Monday, June 22, 2015

Dairi St.Faustina: 401 - 521

(401) Hari-hari di rumah penuh dengan ramah tamah karena setiap orang ingin melihat dan bercakap-cakap denganku seperlunya. Sering aku dapat menghitung sebanyak dua puluh lima orang berkumpul di sana. Dengan penuh perhatian, mereka mendengarkan cerita-ceritaku mengenai kehidupan orang-orang kudus. Aku merasa bahwa rumah kami sungguh menjadi rumah Allaj karena setiap petang kami berbicara hanya mengenai Allah. Ketika letih karena percakapan ini dan ingin menyendiri dalam keheningan, diam-diam aku menyelonong ke kebun pada petang hari sehingga aku dapat berbicara hanya dengan Allah, meskipun dalam hal ini aku tidak berhasil; serta merta saudara dan saudariku datang dan mengajak aku masuk ke rumah dan, sekali lagi, aku harus berbicara, dengan semua mata menatap aku. Tetapi, aku tetap mencari satu cara untuk beristirahat; aku minta kepada saudara-saudaraku untuk melambungkan nyanyian bagiku karena mereka memiliki suara yang indah; dan di samping itu, satu orang memainkan biola dan yang lain memainkan mandolin. Dan selama waktu itu aku dapat membaktikan diriku kepada doa batin tanpa menghindari kehadiran mereka.

Yang juga membuat aku sangat letih adalah bahwa aku harus mencuim anak-anak. Ibu-ibu yang aku kenal datang dengan membawa anak-anak mereka dan memintaku memeluk mereka, sekurang-kurangnya sebentar, dan mencium mereka. Mereka memandang ini sebagai suatu berkat yang besar, dan bagiku ini adalah kesempatan untuk mengamalkan keutamaan karena banyak dari anak-anak itu agak kotor. Tetapi untuk mengatasi perasaanku dan agar aku tidak memperlihatkan kejijikan, aku mencium anak yang kotor dua kali. Salah seorang dari teman-teman ini datang dengan seorang anak yang matanya sakit dan penuh dengan nanah, dan ia berkata kepadaku, “Suster, gendonglah dia sebentar.” Naluriku berontak, tetapi tanpa memperhatikan apa pun, aku meraih anak itu, menciumnya dua kali tepat pada lukanya sambil memohon kepada Allah untuk meringankan penderitaannya.

Aku memiliki banyak kesempatan untuk mengamalkan keutamaan. Aku mendengarkan orang mencurahkan keluh kesah mereka, dan aku menyaksikan tidak ada hati yang tampak bersukacita karena di antara mereka tidak ada hati yang sungguh-sungguh mengasihi Allah; dan hal ini sama sekali tidak mengherankan bagiku. Aku sangat menyesal tidak berjumpa dengan dua saudariku. Dalam hati aku merasakan bahwa jiwa mereka berada dalam bahaya besar. Rasa sakit merayapi hatiku ketika memikirkan mereka. Pernah ketika aku merasa sangat dekat dengan Allah, aku memohon dengan khusyuk kepada Tuhan untuk memberikan rahmat kepada mereka, dan Tuhan menjawab kepadaku, “Aku sedang memberi mereka bukan hanya rahmat yang mereka butuhkan, tetapi juga rahmat-rahmat istimewa.” Aku sadar bahwa Tuhan akan memanggil mereka kepada kesatuan yang lebih erat dengan Dia. Aku bersukacita luar biasa bahwa kasih yang sedemikian besar meraja di tengah keluarga kami.

(402) Ketika aku harus meninggalkan orang tuaku dan ketika aku memohon berkat dari mereka, aku merasakan kekuatan rahmat Allah yang luar biasa dicurahkan atas jiwaku. Ayahku, ibuku, dan ibu baptisku memberkati aku sambil mencucurkan air mata mereka, memohon bagiku kesetiaan yang paling besar kepada rahmat Allah, dan meminta kepadaku untuk tidak pernah melupakan betapa banyak rahmat Allah yang telah diberikan kepadaku dengan memanggil aku merengkuh kehidupan membiara. Mereka minta kepadaku untuk mendoakan mereka. Meskipun setiap orang menangis, aku tidak meneteskan setitik air mata pun; aku berusaha untuk tegar dan menghibur mereka sebaik mungkin, sambil mengingatkan mereka akan surga di mana tidak akan ada lagi perpisahan. Stasio mengantarku ke mobil. Aku berkata kepadanya bahwa Allah sangat mengasihi jiwa-jiwa yang murni dan meyakinkan dia bahwa Allah sangat senang dengan dia. Ketika aku berbicara dengannya tentang kebaikan Allah dan tentang bagaimana Ia memikirkan kita, mendadak ia menangis seperti seorang anak kecil, dan aku tidak heran karena dia adalah seorang yang murni jiwanya sehingga dengan mudah mengenali Allah.

(403) Begitu duduk di mobil, aku membiarkan hatiku bergejolak secara alami, dan aku pun menangis seperti seorang bayi karena sukacita yang diberikan Allah kepada keluarga kami sedemikian banyak, dan aku tenggelam dalam doa syukur.

(404) Pada petang hari aku sudah ada di Warsawa. Pertama, aku menyalami Tuan Rumah, dan kemudian pergi untuk menyalami seluruh komunitas.

Malam itu, sebelum pergi beristirahat, aku masuk ke kapel untuk mengucapkan selamat malam kepada Tuhan, dan aku minta maaf karena ketika berada di rumah orang tua, sangat sedikit aku berbicara dengan Dia. Maka aku mendengar suatu suara di dalam jiwaku, “Aku sangat senang bahwa engkau tidak berbicara dengan-Ku, tetapi membuat kebaikan-Ku dikenal oleh jiwa-jiwa dan engkau telah menyadarkan mereka untuk mengasihi Aku.”

Masa Prapaskah Yang Agung

(408) Apabila aku membenamkan diri dalam sengsara Tuhan, dalam adorasi, sering kali aku melihat Tuhan Yesus seperti ini: Sesudah didera oleh para algojo, Tuhan dibawa ke tempat lain. Mereka menanggalkan pakaian-Nya yang sudah melekat pada luka-luka-Nya; begitu mereka menanggalkannya luka-luka itu terbuka kembali. Kemudian mereka mengenakan pada-Nya mantol merah yang kotor dan compang-camping, menutupi luka-luka segar itu. Pada beberapa bagian, mantol itu hampir tidak mencapai lutut Tuhan. Mereka memaksa Dia duduk di atas sepotong balok. Kemudian mereka menganyam sebuah mahkota duri, yang mereka pasang pada kepala-Nya yang kudus. Mereka memasang sebatang buluh pada tangan Tuhan dan memperolok-olokkan Dia sambil memberi hormat kepada-Nya seperti kepada seorang raja. Mereka meludahi wajah-Nya, sementara orang lain mengambil buluh itu, lalu memukul kepala-Nya. Beberapa orang lain menyakiti Dia dengan menampar-Nya; yang lain lagi menutupi wajah-Nya lalu dengan kepalan tangan mereka meninju-Nya. Yesus menanggung semua itu dengan tenang. Siapa dapat memahami Dia - memahami penderitaannya? Mata Yesus tertunduk. Aku merasakan apa yang sedang terjadi dalam Hati Yesus yang teramat manis pada saat itu. Biarlah setiap jiwa merenungkan apa yang diderita Yesus pada saat itu. Mereka berusaha saling berlomba dalam menghujat Tuhan. Aku tak habis pikir: Dari mana datangnya kejahatan sebesar itu dalam diri manusia? Semua itu disebabkan oleh dosa. Di sini, cinta dan dosa telah bertemu.

(409) Ketika aku mengikuti misa di sebuah gereja bersama seorang suster lain, aku merasakan keagungan dan kemuliaan Allah; aku merasakan gereja itu dipenuhi oleh Allah. Kemuliaan-Nya menyelimuti aku. Meskipun menakutkan, kemuliaan itu memenuhi aku dengan damai dan sukacita. Aku memahami bahwa tak suatu pun dapat melawan kehendak-Nya. O, seandainya semua jiwa menyadari siapa yang bersemayam dalam gereja-gereja kita, pasti tidak akan ada begitu banyak penghinaan dan sikap kurang hormat di tempat-tempat kudus itu!

(410) O Kasih abadi dan tak terselami, aku mohon kepada-Mu satu rahmat: terangilah budiku dengan terang dari atas; tolonglah aku untuk memahami dan menghargai semua hal sesuai dengan nilainya. Ketika aku mulai mengenal kebenaran, aku merasakan sukacita yang amat besar di dalam jiwaku.

(411) 21 Maret 1935. Sering dalam misa, aku melihat Tuhan dalam jiwaku; aku merasakan kehadiran-Nya meresapi seluruh diriku. Aku merasakan tatapan ilahi-Nya; aku melakukan percakapan yang panjang dengan Dia tanpa mengucapkan sepatah kata pun; aku mengetahui apa yang diinginkan oleh Hati ilahi-Nya, dan aku selalu melaksanakan apa yang paling menyenangkan Hati-Nya. Aku amat sangat mengasihi Dia, dan aku merasa bahwa aku dikasihi oleh Allah. Pada waktu-waktu seperti itu, yakni ketika aku berjumpa dengan Allah dalam lubuk hatiku yang terdalam, aku merasa sedemikian bahagia sehingga aku tidak tahu bagaimana mengungkapkannya. Saat-saat seperti itu amat singkat karena jiwa tidak mampu menanggungnya untuk waktu yang lama karena akan mengakibatkan perpisahan jiwa dari tubuh yang tidak akan dapat dihindarkan. Meskipun saat-saat seperti ini sangat singkat, tetapi kekuatan yang disalurkan kepada jiwa itu, menetap untuk waktu yang lama. Tanpa usaha sedikit pun, aku mengalami kesadaran mendalam yang kemudian menyelubungi aku - dan situasi tetap bertahan meskipun aku sedang berbicara dengan orang lain; juga, kesadaran itu sama sekali tidak terusik oleh pelaksanaan tugas-tugasku. Tanpa usaha apa pun dari jiwaku, aku terus menerus merasakan kehadiran Allah. Aku tahu bahwa aku disatukan dengan Dia begitu erat laksana setetes air dipadukan dengan samudra yang tak terhingga dalamnya.

Pada hari ini, sebelum mengakhiri doa-doaku, aku merasakan rahmat ini, dan itu berlangsung dalam waktu yang lama, tidak seperti biasanya karena ia berlangsung selama misa sehingga aku pikir aku akan mati karena sukacita. Pada waktu seperti itu, pengenalanku akan Allah dan sifat-sifat-Nya menjadi lebih tajam, dan aku pun mengenal diriku sendiri dan kepapaanku dengan jauh lebih baik. Aku kagum dengan kerelaan Allah yang sedemikian besar sehingga Ia mau merunduk kepada jiwa yang sedemikian papa seperti jiwaku. Sesudah misa kudus, aku merasa terbenam sepenuhnya di dalam Allah dan aku merasakan setiap tatapan-Nya ke lubuk hatiku. Sekitar tengah hari, aku masuk ke kapel sejenak, dan sekali lagi kekuatan rahmat menusuk hatiku.Sementara aku terus berada dalam renungan, setan mengambil vas bunga dan dengan marah membantingnya ke lantai dengan seluruh kekuatannya. Aku melihat segenap kemarahan dan kecemburuannya.

(412) Tidak seorang pun ada di dalam kapel. Maka aku bangkit, mengambil puing-puing pot bunga, menata kembali bunga itu dalam pot dan berusaha menyelesaikannya sebelum seorang pun masuk kapel. Tetapi, aku tidak berhasil sebab Muder Superior langsung masuk bersama suster koster dan beberapa suster lain. Muder Superior heran bahwa aku telah menyentuh sesuatu di altar dan dengan demikian menyebabkan pot bunga itu jatuh. Suster koster menunjukkan ketidaksenangannya, dan aku tidak berusaha menjelaskan ataupun mencari dalih. Tetapi, menjelang petang hari, aku merasa kehabisan tenaga dan tidak dapat melaksanakan Jam Kudus; maka aku minta kepada Muder Superior untuk mengizinkan aku pergi tidur lebih awal. Begitu membaringkan diri aku langsung tertidur, tetapi pada pukul sebelas setan menggoyang-goyang tempat tidurku. Aku langsung bangun, dan mulai berdoa dengan tenang kepada Malaikat Pelindungku. Kemudian aku melihat jiwa-jiwa yang menjalani hukuman di Purgatorium. Mereka tampak laksana bayang-bayang, dan di antara mereka aku melihat begitu banyak setan. Satu dari setan-setan ini berusaha mengganggu aku; dengan mengambil wujud seekor kucing, ia terus menjatuhkan dirinya di tempat tidurku dan di kakiku, dan ia sangat berat, rasanya seperti satu ton [beratnya].

Selama ini aku terus berdoa rosario, dan menjelang fajar makhluk-makhluk itu lenyap, dan aku dapat tidur sejenak. Ketika aku memasuki kapel pada pagi hari, aku mendengar suatu suara dalam jiwaku, “Engkau berpadu dengan Aku; jangan takut akan apa pun. Tetapi, ketahuilah, anak-Ku, setan membencimu; ia membenci setiap jiwa, tetapi ia dibakar oleh suatu kebencian istimewa terhadapmu sebab engkau telah merenggut begitu banyak jiwa dari kekuasaannya.”

(413) Kamis Putih, 18 April.

