguh merasa
damai meskipun menghadapi desakan-desakan yang kuat ini. Dari pihakku, aku
telah melakukan segala sesuatu, dan sekarang giliran-Mu, o Yesusku, dan dengan
cara ini Engkau akan membuat segalanya menjadi jelas. Aku sepenuhnya mengikuti
kehendak-Mu; lakukanlah atas diriku seperti yang berkenan pada-Mu, ya Tuhan,
hanya saja berilah aku rahmat agar dari hari ke hari kasihku pada-Mu semakin
bernyala-nyala. Inilah yang paling berharga bagiku. Aku tidak menginginkan
suatu pun kecuali Engkau, o Kasih Kekal! Tidaklah menjadi masalah lewat jalan
mana Engkau akan menuntun aku, jalan penderitaan atau jalan sukacita. Aku ingin
mengasihi Engkau pada setiap saat dalam hidupku. Kalau Engkau, ya Yesus,
menyuruh aku pergi untuk melaksanakan kehendak-Mu, maka aku akan pergi. Kalau
Engkau menyuruhku tetap tinggal, maka aku akan tinggal. Tidaklah menjadi
masalah apa yang akan aku derita, yang ini atau yang itu. O Yesusku, kalau aku
harus pergi, biarlah aku tahu apa yang harus aku derita dan aku tanggung. Aku
menerima semua ini dengan penuh kesadaran, dan aku sudah menerimanya dengan
segenap kemauan. Tidaklah menjadi masalah apa yang tersedia dalam piala itu
untukku. Cukuplah bagiku untuk mengetahui bahwa piala itu telah diberikan
kepadaku oleh tangan Allah yang penuh kasih. Kalau Engkau menyuruh aku kembali
dan tetap tinggal, aku akan tinggal meskipun harus terus merasakan
desakan-desakan batin. Kalau Engkau masih ingin membiarkan semua itu berkecamuk
di dalam jiwaku dan meninggalkan aku dalam sakratulmaut batin ini sampai akhir
hidupku, aku menerimanya dengan penuh kesadaran kehendakku dan dengan
penyerahan diri penuh kasih kepada-Mu, ya Allahku. Kalau aku harus tinggal, ya
Allahku, aku akan menyembunyikan diri dalam kerahiman-Mu sedemikian dalam
sehingga tidak ada mata insan yang akan melihat aku. Sepanjang hayatku, aku
ingin menjadi pedupaan yang penuh dengan bara api yang tersembunyi; semoga
asapnya yang membubung ke hadirat-Mu, o Hosti yang Hidup, menyenangkan Hati-Mu.
Dalam hatiku sendiri, aku merasa bahwa setiap pengurbanan yang kecil pun
mengobarkan api kasihku kepada-Mu, tetapi dengan cara yang begitu tersembunyi
dan rahasia sehingga tidak seorang pun akan mengetahuinya.
(752) Ketika aku menyampaikan
kepada Muder Jenderal bahwa Tuhan menghendaki agar Kongregasi mendaras Koronka
untuk meredakan murka Allah itu, Muder mengatakan kepadaku bahwa untuk saat ini
ia tidak dapat memasukkan doa-doa baru yang belum disahkan ... “Tetapi, berikan Koronka itu kepadaku,
Suster, [katanya] barangkali Koronka itu dapat didoakan waktu adorasi. Akan
kita lihat. Kiranya baik kalau Pastor Sopocko dapat menerbitkan suatu brosur
dengan Koronka; dengan demikian akan lebih baik dan lebih mudah untuk
mendarasnya dalam Kongregasi karena sekarang ini agak sulit untuk
melaksanakannya.”
(753) Kerahiman Tuhan dipuji oleh
jiwa-jiwa kudus di surga yang sudah mengalami kerahiman yang tak terbatas itu.
Apa yang dilakukan oleh jiwa-jiwa yang di surga itu, aku sudah ingin memulainya
di bumi ini. Aku akan memuji Allah karena kebaikan-Nya yang tak terbatas, dan
aku akan berusaha membawa jiwa-jiwa untuk mengenal serta memuliakan kerahiman
Allah yang tak terperikan dan tak terselami.
(754) Tuhan berjanji, “Orang-orang
yang mendaraskan Koronka ini akan direngkuh oleh kerahiman-Ku sepanjang masa
hidupnya, dan teristimewa pada saat kematian mereka.”
(755) O Yesusku, ajarlah aku
membuka pintu kerahiman dan kasih kepada setiap orang yang memintanya. Yesus,
Pemimpinku, ajarlah aku agar semua doa dan perbuatanku dapat membawa meterai
kerahiman-Mu.
(756) 18 November 1936. Hari ini,
aku berusaha melakukan semua latihan rohaniku sebelum kebaktian kepada Sakramen
Mahakudus sebab aku merasa sakitku lebih parah daripada biasanya. Maka,
langsung sesudah kebaktian, aku pergi tidur. Tetapi, ketika aku masuk ke kamar
tidur, tiba-tiba aku menyadari secara batin bahwa aku harus pergi ke kamar Sr.
N. karena ia membutuhkan pertolongan. Aku langsung masuk ke kamarnya, dan Sr.
N. berkata kepadaku, “Oh, sungguh baik
bahwa Allah mengantar engkau ke sini, Suster!” Dan suaranya begitu lirih
sehingga aku hampir-hampir tidak mendengarnya. Ia berkata kepadaku, “Suster, tolong bawakan aku sedikit teh
dengan lemon sebab aku sangat kehausan, dan aku tidak dapat bergerak sebab
sakitku begitu parah.” Dan sungguh, ia sangat menderita dan demamnya sangat
tinggi. Aku melayaninya, dan dengan sedikit teh yang aku bawa kepadanya ia
dapat meredakan rasa hausnya. Ketika aku masuk ke kamarku sendiri, jiwaku
dipenuhi dengan kasih yang bernyala-nyala kepada Allah. Aku menyadari bahwa
kita harus sungguh memperhatikan bisikan batin dan mengikutinya dengan setia,
dan kesetiaan kepada satu rahmat akan menurunkan rahmat-rahmat yang lain.