Pagi ini aku mendengar kata-kata ini, “Mulai hari ini sampai [hari raya] Kebangkitan, engkau tidak akan merasakan kehadiran-Ku, tetapi jiwamu akan dipenuhi dengan suatu kerinduan yang amat besar.” Dan serta merta suatu kerinduan yang amat besar memenuhi jiwaku; aku merasakan suatu perpisahan dari Yesusku yang terkasih, dan ketika saat komuni kudus tiba, aku melihat wajah Yesus yang menderita pada setiap Hosti [yang ada] di dalam sibori. Sejak saat itu, aku merasakan kerinduan yang sungguh luar biasa di dalam hatiku.

(414) Pada Jumat Agung, pada pukul tiga petang ketika aku memasuki kapel, aku mendengar kata-kata ini, “Aku ingin agar gambar-Ku dihormati secara publik.” Kemudian, aku melihat Tuhan Yesus menghadapi ajal di salib di tengah penderitaan yang amat berat, dan dari Hati Yesus terpancar dua sinar yang sama seperti dalam gambar itu.

(415) Sabtu, dalam Ibadat Sore, aku melihat Tuhan Yesus bercahaya seperti matahari, mengenakan pakaian yang cemerlang, dan Ia berkata kepadaku, “Biarlah hatimu dipenuhi dengan sukacita!” Dan sukacita yang besar membanjiri jiwaku, dan aku diresapi dengan kehadiran Allah, yang bagi jiwaku merupakan harta yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.

(416) Ketika gambar itu dipajang, aku melihat tangan Yesus tiba-tiba bergerak: Ia membuat tanda salib yang besar. Pada malam hari itu, juga ketika aku sudah berbaring di tempat tidur, aku melihat gambar itu bergerak di atas kota, dan kota itu diselubungi dengan sesuatu yang tampak seperti jaring dan jala-jala. Begitu Yesus lewat, Ia memotong seluruh jaring itu dan akhirnya membuat suatu tanda salib yang besar dan menghilang. Aku melihat diriku sendiri dikerumuni himpunan besar sosok jahat yang beringas karena kebencian terhadapku. Macam-macam ancaman terlontar dari mulut mereka, tetapi tidak satu pun dari mereka menyentuh aku. Sesaat kemudian, penampakan itu lenyap, tetapi sampai lama sekali aku tidak dapat tidur.

(417) 26 April. Pada hari Jumat, ketika aku berada di Ostra Brama untuk menghadiri upacara tempat gambar Yesus dipajang, aku mendengar suatu khotbah yang disampaikan oleh bapak pengakuanku. Khotbah mengenai Kerahiman Ilahi ini adalah salah satu permintaan pertama yang telah disampaikan oleh Yesus sekian waktu yang lalu. Ketika ia mulai berbicara tentang kerahiman Tuhan yang begitu besar, gambar itu mulai hidup dan berkas-berkas sinar menembus hati orang-orang yang berhimpun di sana, tetapi tidak merata. Sebagian menerima lebih, sebagian yang lain menerima kurang. Menyaksikan rahmat Allah itu, sukacita yang besar memenuhi jiwaku.

Saat itu, aku mendengar kata-kata ini, “Engkau adalah saksi kerahiman-Ku. Untuk selama-lamanya, engkau akan berdiri di hadapan takhta-Ku sebagai saksi hidup atas kerahiman-Ku.”

(418) Ketika khotbah selesai, aku tidak menunggu sampai akhir ibadat karena aku harus buru-buru pulang. Ketika aku baru mengayunkan beberapa langkah, suatu himpunan besar setan menghalangi jalanku. Mereka mengancamku dengan siksaan yang mengerikan, dan aku dapat mendengar suara-suara mereka, “Ia telah menghancurkan segala sesuatu yang telah kita kerjakan selama bertahun-tahun!” Ketika aku bertanya kepada mereka, “Dari mana kamu datang dalam jumlah yang sebesar ini?”, sosok-sosok jahat itu menjawab, “Dari hati macam-macam manusia; berhentilah menyiksa kami!”

(419) Melihat kebencian mereka yang begitu besar terhadapku, aku langsung minta bantuan Malaikat Pelindungku; dan seketika itu juga tampaklah Malaikat Pelindungku dalam sosok bercahaya dan berkata kepadaku, “Jangan takut, hai mempelai Tuhanku; tanpa izin Tuhan, roh-roh ini tidak akan berbuat jahat apa pun kepadamu.” Seketika itu juga roh-roh jahat itu menghilang, dan Malaikat Pelindung yang setia itu mendampingiku, secara kasat mata, sampai aku tiba di rumah. Ia tampak begitu sopan dan tenang, dan suatu nyala api memancar dari dahinya.

Ya Yesus, aku ingin bekerja keras dan menguras seluruh tenagaku; aku ingin menderita sepanjang hayatku demi satu saat sukacita di mana aku memandang kemuliaan-Mu, ya Tuhan, dan beroleh pahala bagi jiwa-jiwa.

(420) Minggu, 28 April 1938.

Minggu Putih, yakni Pesta Kerahiman Ilahi, penutupan Yubileum Penebusan. Ketika kami pergi untuk ambil bagian dalam perayaan, hatiku melompat kegirangan karena dua perayaan dipadukan begitu erat. Aku memohon kepada Allah Kerahiman bagi jiwa orang-orang berdosa. Menjelang akhir ibadat ketika imam mengambil Sakramen Mahakudus untuk memberkati umat, aku melihat Tuhan Yesus seperti tampak dalam gambar itu. Tuhan memberi berkat-Nya, dan kedua sinar itu menyinari seluruh dunia. Tiba-tiba, aku melihat suatu cahaya cemerlang yang tak tertembus dalam bentuk suatu tempat tinggal kristal, yang dirajut dari gelombang cahaya yang tak terhampiri baik oleh ciptaan apa pun maupun oleh roh. Ada tiga pintu menuju cahaya itu. Pada saat itu, Yesus, sebagaimana terlukis dalam gambar, memasuki cahaya itu melalui pintu kedua menuju Sang Esa yang ada di dalam. Itulah Sang Esa yang Tritunggal, yang tak dapat dipahami - yang tak terbatas. Tiba-tiba aku mendengar suatu suara, “Pesta ini muncul dari lubuk kerahiman-Ku sendiri, dan dikukuhkan dalam lubuk kerahiman-Ku yang besar. Setiap jiwa yang percaya dan berharap pada kerahiman-Ku akan menerimanya.” Sukacita meluap-luap karena kebaikan dan keagungan Allahku yang luar biasa itu.

29 April 1935.

(421) Pada malam menjelang pemajangan gambar Kerahiman Ilahi, aku pergi bersama Muder Superior untuk mengunjungi bapak pengakuanku. Ketika percakapan kami menyinggung gambar itu, bapak pengakuan minta salah seorang suster untuk membantu membuat beberapa rangkaian bunga. Muder Superior menjawab, “Sr. Faustina akan membantu.” AKu sangat senang akan hal ini, dan ketika kami kembali ke rumah, aku langsung mempersiapkan beberapa tanaman, dan dengan bantuan salah seorang siswi kami merangkainya. Orang lain, yang bekerja di gereja juga membantu. Pada pukul tujuh malam itu, semua sudah siap, dan gambar pun sudah digantungkan di tempatnya. Tetapi, sejumlah ibu melihat aku ikut serta di situ karena aku tentu lebih mengganggu daripada membantu. Pada hari berikutnya, mereka bertanya kepada para suster apa maksud gambar yang bagus ini dan apa artinya. Tentulah para suster ini tahu, [pikir mereka] karena sehari sebelumnya salah seorang dari mereka membantu menghiasnya. Para suster itu sangat heran karena mereka tidak tahu-menahu mengenai gambar itu; mereka semua datang untuk melihatnya dan seketika itu juga mereka mulai mencurigaiku. Mereka berkata, “Sr. Faustina pasti tahu mengenai semua ini.”

Ketika merka mulai menanyaiku, aku diam saja karena aku tidak dapat mengatakan yang sesungguhnya. Sikap diamku justru meningkatkan rasa ingin tahu mereka, dan aku pun semakin waspada untuk tidak mengatakan suatu kebohongan ataupun mengatakan kebenaran karena aku tidak mendapat izin [untuk berbuat demikian]. Maka mereka mulai menunjukkan ketidaksenagnan mereka dan mencela aku dengan berkata terus terang. “Bagaimana mungkin orang luar tahu mengenai hal ini, tetapi kami tidak tahu apa-apa?” Beragam penilaian dijatuhkan kepadaku. Selama tiga hari aku sangat menderita, tetapi suatu kekuatan istimewa menguasai jiwaku. Aku begitu bahagian menderita bagi Allah dan bagi jiwa-jiwa yang telah mendapatkan kerahiman-Nya selama hari-hari ini. Melihat bahwa begitu banyak jiwa telah menerima kerahiman ilahi pada hari-hari ini, aku menganggap penderitaan yang terbesar dan semua kerja keras bukan apa-apa, juga kalau semua itu harus berlangsung sampai akhir dunia; karena semua itu akan berakhir, sementara jiwa-jiwa ini telah diselamatkan dari siksaan yang tanpa akhir. Sungguh merupakan sukacita yang besar bagiku menyaksikan orang-orang lain berpaling kepada sumber kebahagiaan, pangkuan Kerahiman Ilahi.

(422) Melihat pengurbanan dan usaha-usaha Pastor Sopocko untuk karya ini, aku kagum akan kesabaran dan kerendahan hatinya. Ini menuntut banyak pengurbanan dari dia, bukan hanya dalam wujud kerja keras dan aneka gangguan, tetapi juga uang; biarpun demikian, Pastor Sopocko menanggung semua pengeluaran. Aku dapat melihat bahwa Penyelenggaraan Ilahi telah mempersiapkan dia untuk melaksanakan karya kerahiman ini sebelum aku memintanya dari Allah. Oh, betapa mengagumkan jalan-jalan-Mu, ya Allah! Dan betapa bahagianya jiwa-jiwa yang mengikuti panggilan rahmat ilahi!

(423) Pujilah Tuhan, hai jiwaku, karena segala sesuatu, dan muliakanlah kerahiman-Nya karena kebaikan-Nya tak berkesudahan. Segala sesuatu akan berlalu, tetapi kerahiman-Nya tanpa batas dan tanpa akhir. Sungguh, kejahatan akan berakhir, tetapi kerahiman tidak mengenal akhir.

Ya Allahku, bahkan dalam hukuman-hukuman yang Engkau turunkan atas bumi, aku melihat lubuk kerahiman-Mu sebab dengan menghukum kami di bumi ini Engkau membebaskan kami dari hukuman abadi.

Bersukacitalah, hai semua makhluk, karena kamu lebih dekat dengan Allah yang maharahim daripada seorang bayi dengan hati ibunya. Ya Allah, bagi para pendosa berat yang menyesal dengan tulus hati, Engkau adalah Sang Kerahiman sendiri. Semakin berat kejahatan pendosa, semakin besar haknya untuk mendapatkan kerahiman Allah.

(424) Saat Khusus, 12 Mei 1935.

Malam hari, aku pergi tidur, dan dalam sekejap aku tertidur. Karena tertidur dengan lebih cepat, aku pun terbangun lebih awal. Seorang Anak kecil datang dan membangunkan aku. Anak itu tampaknya berumur sekitar satu tahun, dan aku heran karena Ia dapat berbicara sedemikian lancar sebab anak-anak seusia itu belum dapat berbicara, atau bisa berbicara tetapi sangat tidak jelas. Anak itu sangat tampan, tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata, dan mirip dengan Kanak-kanak Yesus. Ia berkata kepadaku, “Pandanglah ke langit!” Dan ketika aku memandang ke langit, aku melihat bintang-bintang dan bulan bercahaya. Kemudian, Anak itu bertanya kepadaku, “Apakah engkau melihat bulan dan bintang-bintang itu?” Ketika aku berkata ya, Ia berkata kepadaku sebagai berikut, “Bintang-bintang itu adalah jiwa orang-orang kristiani yang setia, dan bualan adalah jiwa biarawan-biarawati. Apakah engkau memperhatikan betapa besarnya perbedaan antara sinar bulan dan sinar bintang-bintang itu? Begitulah besarnya di surga perbedaan antara jiwa seorang biarawan/wati dan jiwa orang beriman kristiani.” Dan Ia masih berkata lagi, “Keagungan sejat ada dalam kasih akan Allah dan dalam kerendahan hati.”

(425) Kemudian, aku melihat suatu jiwa yang dipisahkan dari tubuhnya di tengah siksaan yang berat. Oh Yesus, ketika aku mau menuliskan ini, aku gemetar menyaksikan hal-hal mengerikan yang dikatakan tentang dia. ... Aku melihat jiwa anak-anak kecil dan jiwa anak-anak yang lebih tua, yang berusia sekitar sembilan tahun, keluar dari sejenis jurang berlumpur. Jiwa-jiwa itu kotor dan menjijikkan, menyerupai monster yang amat mengerikan dan mayat yang membusuk. Tetapi, mayat-mayat itu hidup dan memberikan kesaksian yang keras melawan jiwa yang menghadapi ajal itu. Padahal jiwa yang aku lihat menghadapi ajal itu adalah jiwa yang penuh dengan sorak-sorai dan sanjung puji dunia, yang berakhir dalam kehampaan dan dosa. Akhirnya, seorang perempuan keluar dengan membawa sesuatu seperti air mata yang ditampung dalam pakaian kerjanya, dan ia memberikan kesaksian yang sangat berat melawan dia.

(426) Sungguh, saat yang mengerikan ketika orang wajib menyaksikan segala perbuatannya dalam kenistaan dan [kepapaan]; tidak satu pun dari perbuatan-perbuatan itu akan tersembunyi; semuanya akan menyertai kita menghadap penghakiman Allah. Aku tidak dapat menemukan kata-kata dan perbandingan untuk mengungkapkan hal-hal yang mengerikan seperti itu. Memang, aku mendapat kesan bahwa jiwa itu tidak dikutuk. Tetapi, jenis siksaan yang ditimpakan kepadanya sama sekali tidak berbeda dari siksaan neraka; perbedaannya hanyalah: suatu hari siksaan ini akan berakhir.