(757) 19 November [1936]. Dalam
misa kudus hari ini, aku melihat Tuhan Yesus yang berkata kepadaku, “Tenanglah,
Putri-Ku; AKu menyaksikan usaha-usahamu yang sangat menyenangkan Hati-Ku.”
Kemudian Tuhan menghilang, dan tibalah saatnya untuk komuni kudus. Sesudah
menyambut komuni kudus, tiba-tiba aku melihat Senakel dan di sana hadir Tuhan
Yesus serta para rasul. Aku melihat penetapan Sakramen Mahakudus. Yesus
mengizinkan aku masuk ke dalam batin-Nya dan aku menyaksikan keagungan
kemuliaan-Nya dan, pada saat yang sama, aku menyaksikan juga kerelaan-Nya yang
besar untuk merendahkan diri. Cahaya yang terang benderang memungkinkan aku
melihat keagungan-Nya yang diperlihatkan kepadaku, dan pada saat itu juga, aku
melihat apa yang ada dalam jiwaku sendiri.
(758) Yesus membuat aku menyaksikan
lubuk kelembutan dan kerendahan hati-Nya; Ia juga membuat aku memahami bahwa
dengan jelas Ia meminta hal yang sama dariku. Aku merasakan tatapan mata Allah
ke dalam jiwaku. Tatapan ini memenuhi hatiku dengan kasih yang tak terperikan,
tetapi aku tahu bahwa dengan penuh kasih Tuhan memandang keutamaan-keutamaan
dan usaha-usaha gigihku, da aku tahu bahwa inilah yang menarik Allah masuk ke
dalam hatiku. Dari sinilah aku menjadi tahu bahwa tidaklah cukup bagiku hanya
mengusahakan keutamaan-keutamaan yang biasa-biasa; lebih dari itu, aku harus
sungguh-sungguh mengupayakan keutamaan-keutamaan yang ulung. Barangkali secara
lahiriah sesuatu itu tampak sangat biasa, tetapi cara pelaksanaannya dapat
membuatnya menjadi istimewa, dan ini hanya dapat ditangkap oleh mata Allah. O
Yesusku, apa yang telah kutulis hanyalah bayangan yang kabur dari apa yang aku
pahami dalam jiwaku; semua ini adalah hal-hal yang sungguh rohani, padahal
untuk menuliskan sesuatu yang diberitahukan Tuhan kepadaku, aku harus
menggunakan kata-kata yang sama sekali tidak memuaskan sebab kata-kata itu
tidak mampu mengungkapkan realita yang sesuangguhnya.
(759) Ketika aku mengalami
penderitaan-penderitaan ini untuk pertama kalinya, kejadiannya adalah sebagai
berikut: pada suatu hari, sesudah kaul setahun, dalam dia aku melihat cahaya
yang sangat terang dan cahaya itu keluar sinar-sinar yang menyelubungi aku.
Kemudian, tiba-tiba aku merasakan rasa sakit yang nyeri pada tanganku, kakiku,
dan lambungku, dan merasakan tusukan duri-duri dari mahkota duri. Aku mengalami
penderitaan-penderitaan ini dalam misa kudus pada hari Jumat, tetapi ini hanya
berlangsung singkat. Penderitaan ini terulang pada beberapa hari Jumat, dan
kemudian aku tidak mengalami suatu penderitaan pun sampai sekarang, yakni
sampai akhir September tahun ini. Dalam kaitan dengan penyakitku yang sekarang,
aku merasakan diriku tertusuk-tusuk dengan penderitaan yang sama dalam misa kudus
pada suatu hari Jumat; penderitaan ini terulang kembali pada setiap Jumat dan
kadang-kadang au rasakan juga ketika aku berjumpa dengan suatu jiwa yang tidak
berada dalam keadaan rahmat. Memang penderitaan-penderitaan ini tidak sering
terjadi, dan berlangsung dalam waktu yang sangat singkat; tetapi penderitaan
itu sungguh dahsyat, dan tanpa rahmat istimewa dari Allah, aku tidak mampu
menanggungnya. Tidak ada tanda-tanda lahiriah dari penderitaan-penderitaan ini.
Apakah yang akan terjadi kemudian, aku tidak tahu. Semua ini demi keselamatan
jiwa-jiwa...
(760) 21 November [1936]. Ya Yesus,
Engkau tahu bahwa aku tidak sakit parah, tetapi juga tidak sehat. Engkau
memenuhi jiwaku dengan gairah untuk bekerja, tetapi aku tidak memiliki
kekuatan. Api kasihku berkobar di dalam diriku, dan apa yang tidak dapat
kupenuhi dengan kekuatan raga akan disempurnakan oleh kasih.
(761) Ya Yesus, rohku merindukan
Engkau, dan aku sangat ingin bersatu dengan-Mu, tetapi karya-karya-Mu menahan
aku. Jumlah jiwa yang harus kubawa kepada-Mu masih kurang. AKu merindukan
sengsara dan penderitaan; biarlah segala sesuatu yang telah Engkau rencanakan
sebelum segala zaman digenapi dalam diriku, ya Pencipta dan Tuhanku! Hanya
sabda-Mu yang aku dengarkan; hanya sabda-Mu yang memberi aku kekuatan. Roh-Mu,
ya Tuhan, adalah Roh Damai; dan tidak ada suatu pun yang mengganggu lubuk
hatiku sebab Engkau tinggal di sana, ya Tuhan.
Aku
tahu, ya Tuhan, bahwa aku berada di bawah tatapan mata-Mu yang sangat istimewa.
Aku tidak menyelidiki dengan cemas rencana-rencana-Mu yang menyangkut diriku;
tugasku adalah menerima segala sesuatu dari tangan-Mu. Aku tidak takut akan
suatu pun meskipun badai menerjang dan halilintar dahsyat menyambar-nyambar,
dan kemudian aku merasa sangat kesepian. Tetapi, hatiku merasakan Engkau, dan
pengharapanku pun berkembang, dan aku menyaksikan kemahakuasaan-Mu yang
menopang aku. Bersama Engkau, ya Yesus, aku menjalani hidupku, di tengah badai
dan pelangi, diiringi pekik sukacita, sambil melagukan nyanyian kerahiman-Mu.
Aku tidak akan berhenti melagukan masdah kasihku sampai paduan suara para
malaikat mengambil alihnya. Tidak ada kekuatan yang akan menghentikan aku dalam
terbangku menuju Allah. Aku melihat bahwa bahkan para superior pun tidak selalu
memahami tuntunan Allah terhadap aku, dan aku tidak heran akan hal ini.
(762) Pernah, aku melihat Pastor
Sopocko sedang berdoa, sepertinya ia sedang merenungkan masalah-masalah ini.
Kemudian, aku melihat suatu cahaya berbentuk bundar tiba-tiba tampak di atas
kepalanya. Meskipun kami berdua dipisahkan oleh jarak yang jauh, aku sering
melihat dia, khususnya ketika ia sedang bekerja di mejanya meskipun tampak
sangat letih.
(763) 22 November 1936. Hari ini,
dalam pengakuan dosa, Tuhan Yesus berbicara kepadaku lewat bibir imam tertentu.
Imam ini tidak mengenal jiwaku, dan aku hanya mengakukan dosa-dosaku; tetapi ia
mengucapkan kata-kata berikut, “Laksanakanlah dengan setia segala sesuatu yang
diminta Yesus darimu meskipun menghadapi kesulitan. Ketahuilah bahwa meskipun
manusia barangkali marah terhadapmu, Yesus tidak marah dan tidak pernah akan
marah terhadapmu. Jangan memperhatikan pandangan manusia.” Pengajaran ini
mula-mula sungguh mengherankan hatiku; tetapi kemudian aku memahaminya: Tuhan
sedang berbicara melalui dia tanpa dia sadari. O misteri kudus, sungguh agung
harta yang terkandung di dalammu! Oh iman kudus, engkaulah tunggak penunjuk
jalan bagiku!
(764) 24 November. Hari ini, aku
menerima surat dari Pastor Sopocko. Dari surat itu aku tahu bahwa Allah
sendirilah yang mengatur semua urusan. Sebagaimana Tuhan telah memulainya,
demikianlah Ia akan melanjutkannya sampai selesai. Dan semakin besar kesulitan
yang aku saksikan, semakin damailah hatiku. Oh, andaikata dalam seluruh urusan
ini kemuliaan Allah dan keselamatan jiwa-jiwa tidak sungguh diutamakan, setan
tidak akan menentangnya sedemikian hebat. Tetapi, kini setan merasakan apa yang
sedang hilang dari kuasanya karena usaha-usaha itu. Kini aku tahu bahwa setan
membenci kerahiman lebih dari semua yang lain. Inilah siksaan yang paling berat
baginya. Namun, sabda Allah tidak akan berlalu; kata-kata Allah itu hidup;
kesulitan-kesulitan tidak akan menggagalkan karya-karya Allah, tetapi justru
akan menunjukkan bahwa semua itu adalah karya Allah...
(765) Sekali peristiwa, aku melihat
biara dari Kongregasi yang baru. Ketika aku berjalan keliling, memeriksa segala
sesuatu, tiba-tiba aku melihat sekelompok anak-anak yang tidak lebih dari lima
sampai sebelas tahun umurnya. Ketika mereka melihat aku, mereka mengerumuniku
dan mulai menangis, “Selamatkanlah kami
dari kejahatan,” dan mereka menarik aku ke dalam kapel, aku melihat Tuhan
Yesus yang sedang bersedih. Yesus memandang aku dengan sangat ramah dan
berkata, “Aku sangat dilukai oleh anak-anak; engkau harus menyelamatkan mereka
dari kejahatan!” Sejak saat itu, aku terus berdoa untuk anak-anak,
tetapi aku merasa bahwa doa saja belum cukup.
(766) O Yesusku, Engkau tahu
usaha-usaha apa yang dibutuhkan untuk hidup secara tulus dan tidak terpengaruh
oleh mereka yang secara naluriah kami hindari, atau oleh mereka yang, sengaja
atau tidak, telah membuat kami menderita. Secara manusiawi, ini mustahil. Pada
saat-saat seperti itu, lebih dari saat-saat lainnya, aku berusaha menemukan
Tuhan Yesus dalam diri orang seperti itu dan bagi Yesus yang sama ini aku
melakukan segala sesuatu untuk orang seperti itu. Dalam tindakan-tindakan
seperti itu, kasih menjadi murni, dan praktik kasih seperti itu memberi jiwa
ketahanan serta kekuatan. Aku tidak mengharapkan suatu pun dari ciptaan, dan
karena itu aku tidak dikecewakan. Aku tahu bahwa dari dirinya sendiri ciptaan
itu miskin; maka apa yang dapat diharapkan seseorang darinya? Allah adalah
segala sesuatu bagiku; aku ingin menilai segala sesuatu menurut cara Allah.