(427) Sesaat kemudian, aku melihat lagi Anak yang telah membangunkan aku. Keelokannya sungguh mengagumkan, Ia mengulangi kata-kata ini kepadaku, “Keagungan sejati ada dalam kasih akan Allah dan dalam kerendahan hati.” Aku bertanya kepada Anak itu, “Bagaimana kamu tahu bahwa keagungan sejati ada dalam kasih akan Allah dan dalam kerendahan hati? Hanya pakar teologi yang tahu mengenai hal-hal seperti itu dan kamu bahkan belum mempelajari katekismus. Jadi, bagaimana kamu tahu?” Menanggapi pertanyaan ini, Ia menjawab, “Aku tahu; Aku mengetahui segala sesuatu.” Sesudahnya, Ia menghilang.

(428) Tetapi, aku tidak lagi dapat tidur; pikiranku menjadi sangat letih memikirkan hal-hal yang sudah aku saksikan. Hai jiwa-jiwa manusia, betapa lambat kamu memahami kebenaran! Oh lubuk kerahiman Allah, tercurahlah secepat mungkin atas seluruh dunia sesuai dengan apa yang telah Kaukatakan sendiri.

(429) Mei 1935. Saat Khusus. Ketika aku menyadari rencana-rencana besar Allah bagiku, aku merasa takut akan keagungan rencana-rencana itu dan merasa sangat tidak mampu untuk memenuhinya. Maka aku mulai menghindari percakapan batin dengan Dia, sambil mengisi waktu dengan doa vokal. Aku melakukan ini terdorong oleh kerendahan hati, tetapi aku segera menyadari bahwa itu bukan kerendahan hati yang sejati, tetapi lebih merupakan godaan besar dari setan. Pada suatu kesempatan, sebagai ganti doa batin, aku mulai membaca sebuah buku rohani. Ketika itu, aku mendengar kata-kata ini diucapkan secara jelas dan tegas di dalam jiwaku, “Engkau akan menyiapkan dunia untuk kedatangan-Ku yang terakhir.” Kata-kata ini sangat menyentuh hatiku, dan meskipun aku berpura-pura tidak mendengarnya, aku sungguh memahaminya dan tidak mempunyai keragu-raguan mengenai hal itu. Pernah karena keletihan akibat pergulatan cinta dengan Allah ini, dan karena terus menerus mencari dalih dengan alasan bahwa aku tidak mampu melaksanakan tugas ini, aku ingin meninggalkan kapel. Tetapi, suatu kekuatan menarik aku kembali dan aku merasa tidak berdaya. Kemudian aku mendengar kata-kata ini, “Engkau bermaksud meninggalkan kapel, tetapi tidak akan mampu meninggalkan Aku karena Aku ada di mana-mana. Dari dirimu sendiri engkau tidak dapat berbuat apa-apa, tetapi bersama-Ku engkau dapat mengerjakan segala sesuatu.”

(430) Dalam pekan itu, aku pergi kepada bapak pengakuanku, dan mengungkapkan keadaan jiwaku kepadanya, khususnya kenyataan bahwa aku sedang menghindari percakapan batin dengan Allah. Ketika itu, aku diberi tahu bahwa aku tidak boleh menghindari percakapan batin dengan Allah, tetapi harus mendengarkan dengan sungguh-sungguh kata-kata yang Ia sampaikan kepadaku.

(431) Aku mengikuti nasihat bapak pengakuanku, dan dalam perjumpaan pertamaku dengan Tuhan, aku tersungkur di kaki Yesus, dan dengan hati yang remuk redam, aku minta maaf atas segala sesuatu. Kemudian, Yesus membangkitkan aku dari lantai dan mendudukkan aku di samping-Nya. Ia membiarkan aku menyandarkan kepalaku pada dada-Nya sehingga dengan lebih baik aku dapat memahami dan merasakan keinginan-keinginan Hati-Nya yang teramat manis. Kemudian, Ia mengucapkan kata-kata ini kepadaku, “Putri-Ku, jangan takut akan sesuatu pun; Aku selalu menyertaimu. Semua musuhmu akan menyakiti engkau hanya sebatas yang Aku izinkan untuk mereka lakukan. Engkau adalah tempat kediaman-Ku dan tempat istirahat lestari-Ku. Demi engkau, Aku akan menghentikan tangan yang siap menghukum; demi engkau Aku memberkati bumi.”

(432) Seketika itu juga, aku merasakan semacam api berkobar di dalam hatiku. Aku merasa indraku menjadi mati dan aku tidak memiliki gambaran sama sekali tentang apa yang sedang terjadi di sekitarku. Aku merasakan tatapan mata Tuhan menembusku terus menerus. Aku sungguh-sungguh sadar akan keagungan-Nya dan sadar pula akan kepapaanku. Suatu penderitaan yang aneh meresapi jiwaku, dan serentak aku merasakan suatu sukacita yang tidak dapat aku bandingkan dengan apa pun. Aku merasa tidak berdaya dalam pelukan Allah. Aku merasa bahwa aku ada di dalam Dia dan bahwa aku larut di dalam Dia laksana setetes air dalam samudra. Aku tidak dapat mengungkapkan apa yang terjadi di dalam diriku; sesudah doa batin itu, aku merasakan kekuatan dan kemampuan untuk melaksanakan keutamaan-keutamaan yang paling sulit. Aku merasa tidak senang terhadap segala hal yang disanjung-sanjung oleh dunia. Dengan segenap jiwaku, aku merindukan kesenderian dan keheningan.

(433) Mei 1935. Dalam Devosi Empat Puluh Hari, aku melihat wajah Tuhan Yesus dalam Hosti kudus yang ditakhtakan dalam monstrans. Yesus memandang dengan penuh kasih kepada setiap orang.

(434) Aku sering melihat Kanak-kanak Yesus dalam misa kudus. Ia elok luar biasa. Ia tampak berusia sekitar satu tahun. Pernah, aku melihat Anak yang sama dalam misa di kapel kami. Pada saat itu juga aku dikuasi dengan suatu keinginan yang amat kuat dan kerinduan yang tak dapat ditahan untuk mendekati altar dan meraih Kanak-kanak Yesus itu. Seketika itu juga, Kanak-kanak Yesus berdiri di dekatku, di samping bangku tempat aku berlutut, dan Ia bersandar dengan kedua tangannya yang mungil pada bahuku, sangat ramah dan berseri-seri, pandangan mata-Nya tajam dan menerobos. Tetapi, ketika imam memecahkan Hosti, Yesus berdiri di atas altar, dipecahkan dan disantap imam.

Sesudah komuni kudus, aku melihat Yesus dengan cara yang sama di dalam hatiku dan aku merasakan kehadiran-Nya secara fisik di dalam hatiku sepanjang hari. Tanpa kusadari, aku tenggelam dalam suatu permenungan yang mendalam, dan aku tidak mengucapkan sepatah kata pun kepada seorang pun. Sebanyak mungkin, aku menghindari perjumpaan dengan orang, pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan tugas-tugasku selalu aku jawab, tetapi di luar itu tidak sepatah kata pun keluar dari mulutku.

(435) 9 Juni 1935. Pentekosta. Ketika aku berjalan di taman pada petang hari, aku mendengar kata-kata ini, “Bersama dengan teman-temanmu, engkau harus memohon kerahiman bagi dirimu sendiri dan bagi dunia.” Aku mengerti bahwa aku tidak akan tetap berada di dalam Kongregasi tempat aku sekarang berada. Aku melihat dengan jelas bahwa kehendak Allah tentang diriku adalah lain. Tetapi, aku terus mencari dalih di hadapan Allah, sambil mengatakan kepada-Nya bahwa aku tidak mampu melaksanakan tugas ini. “Yesus, Engkau tahu dengan sangat baik siapakah aku ini,” [kataku], dan aku mulai merinci kelemahan-kelemahanku di hadapan Tuhan, sambil menyembunyikan diri di balik semua itu supaya Ia setuju bahwa aku tidak mampu melaksanakan rencana-rencana-Nya. Kemudian, aku mendengar kata-kata ini, “Jangan takut; Aku sendiri akan menggenapi segala sesuatu yang kurang di dalam dirimu.” Tetapi, kata-kata ini meresap dalam-dalam di lubuk hatiku dan membuat aku bahkan semakin menyadari kepapaanku, dan aku mengerti bahwa Allah menuntut suatu cara hidup yang lebih sempurna dariku. Tetapi, aku terus menggunakan ketidakmampuan sebagai suatu dalih.

(436) 29 Juni 1935. Ketika aku berbicara dengan pembimbing rohaniku mengenai berbagai hal yang diminta Tuhan dariku, aku pikir ia akan mengatakan kepadaku bahwa aku tidak mampu memenuhi semua hal itu, dan bahwa Tuhan Yesus tidak akan menggunakan jiwa-jiwa yang papa seperti aku untuk karya-karya yang ingin Ia laksanakan. Tetapi, aku mendengar kata-kata ini: bahwa hanya jiwa-jiwa seperti itulah yang paling sering dipilih Allah untuk melaksanakan rencana-rencana-Nya. Imam ini pasti dibimbing oleh Roh Allah; ia telah menyelami rahasia-rahasia jiwaku, rahasia-rahasia terdalam yang ada di antara aku dan Allah, yang belum pernah aku katakan kepadanya sebab aku sendiri belum memahaminya, dan Tuhan belum memerintahkan aku dengan jelas untuk mengatakannya kepadanya. Rahasia itu adalah: Allah menuntut agar ada suatu Kongregasi yang akan memaklumkan kerahiman Allah kepada dunia. Ketika imam bertanya kepadaku apakah aku tidak mempunyai ilham-ilham seperti itu, aku menjawab bahwa aku belum memiliki perintah-perintah yang jelas; tetapi pada saat itu juga suatu terang menembus jiwaku, dan aku tahu bahwa Tuhan sedang berbicara lewat dia.

(437) Sia-sia aku membela diri dengan mengatakan bahwa aku belum menerima perintah yang jelas karena pada akhir percakapan kami, aku melihat Tuhan Yesus berdiri di ambang pintu, seperti tampak dalam gambar Kerahiman Ilahi, dan Ia berkata kepadaku, “Aku ingin ada suatu Kongregasi seperti itu.” Ini hanya berlangsung sesaat. Tetapi aku tidak mengatakan kepadanya mengenai hal ini pada saat itu juga karena aku terburu-buru harus pulang, dan aku terus mengulang kata-kataku kepada Tuhan, “Aku tidak mampu melaksanakan rencana-rencana-Mu, ya Tuhan!” Tetapi, cukup aneh, Yesus tidak memperhatikan seruanku ini. Ia justru membuatku melihat dan memahami betapa karya ini sangat menyenangkan hati-Nya. Ia tidak peduli akan kelemahanku, tetapi membuat aku memahami betapa banyak kesulitan yang harus aku atasi. Dan aku, ciptaan-Nya yang papa ini, tidak dapat berkata apa-apa kecuali, “Aku tidak mampu untuk itu, ya Allahku!”

(438) 30 Juni 1935. Tepat pada awal misa kudus pada hari berikutnya, aku melihat Yesus dalam segala keindahan-Nya yang tak terperikan. Ia berkata kepadaku, “Dirikanlah suatu Kongregasi seperti itu secepat mungkin, dan engkau akan hidup di dalamnya bersama beberapa temanmu. Roh-Ku akan menjadi patokan hidupmu. Hidupmu harus dibentuk seturut hidup-Ku, mulai dari palungan sampai ke kematian-Ku di salib. Resapilah misteri-misteri-Ku dan engkau akan mengetahui lubuk kerahiman-Ku terhadap semua ciptaan dan kebaikan-Ku yang tak terselami - dan ini akan engkau perkenalkan kepada dunia. Lewat doa-doamu, engkau akan menjadi pengantara antara surga dan bumi.”

(439) Kemudian, tibalah saat menerima komuni kudus, dan Yesus menghilang, dan aku melihat suatu cahaya yang terang benderang. Kemudian, aku mendengar kata-kata ini, “Kami memberikan kepadamu berkat Kami,” dan pada saat itu suatu sinar cemerlang keluar dari cahaya itu dan menembus hatiku; api yang luar biasa dinyalakan di dalam jiwaku - aku pikir aku akan mati karena sukacita dan kebahagiaan. Aku merasakan rohku terpisah dari tubuhku. Aku merasa tenggelam sepenuhnya di dalam Allah, aku merasa bahwa aku direnggut oleh Yang Mahakuasa, laksana sebutir debu, ke dalam suatu ruangan yang belum kukenal.

Gemetar karena sukacita di dalam pelukan Sang Pencipta, aku merasakan Ia sendiri menopang aku sehingga aku dapat menanggung kebahagiaan yang besar ini dan menatap keagungan-Nya. Kini, aku tahu bahwa, kalau Ia sendiri tidak lebih dulu menguatkan aku dengan rahmat-Nya, jiwaku pasti tidak dapat menanggung kebahagiaan itu, aku pastilah sudah mati mendadak. Misa kudus sudah selesai, aku tidak tahu kapan karena sungguh di luar kemampuanku untuk memperhatikan apa yang terjadi di dalam kapel. Tetapi, ketika kesadaranku kembali, aku erasa kuat dan berani melaksanakan kehendak Allah; tidak ada sesuatu pun yang tampak sulit bagiku; dan kalau sebelumnya aku selalu mencari dalih untuk menghindar dari Tuhan, kini aku merasakan keberanian dan kekuatan Tuhan ada di dalam diriku, dan aku berkata kepada Tuhan, “Aku siap sedia untuk melaksanakan kehendak-Mu!” Dalam batin, aku telah mengalami segala sesuatu yang akan aku alami di masa yang akan datang.