(767) Persekutuanku dengan Tuhan
kini murni bersifat rohani. Jiwaku disentuh oleh Allah dan sepenuhnya
membenamkan diri di dalam-Nya, bahkan sampai ke titik sama sekali melupakan
diri sendiri. Karena sungguh-sungguh diresapi oleh Allah, jiwa tenggelam di
dalam keindahan Allah; ia sama sekali lebur di dalam-Nya - aku tidak mampu
melukiskan kenyataan ini sebab dalam menulis aku harus menggunakan indra; padahal di sini, dalam kesatuan ini,
indra sama sekali tidak aktif; yang terjadi adalah peleburan Allah dan jiwa;
jiwa itu sedemikian larut dalam kehidupan Allah sehingga bahasa manusia tidak
dapat mengungkapkannya.
Ketika
jiwa kembali ke alam kehidupannya yang biasa, ia melihat bahwa kehidupan ini
serba gelap dan kabur dan acak-acakan seperti mimpi, seperti kain bedung bayi.
Pada saat-saat seperti itu jiwa hanya menerima dari Allah karena ia sendiri
tidak mampu berbuat sesuatu; ia bahkan tidak dapat melakukan usaha yang paling
ringan sekalipun; segala sesuatu yang ada dalam dirinya dikerjakan oleh Allah.
Tetapi, ketika jiwa itu kembali ke keadaannya yang biasa, ia merasakan bahwa
dirinya sama sekali tidak mampu melanjutkan kesatuan itu.
Saat-saat
persekutuan ini biasanya sangat singkat, tetapi pengaruhnya bertahan lama. Jiwa
tidak akan tahan tinggal lama-lama dalam keadaan itu; kalau itu terjadi, mau
tidak mau ikatannya dengan raga akan terputus selama-lamanya. Meskipun
demikian, semuanya ditopang oleh suatu mukjizat dari Allah. Allah mengizinkan
jiwa itu mengenal secara jelas betapa besar cinta-Nya kepada jiwa, seolah-olah
jiwa itu adalah satu-satunya yang membuat Ia begitu bersukacita. Jiwa itu
menyadari hal ini dengan amat jelas dan tanpa suatu selubung. Ia bersatu dengan
Allah dengan segenap kekuatannya, tetapi ia merasa seperti seorang bayi; ia
tahu bahwa semua ini ada di luar kekuasaannya. Oleh karena itu, Allah turun
kepada jiwa dan menyatukan jiwa itu dengan Diri-Nya dengan cara ... di sini,
aku terpaksa diam karena aku tidak dapat melukiskan apa yang dialami oleh jiwa
itu.
(768) Adalah hal yang aneh bahwa
meskipun jiwa yang mengalami kesatuan dengan Allah ini tidak dapat menemukan
kata-kata dan ungkapan yang memadai untuk melukiskannya, namun ketika jiwa itu
berjumpa dengan jiwa yang seperti dia, kedua jiwa itu saling memahami secara
luar biasa dalam kaitan dengan masalah-masalah ini meskipun mereka sedikit
sekali berbicara satu sama lain. Suatu jiwa yang disatukan dengan Allah secara
ini dengan mudah mengenali jiwa-jiwa lain yang seperti dia, juga kalau jiwa
yang kedua itu tidak pernah mengungkapkan [kehidupan] batinnya kepadanya,
tetapi hanya berbicara seperti biasa. Ini adalah sejenis kekerabatan rohani.
Jiwa yang disatukan dengan Allah dengan cara ini tidak banyak, lebih sedikit
daripada yang kita bayangkan.
(769) Aku memperhatikan bahwa Tuhan
memberikan rahmat ini kepada jiwa-jiwa dengan dua tujuan. Pertama, untuk
memberikan kekuatan ketika suatu jiwa harus melakukan pekerjaan besar yang,
secara manusiawi, sama sekali di luar kemampuannya. Kedua, agar jiwa-jiwa yang
memiliki kepedulian yang sama dapat dituntun dan ditenangkan meskipun Tuhan
dapat memberikan rahmat ini, sesuai dengan perkenan-Nya, kepada siapa pun yang
Ia kehendaki. Aku telah menyaksikan rahmat ini dalam diri tiga imam, yang satu
adalah seorang imam diosesan dan dua yang lain adalah imam biarawan; aku juga
menyaksikannya dalam diri dua suster biarawati, tetapi tidak dengan tingkat
yang sama.
(770) Mengenai aku sendiri, aku
menerima rahmat ini untuk pertama kali, dan itu terjadi dalam waktu yang sangat
singkat, pada usia delapan belas tahun. Peristiwa itu terjadi dalam oktaf Hari
Raya Tubuh Kristus, dalam Ibadat Sore, ketika aku mengikrarkan kaul kemurnian
kekal kepada Tuhan Yesus. Waktu itu, aku masih hidup di dunia, tetapi segera
sesudahnya aku masuk biara. Rahmat itu berlangsung selama waktu yang sangat
singkat, tetapi kekuatannya sangat besar. Sesudah penerimaan rahmat ini, ada
selang waktu yang panjang sekali. Memang benar, dalam selang waktu itu, aku
menerima banyak rahmat dari Tuhan, tetapi rahmat itu berbeda. Masa itu adalah
masa pencobaan dan pemurnian. Pencobaan-pencobaan itu begitu menyakitkan
sehingga jiwaku merasa seolah-olah ditinggalkan sama sekali oleh Allah dan
tenggelam dalam kegelapan besar. AKu menjadi sadar dan mengerti bahwa tidak
seorang akan mampu mengeluarkan aku dari siksaan-siksaan itu, bahkan tidak
mampu memahami aku.
Ada
dua peristiwa ketika jiwaku hanyut dalam keputusasaan; yang pertama selama
setengah jam, dan yang kedua selama tiga perempat jam. Sebagaimana aku tidak
mampu melukiskan besarnya rahmat, demikian juga aku tidak mampu melukiskan
siksaan yang dikirim Allah itu; kata apa pun yang mungkin aku gunakan, semua
itu hanyalah bayangan kabur [dari realitasnya]. Tetapi, sebagaimana Tuhan
menceburkan aku ke dalam cobaan-cobaan itu, demikian juga Ia mengeluarkan aku
dari sana. Baru beberapa tahun kemudian, aku menerima lagi rahmat kesatuan yang
luar biasa ini, yang berlangsung sampai hari ini. Namun, dalam peristiwa
kesatuan yang kedua ini, juga terjadi sela-sela singkat. Tetapi sekarang untuk
beberapa waktu, aku tidak mengalami sela apa pun; sebaliknya, aku semakin hari
semakin dalam terbenam dalam Allah. Cahaya terang benderang yang menyinari budi
memberiku suatu pengetahuan tentang keagungan Allah; tetapi ini berbeda dari
pengenalanku sebelumnya mengenai sifat-sifat Allah, yakni satu demi satu; -
sungguh, yang sekarang ini sama sekali berbeda, yakni serentak: aku mengenal
seluruh jati diri Allah.
(771) Pada saat yang sama, jiwa
tenggelam sepenuhnya dalam Allah dan mengalami suatu kebahagiaan yang sama
besarnya seperti kebahagiaan yang dirasakan oleh orang-orang terpilih di surga.
Memang, jiwa-jiwa terpilih yang ada di surga memandang Allah dari muka-ke muka
dan sungguh-sungguh amat berbahagia. Tetapi, pengenalan mereka terhadap Allah
tidaklah sama. Allah telah membuat aku memahaminya. Pengetahuan yang mendalam
ini dimulai di bumi, sesuai dengan rahmat [yang diberikan], tetapi mendalamnya
pengetahuan itu juga tergantung pada kesetiaan kita kepada rahmat itu.
Jiwa
yang baru pertama kali menerima rahmat kesatuan dengan Allah tidak dapat
berkata bahwa ia melihat Allah dari muka ke muka sebab di sini ada selubung
iman yang sangat tipis, tetapi selubung itu begitu tipis sehingga jiwa dapat
berkata bahwa ia melihat Allah dan berbicara dengan Dia. Jiwa itu “diilahikan”.
Allah mengizinkan jiwa itu mengetahui betapa besarnya kasih Allah kepada jiwa
itu, dan jiwa itu melihat bahwa jiwa-jiwa yang lebih baik dan lebih kudus
daripadanya tidak pernah menerima rahmat ini. Oleh karena itu, ia dipenuhi
dengan pesona kudus, yang menjaga dia dalam kerendahan hati yang mendalam, dan
ia membenamkan diri dalam kehampaan dirinya dan sekaligus dalam pesona kudus;
semakin ia merendahkan diri, semakin erat Allah menyatukan Diri dengan jiwa itu
dan menggantungkan Diri padanya.
Seperti
sbelumnya, pada saat seperti itu, jiwa itu tetap tersembunyi; indranya tidak
aktif; dalam saat seperti itu, ia mengenal Allah dan membenamkan diri di dalam
Dia. Ia mengenal seluruh lubuk Hati Allah yang Tak Terbatas, dan semakin dalam
pengetahuan ini, semakin berkobar kerinduan jiwa itu akan Dia.
(772) Sungguh besar pertukaran
timbal balik antara jiwa dan Allah. Ketika jiwa meninggalkan persembunyiannya,
indra dapat merasakan kesukaan yang dialami oleh jiwa itu. Sungguh, ini pun
suatu rahmat besar dari Allah. Tetapi, rahmat ini tidak melulu rohani. Dalam
tahap awal, indra tidak mengambil bagian. Setiap rahmat memberikan daya dan
kekuatan kepada jiwa untuk bertindak, dan untuk berani menderita. Dengan amat
baik, jiwa ini mengetahui apa yang diminta Allah darinya, dan ia melaksanakan
kehendak kudus Allah meskipun harus mengalami penderitaan.
(773) Tetapi, dengan kekuatannya
sendiri, jiwa tidak dapat melangkah maju dalam hal-hal seperti ini. Ia harus
mengikuti nasihat bapak pengakuan yang mendapat penerangan dari Allah; kalau
tidak, ia dapat tersesat atau usahanya menjadi sia-sia.
(774) O Yesusku, aku tahu dengan
baik, sebagaimana demam diukur dengan termometer dan demam tinggi mengungkapkan
suatu penyakit yang serius, demikian juga dalam kehidupan rohani, penderitaan
adalah termometer yang mengukur kasih Allah yang ada dalam suatu jiwa.
(775) Tujuanlu adalah Allah... dan
kebahagiaanku adalah memenuhi kehendak-Nya; tidak ada suatu pun di dunia ini,
entah kekuasaan entah kekuatan apa pun juga yang dapat mengganggu kebahagiaan
ini.
(776) Hari ini, Tuhan mengunjungi
kamarku dan berkata kepadaku, “Putri-Ku, Aku tidak akan membiarkan engkau
tinggal di dalam Kongregasi ini lebih lama lagi. Aku memberitahukan ini
kepadamu supaya engkau lebih cermat dalam memanfaatkan rahmat yang Aku berikan
kepadamu.”
(777) 27 November [1936]. Dalam
roh, hari ini aku berada di surga; aku melihat keindahannya yang tak
terlukiskan dan kebahagiaan yang menantikan kita sesudah kematian. Aku melihat
segala makhluk melambungkan pujian dan kemuliaan tanpa henti kepada Allah. Aku melihat
betapa besarnya kebahagiaan di dalam Allah; kebahagiaan itu menyebar kepada
segala ciptaan, dan membuat mereka berbahagia; kemudian segala kemuliaan dan
pujian yang muncul dari kebahagiaan ini kembali ke sumbernya; dan segala
makhluk itu masuk ke dalam lubuk hati Allah, memandangkan kehidupan batin
Allah, Bapa, Putra, dan Roh Kudus, yang tidak pernah akan mereka pahami atau
selami.