(440) O Pencipta dan Tuhanku, seluruh diri dan hidupku adalah milik-Mu! Pergunakanlah aku menurut perkenan ilahi-Mu dan menurut rencana-rencana-Mu sejak kekal serta kerahiman-Mu yang tak terselami. Semoga setiap jiwa mengetahui betapa baiknya Tuhan; semoga tidak suatu jiwa pun takut bersatu mesra dengan Tuhan; semoga tidak satu jiwa pun menggunakan kehampaan sebagai suatu dalih, dan semoga ia tak pernah menunda [menerima] undangan-undangan Allah karena hal itu tidak berkenan di hati Tuhan. Tidak ada satu jiwa pun yang lebih malang daripada aku karena aku sungguh mengenal diriku sendiri, dan aku heran bahwa Keagungan ilahi membungkuk sedemikian rendah. O kekekalan, aku berpikir bahwa engkau terlalu singkat untuk memuji [secara memadai] kerahiman Tuhan yang tak terbatas.

(441) Pernah, Gambar Kerahiman Ilahi dipajang di atas altar selama perarakan Sakramen Mahakudus. Ketika imam mentakhtakan Sakramen Mahakudus, dan paduan suara mulai menyanyi, sinar dari gambar kerahiman ilahi itu menembus Hosti kudus dan menyebar ke seluruh dunia. Kemudian, aku mendengar kata-kata ini, “Sinar kerahiman ini akan tersalur lewat engkau, sama seperti mereka tersalur lewat Hosti ini, dan sinar itu akan memancar ke seluruh dunia.” Waktu mendengar kata-kata ini, sukacita yang mendalam memenuhi jiwaku.

(442) Pernah ketika bapak pengakuanku sedang merayakan misa, aku melihat, seperti biasa, Kanak-kanak Yesus ada di altar, sejak saat Persiapan Persembahan. Tetapi, sesaat sebelum Hosti diangkat, imam itu menghilang dari pandanganku, dan hanya Yesus sendiri yang tinggal. Ketika saat pengangkatan Hosti mendekat, Yesus mengambil Hosti dan piala dengan tangan-Nya yang mungil dan mengangkatnya bersama-sama, sambil menengadah ke surga, dan sesaat kemudian aku sekali lagi melihat bapak pengakuanku. Aku bertanya kepada Kanak-kanak Yesus di mana imam berada pada waktu aku tidak melihatnya. Yesus menjawab, “Di dalam Hati-Ku.” Tetapi, aku tidak dapat memahami sesuatu pun lebih dari kata-kata Yesus.

(443) Pada suatu kesempatan, aku mendengar kata-kata ini, “Aku ingin agar engkau hidup menurut kehendak-Ku dalam lubuk jiwamu yang paling rahasia.” Aku merenungkan kata-kata ini, yang berbicara dengan jelas kepada hatiku. Ini terjadi pada hari pengakuan dosa untuk Kongregasi. Ketika aku pergi ke pengakuan dosa dan mengakukan dosa-dosaku, imam mengulangi kepadaku kata-kata yang sama yang telah dikatakan Tuhan sebelumnya.

(444) Imam itu mengucapkan kata-kata yang mendalam ini kepadaku, “Ada tiga tingkat dalam menggenapi kehendak Allah: tingkat yang pertama, jiwa melaksanakan semua peraturan dan statuta yang menyangkut kepatuhan lahiriah; tingkat yang kedua, jiwa menerima ilham-ilham batin dan melaksanakannya dengan setia; pada tingkat yang ketiga, jiwa yang berserah penuh kepada kehendak Allah membiarkan Allah menggunakannya dengan bebas, dan Allah melakukannya dengan seturut perkenan-Nya, dan jiwa itu menjadi alat yang patuh di tangan Allah.” Dan, imam itu berkata bahwa aku berada pada tingkat kedua dalam memenuhi kehendak Allah dan bahwa aku belum mencapai tingkat yang ketiga, tetapi aku harus berusaha untuk mencapainya. Kata-kata ini menembus hatiku. Aku melihat dengan jelas bahwa Allah sering memberikan kepada imam ini pengetahuan tentang apa yang terjadi dalam lubuk jiwaku. Ini sama sekali tidak mengherankan aku; sungguh, aku bersyukur kepada Allah bahwa Ia telah memilih orang seperti itu.

(445) Kamis, Adorasi Malam. Ketika aku datang untuk adorasi, suatu permenungan batin langsung menguasai aku, dan aku melihat Tuhan Yesus terikat pada suatu tiang, dilucuti dari pakaian-Nya, dan seketika itu juga Ia mulai didera. AKu melihat empat laki-laki yang secara bergilir mendera Tuhan dengan cambuk-cambuknya. Jantungku hampir berhenti berdenyut menyaksikan penyiksaan itu. Tuhan berkata kepadaku, “Aku menderita siksaan yang bahkan lebih pedih daripada yang engkau saksikan.” Dan Yesus memberitahukan kepadaku demi dosa-dosa macam apa Ia rela menyerahkan diri-Nya untuk didera, yakni dosa melawan kemurnian. Oh, betapa mengerikan penderitaan moral Yesus selama Ia didera! Kemudian, Yesus berkata kepadaku, “Pandanglah dan lihatlah bangsa manusia dalam keadaannya yang sekarang.” Seketika itu juga, aku melihat hal-hal yang mengerikan: para algojo meninggalkan Yesus, dan orang lain mulai mendera Dia; mereka menimpakan deraan-deraan kejam dan memukuli Tuhan dengan tanpa belas kasihan. Mereka ini adalah para imam, biarawan dan biarawati, dan para pejabat tertinggi Gereja; semua ini membuat aku sangat tercenggang. Ada juga umat awam dari segala usia dan tingkat kehidupan. Semuanya menimpakan kebencian mereka atas Yesus yang tidak bersalah. Melihat ini, hatiku seolah-olah terjatuh dalam sakratulmaut. Dan sementara pada algojo mendera Dia, Yesus tetap diam dan menatap ke kejauhan; tetapi ketika jiwa-jiwa lain yang aku sebutkan itu mendera Dia, Yesus menutup mata-Nya, dan rintihan lembut tetapi sangat memilukan terlontar dari Hati-Nya. Dan, Yesus membuatku tahu dengan jelas betapa besarnya kejahatan jiwa-jiwa yang tidak tahu berterima kasih ini, “Engkau lihat, inilah siksaan yang lebih berat daripada kematian-Ku.” Kemudian bibirku pun terkatup rapat, dan aku mulai mengalami sakratulmaut, dan aku merasakan bahwa tak seorang pun akan menghibur aku atau merenggut aku dari keadaan itu selain Dia yang telah menempatkan aku. Kemudian, Tuhan berkata kepadaku, “Aku melihat penderitaan hatimu yang tulus, yang membawa penghiburan besar kepada Hati-Ku. Lihatlah dan nikmatilah penghiburan.”

(446) Kemudian, aku melihat Tuhan Yesus terpaku di salib. Tidak lama setelah Ia tergantung di sana, aku melihat suatu himpunan besar jiwa-jiwa yang disalibkan seperti Dia. Kemudian, aku melihat himpunan yang kedua, dan akhirnya himpunan yang ketiga. Jiwa-jiwa dalam himpunan yang kedua tidak dipaku pada salib [mereka], tetapi mereka memegang erat-erat salib masing-masing dengan tangan mereka. Jiwa-jiwa dalam himpunan yang ketiga tidak disalibkan pada salib [mereka] dan tidak memegang erat-erat salib masing-masing dengan tangan mereka, tetapi menyeret salib [mereka] di belakang mereka dan mereka merasa tidak senang. Kemudian, Yesus berkata kepadaku, “Apakah engkau melihat jiwa-jiwa ini? Mereka yang menanggung penderitaan dan penghinaan seperti Aku juga akan mulia seperti Aku. Dan mereka yang menanggung penderitaan dan penghinaan seperti Aku tetapi kurang disakiti dan kurang dihina juga menyandang kemuliaan, tetapi sedikit lebih rendah daripada kemuliaan Allah.”

Dari antara jiwa-jiwa yang disalibkan, yang paling banyak adalah para klerus. Aku juga melihat bahwa sejumlah jiwa yang disalibkan itu aku kenal, dan hal ini memberiku sukacita yang besar. Kemudian, Yesus berkata kepadaku, “Dalam meditasimu besok pagi, engkau hendaknya merenungkan apa yang engkau lihat hari ini.” Dan seketika itu juga Yesus menghilang dari hadapanku.

(447) Jumat. Aku sedang sakit dan tidak dapat mengikuti misa kudus. Pada pikul tujuh pagi, aku melihat bapak pengakuanku merayakan misa kudus, saat itu aku melihat Kanak-kanak Yesus. Menjelang akhir misa, penglihatan itu lenyap, dan aku sadar kembali bahwa aku berada di kamarku seperti sebelumnya. SUkacita yang tak terlukiskan menguasai aku sebab, meskipun aku tidak dapat pergi ke misa di kapel kami, aku telah hadir di dalamnya di suatu gereja, yang sangat jauh. Yesus mampu mengatasi segala sesuatu.

30 Juli 1935

(448) Pesta Santo Ignatius. Aku berdoa dengan khusyuk kepada orang kudus ini, sambil mengeluh kepadanya karena ia hanya memandangku dan tidak datang membantuku ketika aku menghadapi masalah-masalah yang sedemikian berat dalam melaksanakan kehendak Allah. Aku berkata kepadanya, “Ya Pelindungku, yang bernyala-nyala karena api cinta dan semangat demi semakin besarnya kemuliaan Allah, dengan rendah hati aku mohon kepadamu untuk membantuku melaksanakan rencana-rencana Allah.” Ini terjadi dalam misa kudus. Kemudian, aku melihat Santo Ignatius di sisi kiri altar, dengan sebuah buku besar di tangannya. Dan, ia mengucapkan kata-kata ini kepadaku, “Putriku, aku tidak acuh tak acuh terhadap masalahmu. Peraturan ini dapat disesuaikan, dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan Kongregasi ini.” Dan sambil memberikan isyarat dengan tangannya ke arah buku besar itu, ia menghilang. Aku sangat bersukacita atas kenyataan bahwa begitu besar perhatian para kudus kepada kami dan bahwa begitu eratnya kami bersatu dengan mereka. Oh, sungguh baiklah Allah! Betapa indahnya dunia rohani, bahwa semua di dunia ini kami boleh bergaul dengan para kudus! Sepanjang hari, aku dapat merasakan kehadiran Santo Pelindung yang baik ini.

(449) 5 Agustus 1935. Pesta Santa Perawan Maria, Bunda Kerahiman. Aku mempersiapkan pesta ini dengan gairah yang lebih besar daripada tahun-tahun sebelumnya. Pada hari pesta ini, pagi-pagi, dan aku mengalami suatu pergulatan batin karena memikirkan bahwa aku harus meninggalkan Kongregasi yang menikmati begitu banyak perlindungan istimewa dari Maria ini. Pergulatan itu berlangsung selama meditasi dan juga selama misa pertama. Dalam misa kedua, aku berpaling keapda Bunda kita Tersuci, sambil memberitahukan kepadanya bahwa sangat sulit bagiku untuk memisahkan diri dari Kongregasi. ... “yang kaulindungi secara istimewa ini, ya Maria.” Kemudian, aku melihat Sang Perawan Kudus, elok tak terperikan. Ia turun dari altar ke tempat aku berlutut, merangkul aku erat-erat dan berkata kepadaku, “Aku adalah Bunda bagi kamu semua berkat kerahiman Allah yang tak terselami. Yang paling menyenangkan hatiku adalah jiwa yang dengan setia melaksanakn kehendak Allah.” Ia membuat aku memahami bahwa dengan setia aku telah memenuhi Allah dan dengan demikian aku berkenan di hatinya. “Jangan takut. Jangan takut akan halangan-halangan yang demikian, tetapi tetapkan pandanganmu pada sengsara Putraku, dan dengan cara ini engkau akan menang.”

(450) Adorasi Malam.

Aku sangat menderita, dan aku merasa bahwa aku tidak akan mampu melaksanakan adorasiku. Tetapi, aku menghimpun seluruh kekuatan kehendakku dan, meskipun aku jatuh di kamarku, aku tidak memperdulikan rasa sakit yang nyeri dalam diriku karena dengan mataku aku menyaksikan sengsara Yesus. Ketika memasuki kapel, aku menerima suatu pemahaman batin mengenai ganjaran besar yang disiapkan Allah bagi kita, bukan hanya atas perbuatan-perbuatan baik yang kita lakukan, tetapi juga atas keinginan tulus melaksanakannya. Sungguh besar rahmat Allah ini!

Oh, betapa manisnya bekerja keras untuk Allah dan untuk jiwa-jiwa! Dalam pergulatan ini, aku tidak akan beristirahat, tetapi aku akan berjuang sampai napas terakhir demi kemuliaan Rajaku dan Tuhanku. Aku tidak akan meletakkan pedangku sampai Ia memanggil aku menghadap takhta-Nya; aku tidak takut akan pukulan sebab Allah adalah perisaiku. Justru musuhlah yang harus takut akan kami, dan bukan kami takut akan dia. Setan hanya mengalahkan orang yang sombong dan pengecut sebab orang yang rendah hati itu kuat. Tidak ada sesuatu pun yang akan mengacaukan atau menggentarkan jiwa yang rendah hati. Aku telah mengarahkan perjuanganku tepat ke pusat panasnya matahari dan tidak ada suatu pun yang dapat menghambat lajunya. Kasih tidak akan membiarkan diri terbelenggu; ia bebas laksana seorang ratu. Kasih pasti mencapai Allah.