Sedari
hakikatnya, sumber kebahagiaan ini tidak akan berubah, tetapi selalu baru dan
terus menerus menyalurkan kebahagiaan kepada segala ciptaan. Kini aku memahami
kata-kata St.Paulus, “Apa yang disediakan
Allah bagi orang-orang yang mengasihi Dia tidak pernah dilihat oleh mata, atau
didengar oleh telinga, atau terlintas di dalam hati.”
(778) Dan, Allah telah membuat aku
memahami bahwa hanya ada satu hal yang tiada tara nilainya dalam pandangan-Nya,
yakni kasih akan Allah; kasih, kasih, dan sekali lagi, kasih.
Tidak ada suatu pun yang dapat dibandingkan dengan kasih yang murni akan Allah
ini. Oh, betapa tak terselami karunia-karunia Allah yang membuat suatu jiwa
mengasihi Allah secara tulus! Oh, betapa bahagianya jiwa yang ketika di bumi
ini sudah menikmati karunia istimewa dari Allah ini. Dan, seperti itulah
jiwa-jiwa yang kecil dan rendah hati.
(779) Secara lebih mendalam, aku
mulai memahami kemuliaan Allah yang agung itu, yang disembah oleh roh-roh
surgawi sesuai dengan tingkatan rahmat dan hirarki yang sudah ditentukan bagi
mereka. Menyaksikan kemuliaan itu, jiwaku tidak ketakutan atau gemetar; tidak,
tidak, sama sekali tidak! Sebaliknya, jiwaku dipenuhi dengan damai dan kasih,
dan semakin dalam aku memahami kemuliaan Allah, semakin besarlah sukacitaku
karena Dia adalah Allah. Ketika menyaksikan kemuliaan Allah, aku bersukacita
luar biasa! Aku bersukacita bahwa aku ini sedemikian kecil sebab, justru karena
aku kecil, Allah membawa aku dalam pelukan tangan-Nya dan mendekapku erat-erat
di dalam Hati-Nya.
(780) Ya Allahku, betapa aku merasa
kasihan terhadap orang-orang yang tidak percaya akan kehidupan kekal; betapa
khusyuknya aku berdoa bagi mereka agar mereka pun diselimuti oleh sinar
kerahiman, dan agar Allah mendekapkan mereka ke pangkuan kebapaan-Nya, O kasih,
o Ratu!
(781) Kasih tidak mengenal takut.
Ia melintas melewati semua paduan suara para malaikat yang berjaga di hadapan
takhta Allah. Ia tidak akan takut terhadap siapa pun. Ia sampai kepada Allah
dan terbenam di dalam Dia sebagai satu-satunya hartanya. Para Kerub yang
berjaga di firdaus dengan pedang bernyala tidak memiliki kekuasaan atas dia. O
kasih yang murni terhadap Allah, betapa besar dan tiada tara engkau! Oh, kalau
saja jiwa-jiwa memahami kekuatanmu!
(782) Hari ini, tubuhku sangat
lemah. Aku bahkan tidak mampu melakukan meditasiku di kapel, tetapi harus tetap
terbaring di tempat tidur. O Yesusku, aku mengasihi Engkau dan, justru dengan
kelemahan ini, aku ingin menyembah-Mu dengan menyerahkan diriku sepenuhnya
kepada kehendak-Mu yang kudus.
(783) Khususnya pada hari ini, aku
harus waspada sebab aku menjadi terlalu peka terhadap segala sesuatu. Hal-hal
yang tidak aku perhatikan ketika aku sehat kini merisaukan aku. O Yesusku,
Perisaiku dan Kekuatanku, berilah aku rahmat-Mu agar aku boleh keluar dari
pertempuran ini sebagai pemenang. O Yesusku, dengan kuasa kasih-Mu, ubahlah aku
menjadi diri-Mu sendiri sehingga aku dapat menjadi alat yang berharga dalam
memaklumkan kerahiman-Mu.
(784) 29 November [1936]. Bunda
Allah telah mengajar aku bagaimana mempersiapkan diri untuk Pesta Natal. Hari
ini, aku melihat dia tanpa Bayi Yesus. Ia berkata kepadaku, “Putri-Ku, upayakanlah sungguh-sungguh
keheningan dan kerendahan hati supaya Yesus, yang terus menerus tinggal di
dalam hatimu, dapat beristirahat. Sembahlah Dia di dalam hatimu; jangan
meninggalkan hidup batinmu. Putriku, aku akan memperoleh bagimu rahmat
kehidupan batin yang sedemikian besar sehingga tanpa pernah meninggalkan
kehidupan batin engkau mampu melaksanakan semua tugas lahiriahmu dengan
perhatian yang bahkan lebih besar. Tinggallah bersama Dia terus menerus dalam
ruang hatimu sendiri. Ia akan menjadi kekuatanmu. Berkomunikasilah dengan
ciptaan-ciptaan hanya sejauh perlu dan sejauh dituntut oleh tugas-tugasmu.
Engkau adalah tempat tinggal yang menyenangkan bagi Allah yang hidup; dalam
dirimu Ia terus menerus tinggal dengan penuh kasih dan sukacita. Dan kehadiran
Allah yang hidup, yang engkau alami dengan lebih nyata dan gamblang akan
meneguhkan engkau, Putriku, dalam segala hal yang telah kukatakan kepadamu.
Berusahalah berlaku seperti ini sampai Hari Natal, dan kemudian Ia sendiri akan
memberitahukan kepadamu dengan cara apa engkau akan mempersatukan dan
menyatukan diri dengan Dia.”