(451) Pernah, sesudah komuni kudus, aku mendengar kata-kata ini, “Engkau adalah tempat kediaman Kami.” Pada saat itu, aku merasakan dalam jiwaku kehadiran Tritunggal Kudus, Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Aku merasa bahwa aku adalah bait Allah. Aku merasa bahwa aku adalah anak Bapa. Aku tidak dapat menjelaskan semua ini, tetapi rohku memahaminya dengan baik. O Kebaikan yang tak terbatas, betapa rendahnya Engkau merunduk kepada ciptaan-Mu yang papa ini!

(452) Seandainya jiwa-jiwa mau mengheningkan diri, pada saat itu juga Allah akan berbicara kepada mereka karena hiruk pikuk akan menghalangi kata-kata Tuhan.

(453) Pada suatu kesempatan, Tuhan berkata kepadaku, “Mengapa engkau ketakutan dan mengapa engkau gemetar ketika bersatu dengan Aku? Aku tidak senang kalau suatu jiwa dikuasai oleh ketakutan yang sia-sia. Siapa yang akan berani menyentuh engkau kalau engkau bersama Aku? Yang paling menyenangkan Hati-Ku adalah jiwa yang dengan teguh percaya akan kebaikan-Ku dan sepenuhnya mengandalkan Aku. Aku menumpahkan kepercayaan-Ku padanya dan memberikan kepadanya semua yang ia minta.”

(454) Pernah, Tuhan berkata kepadaku, “Putri-Ku, ambillah rahmat yang ditolak oleh orang-orang lain; ambillah sebanyak yang dapat engkau bawa.” Pada saat itu, jiwaku dibanjiri dengan kasih Allah. Aku merasakan bahwa aku disatukan dengan Tuhan sedemikian erat sehingga aku tidak dapat menemukan kata-kata untuk mengungkapkan dengan tepat kesatuan itu. Dalam keadaan itu, tiba-tiba aku merasa bahwa segala sesuatu yang dimiliki Allah, segala harta dan kekayaan, menjadi milikku meskipun aku tidak begitu memperhatikannya sebab Allah sendiri cukuplah bagiku. Dalam Dia, aku melihat segala sesuatu yang kumiliki; di luar - tidak ada sesuatu pun.

Aku tidak mencari kebahagiaan di luar batinku sendiri karena di sinilah Allah bersemayam. Aku bersukacita bahwa Allah bersemayam di dalam diriku; di sini aku senantiasa tinggal bersama Dia; di sinilah aku mengalami hubungan yang paling mesra dengan Dia; di sini aku merasa aman karena tinggal bersama-Nya; inilah tempat yang tidak dilihat oleh mata insani. Perawan Tersuci mendorong aku untuk bersatu dengan Allah dengan cara ini.

(455) Ketika sejumlah penderitaan menimpaku, penderitaan itu tidak lagi mendatangkan kepedihan apa pun dalam diriku, juga tidak melenyapkan penghiburan-penghiburan dariku. Hatiku penuh dengan damai dan ketenangan yang mengalir dari pengenalan akan kebenaran.

Bagaimana hidup yang dikerumuni oleh hati yang tidak bersahabat dapat mendatangkan gangguan kepadaku kalau jiwaku penuh dengan kebahagiaan? Atau sebaliknya, dengan dikerumuni oleh hati yang bersahabat, bagaimana aku dapat tertolong kalau aku tidak memiliki Allah di dalam diriku? Kalau Allah tinggal di dalam diriku, siapa dapat merugikan aku?

Vilnius, 12 Agustus 1935.

(456) Retret Tiga Hari.

Pada malam pembukaan retret ketika mendengarkan butir-butir renungan, aku mendengar suara ini, “Dalam retret ini, Aku akan berbicara kepadamu lewat mulut imam ini untuk menguatkan dan meyakinkan engkau tentang kebenaran dari kata-kata yang Kusampaikan kepadamu di dalam lubuk jiwamu. Meskipun retret ini untuk semua suster, Aku memperhatikan engkau secara khusus di dalam ingatan-Ku sebab Aku ingin menguatkan engkau dan membuat engkau tidak takut di tengah semua penderitaan yang membentang di depan. Oleh karena itu, dengarkanlah sungguh-sungguh kata-kata imam ini dan renungkanlah di dalam lubuk jiwamu.”

(457) Oh, betapa heran aku sebab segala sesuatu yang dikatakan imam mengenai kesatuan dengan Allah dan rintangan-rintangan terhadap kesatuan itu telah kualami secara harfiah di dalam jiwaku dalam lubuk jiwaku. Kesempurnaan ialah kesatuan mesra dengan Allah.

(458) Dalam renungan pukul sepuluh, imam berbicara tentang Kerahiman Ilahi dan tentang kebaikan Allah kepada kita. Ia berkata bahwa kalau kita menyusuri sejarah umat manusia, kita dapat melihat kebaikan besar Alah pada setiap tahap. Semua sifat Allah, seperti mahakuasa dan bijaksana, dimaksudkan untuk menyatakan kepada kita sifat-sifat Allah yang paling agung, yakni kebaikan-Nya; kebaikan Allah adalah sifat Allah yang paling besar. Tetapi, banyak jiwa yang berusaha mengejar kesempurnaan tidak menyadari kebaikan Allah yang besar ini. Segala sesuatu yang dikatakan imam selama renungan tentang kebaikan Alah, tepat seperti yang telah dikatakan Yesus kepadaku mengenai Pesta Kerahiman. Kini, aku sungguh memahami dengan jelas apa yang telah dijanjikan Tuhan kepadaku, dan aku tidak lagi ragu-ragu sedikit pun. Bahasa Allah sungguh jelas dan mudah difahami.

(459) Sepanjang seluruh renungan, aku melihat Tuhan Yesus pada altar. Ia mengenakan pakaian putih, tangan-Nya memegang buku catatan tempat aku menulis semua hal ini. Sepanjang seluruh renungan, Yesus terus membuka halaman-halaman buku catatan itu dan tinggal diam; tetapi, hatiku tidak mampu menahan api yang bernyala-nyala di dalam jiwaku. Aku berusaha sungguh-sungguh dengan sekuat kehendakku untuk mengendalikan diri dan tidak membiarkan orang lain mengetahui apa yang sedang terjadi di dalam jiwaku. Tetapi, menjelang akhir renungan, aku merasa bahwa aku sama sekali tidak mampu mengendalikan diri. Kemudian Yesus berkata kepadaku, “Engkau belum menulis segala sesuatu di dalam buku catatan tentang kebaikan-Ku kepada umat manusia; Aku ingin supaya engkau tidak menghilangkan suatu pun; Aku ingin agar hatimu bertumpu kuat dalam kedamaian.”

(460) Ya Yesus, jantungku serasa berhenti berdenyut ketika aku memikirkan  semua yang Kaulakukan bagiku! Aku heran akan Dikau, Tuhan, mengapa Engkau membungkuk begitu rendah kepada jiwaku yang jahat! SUngguh tak terselami sara-sarana yang Kaupakai untuk menyakinkan aku!

(461) Inilah pertama kalinya dalam hidupku aku melakukan retret seperti ini. Secara istimewa dan dengan sangat jelas, aku memahami setiap kata yang diucapkan imam karena aku telah lebih dulu mengalami semua itu di dalam jiwaku. Kini, aku sungguh-sungguh menyadari bahwa Yesus tidak akan membiarkan setiap jiwa yang mengasihi Dia dengan tulus berada dalam ketidakpastian. Yesus ingin agar jiwa yang bersatu erat dengan-Nya dipenuhi dengan damai, meskipun jiwa itu mengalami banyak penderitaan dan kepedihan.

(462) Kini, aku memahami dengan baik bahwa yang paling erat menyatukan jiwa kita dengan Allah adalah penyangkalan diri; artinya, memadukan kehendak kita dengan kehendak Allah. Inilah yang membuat jiwa sungguh bebas; inilah yang mampu menciptakan permenungan roh yang mendalam, dan ini pulalah yang membuat semua beban hidup menjadi ringan, dan kematian menjadi manis.

(463) Yesus memberitahukan kepadaku bahwa kalau aku ragu-ragu mengenai Pesta Kerahiman dan pendirian Kongregasi itu - “Atau mengenai semua hal lain yang sudah Aku katakan dalam lubuk jiwamu, maka akan segera Kujawab lewat mulut imam ini.”

(464) Dalam renungan tentang kerendahan hati, keragu-raguan lama muncul kembali, yakni bahwa suatu jiwa yang papa seperti jiwaku tidak akan ampu melaksanakan tugas yang telah dituntut Tuhan. Sementara aku menganalisis keragu-raguan ini, imam yang memimpin retret menyela alur permenungannya dan berbicara  mengenai satu hal persis yang sedang aku ragukan; yakni bahwa Allah biasanya memilih jiwa yang paling lemah dan paling sederhana sebagai alat untuk karya-karya-Nya yang paling besar; kita dapat melihat bahwa ini merupakan kebenaran yang tidak dapat disangkal kalau kita memperhatikan orang-orang yang dipilih Allah menjadi Rasul-rasul-Nya; atau lagi, kalau kita menyimak sejarah Gereja dan menyaksikan betapa karya-karya besar dilakukan oleh jiwa-jiwa yang paling tidak mampu melaksanakannya; sebab hanya dengan cara inilah karya-karya Allah dinyatakan sebagaimana adanya, yakni sebagai karya Allah. Ketika keragu-raguanku sama sekali menghilang, imam itu kembali ke tema konferensinya tentang kerendahan hati.

Yesus berdiri di altar, seperti biasa Ia lakukan dalam setiap konferensi, dan tidak berkata apa-apa kepadaku, tetapi tatapan mata-Nya yang ramah menembus jiwaku yang papa yang kini tidak lagi memiliki satu dalih apa pun.

(465) Yesus, Kehidupanku, aku merasakan dengan baik bahwa Engkau sendiri sedang mengubah diriku menjadi diri-Mu, di dalam relung jiwaku tempat indra tidak lagi mampu menangkap banyak. Ya, Juru Selamatku, sembunyikanlah aku sepenuhnya dalam lubuk Hati-Mu dan lindungilah aku dengan sinar-Mu terhadap segala sesuatu yang bukan Engkau. Aku mohon kepada-Mu, ya Yesus, biarlah kedua sinar yang telah memancar dari Hati-Mu yang maharahim itu terus menerus menyegarkan jiwaku.

(466) Saat Pengakuan Dosa.

Bapak pengakuanku bertanya kepadaku apakah pada saat ini Yesus ada di sini dan apakah aku dapat melihat-Nya. “Ya, Ia ada di sini, dan aku dapat melihat-Nya.” Kemudian, ia menyuruh aku bertanya kepada Yesus mengenai orang-orang tertentu. Yesus tidak menjawab aku, tetapi memandang dia. Tetapi, sesudah pengakuan dosa ketika aku mendaras doa penitensi, Yesus berbicara sebagai berikut, “Pergilah dan hiburlah dia atas nama-Ku.” Tanpa memahami makna kata-kata ini, serta merta aku mengulangi kepadanya kata-kata yang telah diucapkan Yesus untuk kulakukan.

(467) Selama seluruh retret, aku berada dalam persekutuan yang tak terputus dengan Yesus dan dengan segenap kekuatan hatiku aku menjalin hubungan yang mesra dengan Dia.

(468) Hari pembaruan kaul. Pada awal misa kudus, aku melihat Yesus seperti biasanya. Ia memberkati kami dan kemudian masuk ke dalam tabernakel. Kemudian, aku melihat Bunda Allah dalam pakaian putih dan mantol biru, dengan kedua tangannya terbuka. Dari altar, ia menghampiri aku, menyentuh aku dengan kedua tangannya, dan menundungi aku dengan mantolnya sambil berkata, “Persembahkanlah kaul-kaul ini untuk Polandia. Berdoalah untuknya.” 15 Agustus.

(469) Pada hari yang sama, malam hari, aku merasakan dalam jiwaku kerinduan yang besar akan Allah. Pada saat itu aku tidak melihat Dia dengan mata tubuhku seperti yang aku alami pada kesempatan-kesempatan sebelumnya, tetapi aku merasakan kehadiran-Nya meskipun tidak memahaminya. Hal ini membangkitkan dalam diriku kerinduan dan siksaan yang tak dapat kulukiskan dengan kata-kata. Aku merasakan sakratulmaut karena kerinduan untuk bersatu dengan Dia, untuk tenggelam dalam Dia selama-lamanya. Dengan segenap tenaganya, rohku menuju kepada-Nya; tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang dapat menghiburku. O Kasih Abadi, kini aku mengerti betapa mesra hubungan jiwaku dengan-Mu! Karena tidak ada sesuatu lain yang dapat memuaskan aku di surga atau di bumi selain Engkau, ya Allahku; dalam Dikau jiwaku terbenam.

(470) Pada suatu petang, dari kamarku aku menengadah ke langit dan melihat bulan serta bintang-bintang indah yang bertaburan di cakrawala. Ketiak itu suatu api kasih yang tak terselami, yakni api kasih akan Pencipta-Ku, meletup di dalam jiwaku dan karena tak mampu menahan kerinduan akan Dia yang muncul di dalam jiwaku, aku jatuh tertelungkup, sambil merendahkan diriku ke tanah. Aku memuliakan Allah karena segala karya-Nya dan ketika hatiku tidak lagi mampu menahan apa yang terjadi di dalamnya, aku menangis keras. Kemudian, Malaikat Pelindungku menyentuh aku dan berkata kepadaku sebagai berikut, “Tuhan memerintahkan aku untuk memberitahukan kepadamu supaya engkau bangkit dari lantai.” Aku langsung bangkit, tetapi tidak meraskan penghiburan di dalam jiwaku. Kerinduan akan Allah bahkan menjadi semakin kuat di dalam diriku.