(786) 30 November [1936]. Hari ini,
dalam Ibadat Sore, rasa sakit yang tidak biasa menembus jiwaku. Aku melihat
bahwa dalam segala hal karya ini melampaui kekuatanku. Aku adalah seorang anak
kecil di hadapan tugas raksasa, dan hanya karena perintah Tuhan yang sangat
jelas aku bersiap-siap untuk melaksanakannya. Di samping itu, rahmat-rahmat
yang besar ini pun malah merupakan suatu beban bagiku dan aku hampir tidak
mampu menanggungnya. Aku menyaksikan segala bentuk ketidakpercayaan dan
keragu-raguan para superiorku dan karena alasan ini, mereka menunjukkan
perilaku yang begitu gelisah terhadapku. O Yesusku, aku merasakan bahwa
rahmat-rahmat yang besar itu bahkan dapat menjadi [suatu sumber] penderitaan.
Tetapi, memang harus demikian; sebagai tanda dari karya Allah, rahmat itu bukan
hanya dapat menjadi sumber penderitaan, tetapi memang harus menjadi sumber
penderitaan. Aku memahami dengan baik bahwa jika dalam aneka penderitaan ini
Allah sendiri tidak menguatkan jiwa, pasti jiwa itu tidak akan mampu mengatasi
situasi. Dengan demikian, Allah sendiri menjadi perisainya.
Ketika aku melanjutkan Ibadat Sore,
sambil merenungkan perpaduan antara penderitaan dan rahmat ini, aku mendengar
suara Bunda kita, “Ketahuilah, Putriku,
bahwa meski aku diangkat ke martabat Bunda Allah, tujuh pedang penderitaan
menusuk hatiku. Jangan melakukan suatu pun untuk membela diri; tanggunglah
segala sesuatu dengan rendah hati; Allah sendiri akan membela engkau.”
(787) 1 Desember [1936]. Retret
Satu Hari.
Hari ini dalam meditasi pagi, Tuhan
membuat aku melihat dan memahami dengan jelas bahwa permintaan-permintaan-Nya
tidak dapat diubah. Aku melihat dengan jelas bahwa tidak seorang pun dapat membebaskan
aku dari tugas melaksanakan kehendak Allah. Kekurangan besar dalam kesehatan
dan kekuatan ragawi tidak menjadi alasan yang cukup dan tidak membebaskan aku
dari karya yang dilaksanakan oleh Tuhan sendiri lewat aku ini. Aku ini hanyalah
suatu alat di tangan-Nya. Oleh karena itu, ya Tuhan, aku serahkan diriku untuk
melaksanakan kehendak-Mu. Perintahlah aku sesuai dengan keinginan dan
rencana-rencana kekal-Mu. Hanya saja, berilah aku rahmat supaya aku dapat
selalu setia kepada-Mu.
(788) Ketika aku sedang
bercakap-cakap dengan Allah yang tersembunyi, Ia membuat aku melihat dan
memahami bahwa aku tidak boleh berpikir terlalu banyak dan membesar-besarkan
ketakutan terhadap kesulitan-kesulitan yang mungkin aku hadapi.
“Ketahuilah bahwa Aku menyertaimu;
Akulah yang memunculkan kesulitan-kesulitan dan Aku pula yang mengatasinya;
dalam sekejap, Aku dapat mengubah hati yang menentang masalah ini menjadi hati
yang sangat mendukungnya.”
Dalam dialog hari ini, Tuhan
menjelaskan banyak hal kepadaku meskipun tidak segala-galanya aku tuliskan.
(789) Selalu dan dalam segala
situasi, berikanlah tempat pertama kepada orang lain; khususnya selama
rekreasi, dengarkanlah orang lain dengan tenang, tanpa menyela, juga kalau
seseorang menceritakan kepadaku hal yang sama sampai sepuluh kali. Aku tidak
pernah akan bertanya tentang sesuatu yang sangat menarik hatiku.
(790) Keputusanku masih tetap sama,
yaitu menyatukan diriku dengan Kristus yang maharahim. Keputusan umum:
keheningan batin, silentium.
(791) Ya Yesus, sembunyikanlah aku
dalam lubuk kerahiman-Mu, dan kemudian biarlah sesamaku menghakimi aku sesuka
hatinya.
(792) Aku tidak pernah boleh
menceritakan pengalaman-pengalamanku sendiri. Ketika menanggung penderitaan,
aku harus mencari kelegaan di dalam doa. Ketika mengalami keragu-raguan, juga
yang paling ringan, aku hanya boleh minta nasihat bapak pengakuanku. Aku harus
selalu memiliki hati yang terbuka untuk menerima penderitaan orang lain, dan
membenamkan penderitaan-penderitaanku dalam Hati ilahi sehingga penderitaan itu
tidak akan dilihat orang, sejauh itu mungkin.
Aku
harus selalu mengusahakan ketenangan, tidak peduli betapa besar badai yang
melanda situasiku. Aku tidak boleh membiarkan suatu pun mengganggu ketenangan
dan keheningan batinku. Tidak suatu pun dapat menandingi damai jiwa. Kalau aku
salah menilai sesuatu, aku tidak akan menjelaskan diriku; kalau superior ingin
tahu kebenaran, apakah aku berada di jalan yang baik atau tidak, biarlah ia
mencarinya dari orang-orang lain, bukan dari diriku sendiri. Yang penting bagiku
adalah menerima segala sesuatu dengan keterbukaan batin yang rendah hati.
Aku
akan meluangkan masa Adven ini sesuai dengan arahan Bunda Allah: dalam
keheningan dan kerendahan hati.
(793) Aku sedang menghayati
saat-saatku bersama Bunda kita. Dengan kerinduan yang besar, aku sedang
menantikan kedatangan Tuhan. Sungguh besarlah kerinduanku. Aku ingin agar
seluruh umat manusia mulai mengenal Tuhan. Aku ingin mempersiapkan segala
bangsa untuk menyambut kedatangan Sang Sabda yang menjelma. O Yesus, buatlah
sumber kerahiman-Mu memancar dengan berlimpah-limpah karena umat manusia kini
sedang parah dan karena itu lebih dari kapan pun mereka membutuhkan belas
kasihan-Mu. Bagi kami orang berdosa, Engkau adalah lautan kerahiman yang tanpa
batas; dan semakin besar kepapaan kami, semakin besar hak kami untuk menerima
kerahiman-Mu. Engkau adalah sumber yang membuat segala ciptaan berbahagia
karena kerahiman-Mu yang tak terbatas.
(794) Hari ini [9 Desember 1936],
aku berangkat ke Pradnik, tidak jauh dari Krakow, untuk menjalani perawatan.
Aku harus tinggal di sana selama tiga bulan. Aku dikirim ke sana berkat
keprihatinan mendalam dari para superiorku, khususnya dari Muder Jenderal kami
yang terkasih, yang sedemikian peduli terhadap para suster yang sakit. Aku
sudah menerima rahmat untuk dirawat, tetapi aku menyerahkan diri sepenuhnya
kepada kehendak Allah. Biarlah Allah bertindak terhadapku sesuai dengan
perkenan-Nya.
(795) Aku hanya ingin memenuhi
kehendak-Nya yang kudus. Aku menyatukan diriku dengan Bunda Allah, dan aku
meninggalkan Nazaret untuk pergi ke Betlehem. Aku akan merayakan Natal di sana,
di tengah orang-orang asing, tetapi bersama Yesus, Maria, dan Yusuf sebab
begitulah kehendak Allah. AKu berusaha melaksanakan kehendak Allah dalam segala
hal. Aku lebih merindukan kematian daripada kesehatan. Aku mempercayakan diriku
sepenuhnya kepada kerahiman-Nya yang tak terbatas dan, seperti seorang anak
kecil, aku hidup dalam suasana hati yang amat tenang. Aku hanya berusaha agar
kasihku akan Tuhan menjadi semakin dalam dan semakin murni, dan agar aku
menjadi suatu kesukaan bagi pandangan mata ilahi-Nya.
(796) Yesus menyuruh aku mendaras
Koronka selama sembilan hari sebelum Pesta Kerahiman Ilahi. Doa ini harus
dimulai pada hari Jumat Agung. “Berkat novena ini, Aku akan memberikan segala
rahmat yang mungkin diberikan kepada jiwa-jiwa.”
(797) Ketika aku sedang dicekam
oleh suatu rasa takut karena aku harus tinggal sendirian di luar Kongregasi
untuk waktu yang begitu lama, Yesus berkata kepadaku, “Engkau tidak akan sendirian
sebab Aku menyertaimu senantiasa dan di mana-mana. Dekatlah pada Hati-Ku,
janganlah takut akan suatu pun. Aku sendiri yang menginginkan keberangkatanmu.
Ketahuilah bahwa mata-Ku mengikuti setiap gerak hatimu dengan penuh perhatian.
Aku sedang membawa engkau ke dalam pengasingan supaya Aku sendiri dapat
membentuk hatimu seturut rencana-rencana masa depan-Ku. Apakah yang engkau
takutkan? Kalau engkau bersama-Ku, siapakah yang berani menyentuhmu? Bagaimana
pun Aku sangat senang bahwa engkau mempercayakan ketakutan-ketakutanmu
kepada-Ku, Putri-Ku, katakanlah segala sesuatu kepada-Ku dengan cara yang
sungguh sederhana dan manusiawi; dengan cara ini, engkau akan memberi-Ku
sukacita yang besar. Aku memahami engkau sebab Aku ini Allah-Manusia. Bahasa
sederhana yang dituturkan hatimu ini lebih menyenangkan Hati-Ku daripada
madah-madah yang digubah untuk menghormati-Ku. Ketahuilah, Putri-Ku, bahwa
semakin sederhana bicaramu, akan semakin kuat engkau menarik Aku kepadamu. Dan
sekarang, tenangkanlah hatimu di dekat Hati-Ku. Taruhlah penamu dan bersiaplah
untuk berangkat.”
(798) 9 Desember 1936. Pagi ini,
aku berangkat ke Pradnik. Suster Chryzostoma mengantarku ke sana. Aku mempunyai
kamar pribadi untuk aku sendiri; aku sangat mirip dengan seorang suster
Karmelites. Ketika Sr. Chryzostoma pulang dan aku sendirian, aku membenamkan
diri dalam doa, menyerahkan diri kepada perlindungan istimewa Bunda Allah. Ia
sendiri selalu menyertai aku. Ia, seperti seorang Ibu yang baik, selalu
memperhatikan segala usaha dan jerih payahku.
(799) Tiba-tiba, aku melihat Tuhan
Yesus yang berkata kepadaku, “Tenangkanlah hatimu, Anak-Ku. Lihatlah,
engkau tidak sendirian. Hati-Ku selalu mengawasi engkau.” Yesus
memenuhi aku dengan kekuatan dalam kaitan dengan seseorang. AKu merasakan ada
kekuatan di dalam jiwaku.
(800) Asas Moral
Kalau orang tidak tahu mana yang
lebih baik, ia harus merenungkan, mempertimbangkan, dan mencari nasihat sebab
orang tidak boleh bertindak dengan hati nurani yang tidak pasti. Kalau engkau
sedang bimbang, berkatalah dalam hati, “Apa
pun yang aku lakukan akan mendatangkan kebaikan. Sebab aku mempunyai maksud
untuk berbuat baik.” Orang tidak boleh kecewa kalau, sesudah beberapa
waktu, menyadari bahwa hal-hal itu tidak baik. Allah memperhatikan maksud hati
yang ada pada kita saat mulai melakukan sesuatu, dan akan memberi ganjaran yang
sesuai. Inilah asas yang harus kita ikuti.
No comments:
Post a Comment