(471) Pada suatu hari ketika aku sedang melaksanakan adorasi dan rohku merasa rindu setengah mati akan Dia, dan aku tidak lagi dapat menahan air mataku, aku melihat suatu roh yang indah laur biasa, yang mengucapkan kata-kata ini kepadaku, “Jangan menangis - kata Tuhan.” Sesaat kemudian aku bertanya, “Siapa engkau?” Ia menjawab, “Aku adalah salah satu dari ketujuh roh yang berdiri di hadapan takhta Allah siang dan malam, yang memuji Dia tanpa henti.” Tetapi roh ini tidak dapat meredakan kerinduanku, malah membuatnya menjadi semakin merindukan Allah. Roh ini sangat indah, dan keindahannya muncul dari kesatuan eratnya dengan Allah. Roh ini tidak meninggalkan aku sedetik pun, tetapi menemani aku di mana saja.

(472) Pada hari berikutnya, dalam misa kudus, sebelum pengakngkatan Hosti dalam Dia Syukur Agung, roh ini mulai melagukan kata-kata ini, “Kudus, Kudus, Kudus.” Suaranya seperti suara seribu makhluk; sama sekali mustahil untuk merumuskannya dengan kata-kata. Tiba-tiba rohku berpadu dengan Allah, dan pada saat itu juga aku melihat keagungan dan kekudusan Allah yang tak terselami dan, pada saat yang sama, aku menyadari kehampaan diriku sendiri.

Lebih jelas daripada kapan pun sebelumnya, aku mengenal Ketiga Pribadi Ilahi: Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Tetapi, keberadaan mereka, sifat mereka, dan keagungan mereka adalah satu. Jiwaku bersatu dengan ketiga Pribadi ini; tetapi aku tidak tahu bagaimana mengungkapkannya dengan kata-kata; namun jiwaku mamahaminya dengan baik. Barangsiapa bersatu dengan Satu dari Ketiga Pribadi ilahi, ia bersatu dengan seluruh Tritunggal Mahakudus karena Keesaan ini tidak terpisahkan. Penglihatan ini, atau lebih tepat, pemahaman ini memenuhi jiwaku dengan kebahagiaan yang tak terbayangkan sebab Allah sedemian besar. Apa yang kulukiskan tidak dapat kulihat dengan mata indrawi, seperti pada kesempatan-kesempatan sebelumnya, tetapi murni secara batin, murni secara rohani, sama sekali bebas dari indra. Peristiwa ini berlangsung sampai akhir misa kudus.

Peristwa ini sekarang sering terjadi padaku, dan tidak hanya di kapel, tetapi juga di tempat kerja, dan kadang-kadang terjadi ketika aku tidak begitu mengharapkannya.

(473) Ketika bapa pengakuanku pergi, aku mengaku dosa kepada Uskup Agung. Ketika aku mengungkapkan pengalaman jiwaku kepadanya, aku mendapat jawaban ini, “Putriku, persenjatailah dirimu dengan kesabaran yang besar; kalau hal-hal ini datang dari Allah, cepat atau lambat akan terlaksana. Maka tenangkanlah hatimu. Dalam masalah ini, aku memahami engkau sepenuhnya, Putriku. Dan sekarang mengenai gagasanmu untuk meninggalkan Kongregasi  dan mendirikan suatu Kongregasi lain, jangan menuruti gagasan-gagasan seperti itu karena ini bisa menjadi suatu godaan batin yang serius.” Sesudah pengakuan dosa ini, aku berkata kepada Tuhan Yesus, “Mengapa Engkau menyuruh aku melaksanakan hal-hal yang sedemikian tetapi tidak membuka kemungkinan untuk melaksanakannya?” Kemudian, sesudah komuni kudus, aku melihat Tuhan Yesus di kapel kecil yang sama tempat aku pergi mengaku dosa. Ia menampakkan diri dengan cara yang sama sebagaimana dilukis dalam gambar [Kerahiman Ilahi] itu. Tuhan berkata kepadaku, “Jangan bersedih. Aku akan membuat dia memahami hal-hal yang Aku minta darimu.” Ketika kami keluar, Uskup Agung tampak sangat sibuk, tetapi ia menyuruh kami kembali dan menunggu sebentar. Ketika kami masuk ke kapel lagi, aku mendengar suara ini dalam jiwaku, “Beri tahukan kepadanya apa yang telah engkau lihat di kapel ini.” Pada saat itu juga Uskup Agung masuk dan bertanya apakah kami memiliki sesuatu untuk disampaikan kepadanya. Tetapi, meskipun telah diperintahkan Tuhan untuk mengatakan kepadanya, aku tidak dapat mengatakannya sebab ada suster lain bersamaku.

Satu nasihat lagi aku terima dari pengakuan dosa itu, “Memperoleh kerahiman bagi dunia adalah gagasan yang besar dan indah. Banyaklah berdoa, Suster, mohonlah kerahiman bagi para pendosa, tetapi lakukanlah itu dalam biaramu sendiri.”

(474) Hari berikutnya, Jumat, 13 September 1935.

Pada malam hari ketika aku berada di dalam kamar, aku melihat malaikat, pelaksana murka ilahi. Ia mengenakan pakaian yang menyilaukan, wajahnya sangat cemerlang, di bawah kakinya ada segugus awan. Dari awan itu, ledakan petir dan halilintar meluncur ke arah tangannya; dan dari tangan ini, petir serta halilintar itu keluar, dan kemudian menyambar bumi. Ketika aku menyaksikan tanda murka ilahi yang siap menyambar bumi ini, dan khususnya suatu tempat tertentu, yang karena alasan-alasan yang tepat tidak dapat kusebut namanya, aku mulai memohon kepada malaikat itu untuk menangguhkannya sejenak, dan dunia akan menyesal. Tetapi, permohonanku hampir tak ada artinya terhadap murka ilahi. Sesaat kemudian aku melihat Tritunggal yang mahakudus. Kuasa keangungan-Nya menembus jiwaku dalam-dalam, dan aku tidak berani mengulangi permohonanku. Pada saat itu juga aku merasakan dalam jiwaku kuasa rahmat Yesus, yang ada dalam jiwaku. Ketika aku menyadari rahmat ini, serta merta aku direnggut ke hadapan takhta Allah. Oh, betapa besarnya Tuhan dan Allah kita, dan betapa tak terselami kekudusan-Nya. Aku tidak akan mencoba melukiskan keagungan ini sebab kelak kita semua akan melihat Dia seperti ada-Nya. Aku mulai mengajukan pembelaan kepada Allah untuk dunia dengan kata-kata yang didengar dalam hati.

(475) Ketika aku berdoa dengan cara ini, aku melihat ketidakmampuan sang malaikat: ia tidak mampu melaksanakan hukuman adil yang setimpal dengan dosa-dosa itu. Belum pernah sebelumnya aku berdoa dengan kekuatan batin seperti yang kulakukan waktu itu.

Kata-kata yang kuucapkan dalam permohonan kepada Allah adalah seperti berikut, “Bapa yang kekal, kupersembahkan kepada-Mu Tubuh dan Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an Putra-Mu yang terkasih, Tuhan kami Yesus Kristus, demi dosa kami dan dosa seluruh dunia; demi sengsara-Nya yang pedih, tunjukkanlah belas kasih-Mu kepada kami.”

(476) Keesokan harinya ketika aku memasuki kapel, aku mendengar suara ini dari dalam hati, “Setiap kali engkau memasuki kapel, langsung daraslah doa yang Kuajarkan kepadamu kemarin.” Sesudah aku mengucapkan doa itu, dalam jiwaku aku mendengar suara ini, “Doa ini akan meredakan murka-Ku. Engkau harus mendaraskannya selama sembilan hari, dengan menggunakan rosario, dengan cara berikut: Pertama-tama, ucapkanlah satu kali ‘Bapa Kami’, satu kali ‘Salam Maria’, dan ‘Aku Percaya’. Kemudian, pada manik-manik Bapa Kami ucapkanlah kata-kata berikut: ‘Bapa yang kekal, kupersembahkan kepada-Mu Tubuh dan Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an Putra-Mu yang terkasih, Tuhan kami Yesus Kristus, sebagai pendamaian untuk dosa kami dan dosa seluruh dunia’. Pada manik-manik Salam Maria ucapkanlah kata-kata berikut: ‘Demi sengsara Yesus yang pedih, tunjukkanlah belas kasih-Mu kepada kami dan seluruh dunia’. Dan sebagai penutup, daraslah tiga kali kata-kata berikut: ‘Allah yang Kudus, Kudus dan Berkuasa, Kudus dan Kekal, kasihanilah kami dan seluruh dunia.”

(477) Keheningan itu ibarat pedang dalam pertempuran rohani. Jiwa yang banyak bicara tidak pernah akan mencapai kesucian. Pedang keheningan akan membabat segala sesuatu yang akan melekat pada jiwa. Kita terlalu peka terhadap kata-kata dan ingin cepat-cepat menanggapinya, tanpa mempertimbangkan sedikit pun apakah yang akan kita katakan itu adalah kehendak Allah. Jiwa yang hening itu kuat; tidak ada hambatan yang akan merugikannya asalakan ia tetap bertahan dalam keheningan. Jiwa yang hening mampu menyatukan diri secara paling mesra dengan Allah. Hampir selalu, ia hidup di bawah ilham Roh Kudus. Dalam jiwa yang hening, Allah bekerja tanpa rintangan.

(478) Ya Yesusku, aku tahu, hanya Engkau yang mengenal dengan baik bahwa hatiku tidak memiliki cinta lain kecuali cinta akan Dikau! Seluruh cinta perawanku untuk selamanya terbenam dalam diri-Mu, ya Yesus! Dengan jelas aku merasakan bagaimana Darah ilahi-Mu mengalir di dalam hatiku; aku tidak mempunyai keragu-raguan sedikit pun bahwa cinta-Mu yang paling murni telah memasuki hatiku dengan Darah-Mu yang paling kudus. Aku sadar bahwa Engkau tinggal di dalam diriku, bersama dengan Bapa dan Roh Kudus, atau lebih tepat: aku sadar bahwa akulah yang hidup dalam Engkau, ya Allah yang tak terselami! Aku sadar bahwa aku lebur di dalam Engkau laksana setetes air di dalam samudra. Aku sadar bahwa Engkau ada di luar dan di dalam diriku dan sungguh bahwa Engkau ada dalam segala sesuatu yang mengelilingi aku, dalam segala sesuatu yang terjadi atasku. Ya Allahku, aku sudah mengenal Engkau di dalam hatiku, dan aku telah mengasihi Engkau di atas segala sesuatu yang ada di bumi dan di surga. Hati kita saling memahami, dan tak seorang pun dari antara umat manusia akan memahaminya.

(479) Dalam pengakuan dosaku yang kedua kepada Uskup Agung. Secara batin, aku sudah dipersatukan dengan Allah. Kehadiran-Nya merasuki diriku sampai ke lubuk hatiku dan memenuhi aku dengan damai, sukacita dan pesona. Sesudah berdoa sejenak, aku dipenuhi dengan kekuatan dan keberanian yang luar biasa untuk menderita dan bertempur. Tidak ada suatu pun yang menggentarkan aku, juga kalaupun seluruh dunia berbalik menyerang aku. Segala penderitaan hanya menyentuh permukaan, tetapi mereka tidak mampu menemukan jalan masuk ke lubuk hatiku sebab Allah, yang menguatkan aku, yang memenuhi diriku, bersemayam di sana. Semua jerat musuh dihancurkan pada tumpuan kaki-Nya. Dalam saat perpaduan ini, Allah menopang aku dengan kekuatan-Nya. Kekuatan-Nya tersalur kepadaku dan membuat aku mampu mengasihi Dia. Dengan kekuatannya sendiri, jiwa tidak pernah mencapai keadaan ini. Pada awal rahmat batin ini, aku dipenuhi dengan ketakutan, dan aku mulai menyerah kepadanya; tetapi dengan amat cepat, Tuhan membuat aku sadar bahwa hal ini sangat tidak berkenan di hati-Nya. Dan Dia jugalah, Dia sendiri, yang membuat ketakutanku mereda.

(481) Hampir setiap pesta Gereja memperdalam pengetahuanku tentang Allah dan memberikan rahmat istimewa kepadaku. Oleh karena itu, untuk setiap pesta, aku selalu mempersiapkan diir sungguh-sungguh dan menyatukan diri erat-erat dengan roh Gereja. O, betapa menyenangkan menjadi anak Gereja yang setia! O, betapa aku mencintai Gereja kudus dan semua anggotanya! Aku memandang mereka sebagai anggota yang hidup dari Kristus, yang adalah Kepalanya. Hatiku bernyala-nyala karena cinta akan mereka yang mengamalkan cinta; aku menderita bersama mereka yang menderita; tenagaku habis terserap duka ketika menyaksikan mereka yang dingin dan tak tahu terima kasih; dan kemudian aku berusaha mendapatkan cinta dari Allah yang sedemikian rupa sehingga akan mengubah hati mereka yang tidak mencintai Dia, mereka yang secara amat menyedihkan menghujani Juru Selamat mereka dengan sikap tak tahu terima kasih.

(482) Ya Allahku, aku menyadari misiku dalam Gereja kudus. Adalah tugasku untuk bekerja keras terus menerus guna memohon kerahiman bagi dunia. Aku menyatukan diri erat-erat dengan Yesus dan berdiir di hadapan-Nya sebagai kurban penyilihan atas nama dunia. Allah sama sekali tidak akan menolak apa pun ketika aku memhon kepada-Nya dengan suara Putra-Nya. Pada dasarnya, kurbanku sama sekali tidak ada artinya, tetapi ketika aku menyatukannya dengan kurban Yesus Kristus, ia menjadi kurban yang penuh kuasa dan memiliki kekuatan untuk meredakan murka ilahi. Allah mengasihi kita dalam diri Putra-Nya; sengsara pedih yang ditanggung Putra Allah terus menerus menyingkirkan murka Allah.

(483) Ya Allah, betapa besarnya kerinduanku agar jiwa-jiwa mulai mengenal Engkau dan menyadari bahwa Engkau telah menciptakan mereka terdorong oleh kasih-Mu yang tak terselami. Ya Pencipta dan Tuhanku, aku merasakan bahwa aku akan membuka selubung surga sehingga bumi tidak akan meragukan kebaikan-Mu.

Buatlah aku, ya Yesus, menjadi persembahan yang murni dan berkenan di hadapan wajah Bapa-Mu. Yesus, ubahlah aku, yang papa dan penuh dosa ini, menjadi diri-Mu sendiri karena tidak ada suatu pun yang mustahil bagi-Mu dan persembahkanlah aku kepada Bapa-Mu yang kekal. Aku ingin menjadi kurban di hadapan-Mu, dan menjadi oplatek biasa bagi umat manusia. Aku ingin agar keharuman kurbanku hanya Engkau yang tahu. Ya Allah yang kekal, api permohonan yang tak terpadamkan, yang memohon kerahiman-Mu, berkobar-kobar di dalam diriku. Aku merasa dan paham bahwa inilah tugasku, di sini dan di akhirat nanti. Engkau sendiri telah menyuruh aku untuk berbicara tentang kerahiman yang agung ini dan tentang kebaikan-Mu.

(484) Pada suatu kesempatan, aku memahami bahwa Allah sangat tidak berkenan akan suatu tindakan yang tidak didasari dengan maksud yang murni, betapa pun tindakan itu terpuji. Perbuatan-perbuatan seperti itu lebih membangkitkan hukuman daripada ganjaran dari Allah. Semoga perbuatan-perbuatan seperti itu sesedikit mungkin ada dalam hidup kita; sungguh, dalam hidup membiara, tindakan seperti itu hendaknya sama sekali tidak ada.

(485) Baik sukacita maupun penderitaan, baik pujian maupun penghinaan, aku terima dengan keterbukaan hati yang sama. Aku sadar bahwa semua itu akan berlalu. Apa peduliku dengan apa yang dikatakan orang tentang aku? Sudah lama sekali aku membuang segala sesuatu yang menyangkut pribadiku. Namaku adalah Hosti, artinya kurban, bukan dalam perkataan tetapi dalam perbuatan - yakni dalam menghampakan diriku sendiri dan menjadi seperti Engkau di salib, Yesus yang baik, Guruku!

(486) Ya Yesus, ketika Engkau datang kepadaku dalam komuni kudus, Engkau berkenan tinggal dalam surga hatiku yang kecil ini bersama dengan Bapa dan Roh Kudus. Aku akan berusaha tetap menemani Engkau sepanjang hari, dan tidak sesaat pun aku akan meninggalkan Engkau sendirian! Meskipun aku sedang bersama dengan orang lain atau dengan siswi-siswi kami, hatiku selalu bersatu dengan Dia. Ketika aku siap tidur, aku menyerahkan kepada-Nya setiap detak jantungku; ketika aku terjaga, aku membenamkan diriku di dalam Dia tanpa mengatakan sepatah kata pun. Ketika aku bangun, aku menyembah Tritunggal yang Mahakudus untuk waktu yang singkat dan bersyukur kepada Allah karena telah berkenan memberiku satu hari lagi sehingga misteri inkarnasi Putra-Nya dapat sekali lagi diulangi dalam diriku, dan sengsara-Nya yang pedih dapat diungkapkan sekali lagi di hadapan mataku. Kemudian aku berusaha agar lewat diriku, Yesus lebih mudah melintas kepada jiwa-jiwa yang lain. Aku pergi ke mana-mana bersama yesus; kediaman-Nya menyertai aku ke mana pun aku pergi.

(487) Dalam penderitaan jiwa atau raga, aku berusaha tetap diam karena dengan demikian rohku beroleh kekuatan yang mengalir dari sengsara Yesus. Aku selalu melihat di hadapan mataku wajah-Nya yang memilukan, yang dianiaya dan dihancurkan; juga aku melihat Hati ilahi-Nya yang ditembus oleh dosa-dosa kami, khususnya oleh sikap tak tahu terima kasih dari jiwa-jiwa terpilih.

(488) Dua kali aku ditegur untuk membuat diriku siap menghadapi penderitaan-penderitaan yang menantikan aku di Warsawa. Peringatan pertama diberikan kepadaku secara batin oleh suara yang aku dengar, dan yang kedua terjadi dalam misa kudus. Sebelum Hosti diangkat, aku melihat Tuhan Yesus di salib dan Ia berkata kepadaku, “Bersiaplah untuk menderita!” Aku bersyukur kepada Tuhan atas rahmat peringatan ini dan aku berkata kepada-Nya, “Sudah pasti penderitaanku tidak akan lebih berat daripada penderitaan-Mu, ya Juru Selamatku.” Tetapi, aku menyimpan ini dalam hatiku dan terus menguatkan hatiku lewat doa serta penderitaan-penderitaan kecil supaya ketika penderitaan yang lebih besar datang aku mampu menanggungnya.

19 Oktober 1935.

Perjalanan dari Vilnius ke Krakow untuk Retret Delapan Hari.

Pada Jumat petang, di tengah doa rosario ketika aku berpikir tentang perjalanan besok pagi dan tentang pentingnya masalah yang akan kusampaikan kepada Pastor Adrasz, ketakutan mencekam diriku karena aku menyaksikan kepapaan dan ketidakmampuanku, dan melihat keagungan karya Allah. Terhimpit oleh penderitaan ini, aku menyerahkan diriku kepada kehendak Allah. Pada saat itu, aku melihat Yesus, dalam pakaian yang cemerlang, di dekat tempat aku berlutut, Ia berkata, “Mengapa engkau takut untuk melakukan kehendak-Ku? Tidakkah Aku akan menolong engkau seperti yang sudah Kulakukan selama ini? Ulangilah setiap hari permintaan-Ku kepada mereka yang mewakili Aku di bumi ini, tetapi lakukanlah hanya apa yang mereka katakan kepadamu untuk dilakukan.” Seketika itu juga, suatu kekuatan masuk ke dalam jiwaku.

(490) Keesokan harinya, aku melihat Malaikat Pelindungku, yang menemani aku sepanjang perjalanan sampai Warsawa. Ia menghilang ketika kami memasuki pintu biara. Begitu kami lewat di dekat kapel kecil dalam perjalanan untuk bersalaman pada para superior, kehadiran Allah menguasai diriku, dan Tuhan memenuhi aku dengan api kasih-Nya. Pada saat-saat seperti itu, aku selalu memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai agungnya kemuliaan Allah.

Ketika kami mulai duduk di dalam kereta api dari Warsawa ke Krakow, sekali lagi aku melihat Malaikat Pelindungku ada di sampingku. Ia sedang tenggelam dalam doa sambil memandang Allah, dan dalam hati aku mengikuti apa yang ia lakukan. Ketika kami tiba di pintu biara, ia pun menhilang.

(491) Ketika aku masuk ke kapel, sekali lagi keagungan Allah menyelimuti aku. Aku merasakan bahwa aku tenggelam di dalam Allah, sepenuhnya terbenam dalam Dia dan diresapi oleh-Nya; pada saat itu aku menyadari betapa Bapa Surgawi sangat mengasihi kami. Oh, betapa besar kebahagiaan yang memenuhi hatiku karena mengenal Allah dan kehidupan ilahi! Adalah keinginanku untuk membagikan kebahagiaan ini dengan semua orang. Aku tidak dapat menahan kebahagiaan ini terkurung di dalam hatiku sendiri saja karena nyala-Nya membakar aku dan membuat dadaku serta isi perutku terbakar habis. Aku ingin pergi ke seluruh dunia dan berbicara kepada jiwa-jiwa tentang kerahiman Allah yang besar. Para imam, tolonglah aku dalam menghadapi masalah ini; gunakan kata-kata yang paling kuat untuk memaklumkan kerahiman-Nya karena tidak ada kata yang sungguh memadai untuk mengungkapkan betapa rahimnya Dia.

Y.M.Y. Krakow, 20 Oktober 1935.

(492) Retret Delapan Hari.

Allah yang Kekal, Sang Kebaikan, kerahiman-Mu sungguh tak terselami oleh setiap akal budi, entah akal budi manusia entah akal budi malaikat. Tolonglah aku, anak-Mu yang lemah, untuk melaksanakan kehendak kudus-Mu seperti yang Kauberitahukan kepadaku. Aku tidak menginginkan suatu pun kecuali memenuhi keinginan Allah. Tuhan, inilah jiwa dan ragaku, budi dan kehendakku, hati dan seluruh cintaku. Perintahkanlah aku menurut rencana-rencana-Mu yang kekal.

(493) Sesudah komuni kudus, sekali lagi jiwaku dilimpahi kasih Allah. Aku bersukacita dalam keagngan-Nya. Di sini, aku melihat dengan jelas kehendak-Nya, yang harus kelaksanakan, dan sekaligus kelemahan serta kepapaanku sendiri; aku melihat betapa aku tidak dapat melakukan suatu pun tanpa pertolongan-Nya.

(494) Hari Kedua Retret.

Ketika aku pergi ke kamar tamu untuk bertemu dengan Pastor Andrasz, aku merasa ketakutan sebab rahasia hanya mengikat di kamar pengakuan. Ini adalah suatu ketakutan yang tak berdasar. Satu kata dari Muder Superior sudah membuat aku merasa lega mengenai hal ini. Sementara itu, ketika aku masuk ke kapel, aku mendengar suara ini di dalam jiwaku, “Aku ingin engkau jujur dan sederhana seperti seorang anak dengan wakil-Ku sama seperti engkau jujur dan sederhana dengan Aku; kalau tidak, Aku akan meninggalkan engkau dan tidak akan bergaul denganmu.”

Sungguh, Allah emberiku rahmat yang banyak yakni kepercayaan yang penuh dan, sesudah percakapan, Allah memberiku rahmat damai yang mendalam serta rahmat terang mengenai semua masalah ini.

(495) Yesus, Terang Abadi, terangilah budiku, kuatkanlah kehendakku, nyalakanlah hatiku dan dampingilah aku seperti yang telah Engkau janjikan sebab tanpa Engkau aku ini bukan apa-apa. Engkau tahu, ya Yesus, betapa lemahnya aku. Sebenarnya, ya Yesus, aku tidak perlu memberitahukan hal ini kepada-Mu sebab Engkau sendiri mengetahui dengan paling tepat betapa malangnya aku. Pada-Mulah bertumpu seluruh kekuatanku.

(496) Hari Pengakuan.

Sejak pagi buta, gejolak dalam jiwaku lebih keras daripada yang pernah aku alami sebelumnya. Aku merasa sama sekali ditinggalkan oleh Allah; aku merasakan bahwa aku sungguh sangat lemah. Beragam pikiran berkecamuk dalam diriku: mengapa aku harus meninggalkan biara ini; di sini aku dicintai oleh para suster dan para superior; di sini kehidupan sedemikian tenang; [di sini aku] mengikat diri dengan kaul kekal dan melaksanakan tugas-tugasku tanpa kesulitan; mengapa aku harus mendengarkan suara hatiku; mengapa aku harus mengikuti suatu ilham yang tidak kuketahui dari mana datangnya; tidakkah lebih baik melanjutkan hidupku seperti semua suster yang lain? Barangkali kata-kata Tuhan dapat diabaikan, tidak diperhatikan; barangkali Allah tidak menuntut suatu pertanggungjawaban atasnya pada hari penghakiman. Ke mana suara batin ini akan menuntun aku? Kalau aku mengikutinya, betapa besarnya kesulitan-kesulitan, kesusahan, dan penderitaan yang menghadang aku. Aku takut akan masa depan dan sekarang ini aku sangat menderita.

Sepanjang seluruh hari, penderitaan ini tidak berkurang sedikit pun. Pada petang hari ketika aku kembali untuk mengaku dosa, aku tidak dapat menjalani pengakuan dosa secara lengkap, meskipun aku sudah mempersiapkan diri dalam waktu yang lama. Aku menerima absolusi dan pergi, tanpa mengetahui apa yang sedang terjadi kepadaku. Ketika aku pergi tidur, penderitaan bahkan menjadi semakin erat; atau lebih tepat, penderitaan itu berubah menjadi suatu api yang membakar seluruh kemampuan jiwaku seperti sambaran halilintar, yang menembus sampai ke sumsum, dan sampai ke relung hatiku yang paling rahasia. Di tengah penderitaan ini, aku tidak mampu mengerjakan suatu pun. “Terjadilah kehendak-Mu, ya Tuhan.” Kadang-kadang bahkan aku tidak dapat memikirkan kata-kata ini. Sungguh, suatu ketakutan yang luar biasa mencekam aku, dan nyala api neraka menyentuh aku. Menjelang pagi, terjadilah keheningan yang luar biasa, dan dalam sekejap mata penderitaanku lenyap, tetapi aku merasa ngeri karena kehabisan tenaga sehingga aku bahkan tidak mampu bergerak. Dalam percakapanku dengan Muder Superior, kekuatanku sedikit demi sedikit pulih kembali, tetapi hanya Allah yang tahu bagaimana perasaanku sepanjang seluruh hari itu.

(497) O Kebenaran Abadi, Sang Sabda yang menjelma, yang dengan paling setia memenuhi kehendak Bapa-Mu, hari ini aku menjadi seorang martir ilham-ilham-Mu; aku tidak dapat melaksanakannya karena aku sendiri tidak memiliki kehendak sendiri meskipun secara batin aku memahami kehendak-Mu dengan jelas. Dalam segala sesuatu, aku tunduk kepada kehendak para superior dan bapak pengakuanku.

Aku akan mengikuti kehendak-Mu sejauh kehendak-Mu mengizinkan aku melakukannya lewat wakil-Mu. Ya Yesusku, apa boleh buat, aku memberikan prioritas kepada suara Gereja di atas suara yang Kausampaikan kepadaku.

(498) Sesudah Kemuni Kudus.

Aku melihat Yesus seperti biasa, dan Ia mengucapkan kata-kata ini kepadaku, “Sandarkanlah kepalamu pada bahu-Ku, beristirahatlah dan pulihkanlah kekuatanmu. Aku senantiasa menyertaimu. Katakanlah kepada sahabat Hati-Ku bahwa Aku menggunakan ciptaan-ciptaan yang sedemikian rapuh untuk melaksanakan karya-Ku.” Tak lama kemudian, rohku dikuatkan dengan kekuatan yang ajaib. “Katakanlah kepadanya bahwa Aku telah membuat dia melihat kelemahanmu ketika engkau mengaku dosa untuk menunjukkan kepadanya siapa dirimu sebenarnya.”

(499) Setiap pertempuran yang diperjuangkan dengan gigih akan mendatangkan bagiku sukacita, damai, terang, pengalaman, dan keberanian untuk menghadapi masa depan; hormat dan kemuliaan kepada Allah; akhirnya, agiku tersedia suatu ganjaran.

Hari ini adalah Pesta Kristus Raja.

(500) Dalam misa kudus, aku berdoa dengan khusyuk agar Yesus dapat menjadi Raja atas semua hati dan agar rahmat ilahi bersinar dalam setiap jiwa. Kemudian, aku melihat Yesus sebagaimana dilukiskan dalam gambar Kerahiman Ilahi, dan Ia berkata kepadaku, “Putri-Ku, dengan setia memenuhi keinginan-keinginan-Ku engkau memberi-Ku kemuliaan yang terbesar.”

(501) Oh, betapa elok keindahan-Mu, ya Yesus Mempelaiku! Engkaulah Puspa Indah yang mengandung embun pemberi hidup bagi jiwa yang dahaga! Jiwaku membenamkan diri di dalam Dikau. Hanya Engkaulah sasaran kerinduan dan usahaku. Satukanlah aku seerat mungkin dengan diri-Mu, dengan Bapa, dan dengan Roh Kudus. Biarlah aku hidup dan mati dalam Dikau.

(502) Hanya kasih yang sungguh memiliki makna; kasih membuat kegiatan-kegiatan kita yang paling kecil pun memiliki makna yang tak terbatas.

(503) Yesusku, sungguh aku tidak tahu bagaimana hidup tanpa Engkau - rohku berpadu dengan roh-Mu. Tidak seorang pun dapat sungguh memahami hal ini; orang harus lebih dulu hidup dalam Dikau supaya mengenali Engkau dalam diri orang-orang lain.

(504) Krakow, 25 Oktober 1935

Keputusan-keputusan Retret

Tidak melakukan suatu pun tanpa izin bapak pengakuan dan tanpa persetujuan para superior dalam segala hal, khususnya dalam kaitan dengan ilham dan permintaan-permintaan dari Tuhan.

Semua waktu luangku akan aku gunakan bersama Tamu Ilahi dalam jiwaku; aku akan menjaga keheningan batin dan lahir sehingga Yesus dapat beristirahat dalam hatiku.

Istirahatku yang paling menyenangkan adalah melayani dan mematuhi para suster, melupakan diriku sendiri, dan memikirkan bagaimana menyenangkan hati para suster.

Aku tidak akan memberikan penjelasan untuk membela diriku sendiri atau berusaha mempertahankan diri kalau dikritik; aku akan membiarkan orang-orang lain menghakimi aku seturut kehendak mereka.

Aku hanya memiliki satu Sahabat yang pantas dipercaya, yang kepada-Nya aku mempercayakan segala sesuatu, dan itu adalah Yesus - Ekaristi, dan wakil-Nya - bapak pengakuanku.

Di tengah semua penderitaan, baik jasmani maupun rohani, dan juga dalam kegelapan serta kesendirian, aku akan tetap diam laksana seekor merpati, dan tidak mengeluh.

Aku akan menghampakan diriku terus menerus di bawah kaki-Nya untuk memperoleh kerahiman bagi jiwa-jiwa yang papa.

(505) Seluruh kehampaan terbenam dalam samudra kerahiman-Mu. Dengan kepercayaan seorang anak, aku menghempaskan diriku ke dalam pelukan-Mu, ya Bapa Kerahiman, untuk menjadi kurban penyilihan atas begitu banyak jiwa yang tidak percaya, yang takut untuk memercayai Engkau. Oh, betapa sedikitnya jiwa yang sungguh mengenal Engkau! Betapa bernyala-nyala keinginanku agar Pesta Kerahiman dikenal oleh jiwa-jiwa! Kerahiman adalah mahkota karya-Mu; Engkau memperlengkapi semua orang dengan kasih seorang ibu yang sangat mesra.

Y.M.Y. Krakow, 27 Oktober 1935.

Pastor Andrasz - Nasihat Rohani

“Jangan melakukan suatu pun tanpa persetujuan para superior. Engkau harus memikirkan masalah ini dengan sungguh-sungguh dan banyak berdoa. Engkau harus sangat hati-hati mengenai hal-hal itu, Suster, karena dalam situasimu sekarang ini kehendak Allah sungguh pasti dan jelas sebab pada kenyataanya engkau mengikatkan diri dengan Kongregasi ini engkau mengikrarkan kaul kekal; oleh karena itu, hendaknya tidak ada keragu-raguan sedikit pun. Apa yang engkau alami dalam batin, Suster, hanyalah sekilat kecil tentang suatu karya yang sedang tumbuh. Allah dapat melakkan perubahan, tetapi hal-hal seperti itu sangat jarang. Jangan tergesa-gesa, Suster, sebelum engkau menerima pengetahuan yang lebih jelas. Karya-karya maju dengan lambat, tetapi kalau karya-karya itu berasal dari Dia, engkau pasti akan mengetahuinya dengan jelas. Kalau tidak, semua itu akan menghilang; dan engkau, dengan menjadi taat, tidak akan binasa. Berbicaralah dengan jujur mengenai segala sesuatu kepada bapak pengakuan dan taatilah dia dengan sungguh-sungguh.”

“Untuk saat ini, Suster, tidak ada sesuatu lain yang harus engkau kerjakan kecuali menerima penderitaan sampai tiba saatnya segala sesuatu menjadi jelas; yakni sampai semua itu diputuskan. Engkau bersikap tepat mengenai masalah-masalah ini, dan karena itu lanjutkanlah dalam kesederhanaan dan roh ketaatan; itulah tanda yang baik. Kalau engkau bertahan dalam sikap ini, Allah tidak akan membiarkan engkau jatuh dalam kesesatan. Tetapi, sedapat mungkin, jauhilah hal-hal itu; tetapi kalau toh hal-hal itu masih terjadi kepadamu, terimalah semuanya dengan tenang dan jangan takut akan suatu pun. Engkau berada di tangan-tangan yang baik dari Allah yang sangat baik. Dalam segala hal yang telah engkau katakan kepadaku, aku tidak melihat suatu khayalan pun; aku juga tidak melihat suatu pun yang bertentangan dengan iman. Ini adalah hal-hal yang pada dasarnya baik, dan memang menjadi baik kalau ada sekelompok jiwa yang berdoa untuk dunia ini di hadapan Allah sebab kita semua membutuhkan doa. Engkau memiliki pembimbing yang baik; bertahanlah padanya dan hiduplah dalam damai. Setialah kepada kehendak Allah dan laksanakanlah. Mengenai tugas-tugasmu, lakukanlah selalu apa yang diperintahkan kepadamu dan sebagaimana engkau disuruh mengerjakannya, tidak peduli betapa semua itu merendahkan dan melelahkan. Selalu pilihlah tempat yang paling akhir, dan kemudian mereka sendiri akan berkata kepadamu, ‘Duduklah di tempat yang lebih tinggi’. Dengan semangat dan sikapmu, pandanglah dirimu sendiri sebagai yang terkecil di seluruh rumah dan di seluruh Kongregasi. Dalam segala sesuau dan pada setiap kesempatan, jadilah orang yang paling setia kepada Allah.”

(507) Ya Yesusku, dalam segala situasi hidupku, aku ingin menderita dan dibakar dengan nyala kasih-Mu. Aku ini miliki-Mu, sepenuhnya milik-Mu, dan aku ingin lebur di dalam engkau. Ya Yesus, aku ingin lenyap di dalam keindahan ilahi-Mu. Dengan kasih-Mu, ya Tuhan, Engkau memburu aku; Engkau meresapi jiwaku laksana seberkas sinar matahari dan mengubah kegelapannya menjadi terang-Mu. Aku merasakan dengan jelas bahwa aku hidup di dalam Engkau laksana percikan api yang kecil ditelan oleh kobaran api yang tak terlukiskan yang menyala dalam diriku, ya Tritunggal yang tak terselami! Tidak ada sukacita yang lebih besar daripada sukacita orang yang mencintai Allah. Sudah sejak di dunia ini kita dapat mengecap kebahagiaan penghuni surga lewat kesatuan mesra dengan Allah, lewat kesatuan yang luar biasa dan sering kali sama sekali tidak dapat kita pahami. Lewat kepatuhan jiwa yang tulus, orang dapat memperoleh rahmat yang sama.

(508) Apabila suatu keengganan dan kebosanan dalam kaitan dengan tugas-tugasku mulai menguasai diriku, aku mengingatkan diriku bahwa aku berada di dalam rumah Tuhan; di sana tidak ada suatu pun yang kecil, dan di sana kemuliaan Gereja serta kemajuan banyak jiwa tergantung pada perbuatanku yang kecil, yang sudah disempurnakan dan diilahikan. Oleh karena itu, dalam Kongregasi hidup membiara tidak ada suatu pun yang kecil.

(509) Setiap kali mengalami penderitaan, aku menyadari bahwa waktu untuk melakukan pertempuran belum berakhir. Aku mempersenjatai diri dengan kesabaran, dan dengan cara ini aku mengalahkan musuh yang menyerang.

(510) Bagaimana pun aku tidak mengejar kesempurnaan dengan sikap ingin tahu, tetapi aku menyelidiki roh Yesus dan dengan mataku aku menatap perbuatan-perbuatan-Nya sebagaimana diringkas di dalam Injil. Kalaupun aku hidup seribu tahun, aku tidak akan mampu menghabiskan apa yang terkandung di dalamnya.

(511) Ketika maksud-maksudku tidak difahami, tetapi malah dikutuk, aku tidak terlalu heran sebab aku tahu bahwa hanya Allah yang menembus hatiku. Kebenaran tidak akan mati; hati yang terluka akan memperoleh kembali ketenangan pada waktu yang tepat, dan lewat penderitaan-penderitaan rohku dikuatkan. Aku tidak selalu mendengarkan apa yang dikatakan oleh hatiku, tetapi aku terus memohon terang kepada Allah; dan ketika aku merasa bahwa aku telah memperoleh kembali keterangan hati, maka aku berbicara lebih banyak.

(512) Hari pembaruan kaul. Kehadiran Allah membanjiri jiwaku. Dalam misa kudus, aku melihat Yesus, dan Ia berkata kepadaku, “Engkau adalah sukacita-Ku yang besar; kasih dan kerendahan hatimu membuat Aku meninggalkan takhta surgawi dan menyatukan diri-Ku denganmu. Kasih menimbun jurang yang ada di antara keagungan-Ku dan kehampaan-Ku.”

(513) Kasih sedang membanjiri jiwaku; aku tercebur dalam samudra kasih. Aku serasa jatuh pingsan dan sama sekali menghilang di dalam Dia.

(514) Ya Yesus, buatlah hatiku menjadi seperti Hati-Mu, atau lebih tepat ubahlah hatiku menjadi Hati-Mu sendiri sehingga aku dapat merasakan kebutuhan-kebutuhan hati orang lain, khususnya mereka yang bersedih dan menderita. Semoga sinar kerahiman bersemayam di dalam hatiku.

(515) Pada petang hari, aku berjalan-jalan di kebun sambil mendaras rosario. Ketika sampai di tempat pemakaman, aku membuka pintu sedikit, lalu berdoa sejenak, dan dalam batin aku bertanya kepada mereka yang dimakamkan di situ, “Kamu semua sudah sangat bahagia, bukan?” Kemudian aku mendengar suara, “Kami bahagia sebatas kami telah memenuhi kehendak Allah.” Kemudian suasana menjadi hening seperti sebelumnya. Aku mawas diri dan merenung cukup lama mengenai bagaimana aku memenuhi kehendak Allah dan bagaimana aku memetik manfaat dari waktu yang telah diberikan Allah kepadaku.

(516) Pada malam hari yang sama ketika aku sudah pergi tidur, suatu jiwa datang kepadaku. Ia membangunkan aku dengan mengetuk-ngetuk pada laci meja dan minta kepadaku untuk mendoakannya. Aku ingin bertanya siapa dia tetapi aku mengendalikan rasa ingin tahuku, dan mati raga kecil ini kupadukan dengan doaku dan kupersembahkan bagi dia.

(517) Pernah ketika mengunjungi seorang suster yang sakit, yang sudah berusia delapan puluh empat tahun dan terkenal karena keutamaannya yang banyak, aku bertanya kepadanya, “Suster, engkau pastilah sudah siap berdiri di hadapan Tuhan!” Ia menjawab, “Aku sudah mempersiapkan diriku sepanjang hayatku jauh sebelum saat akhir ini.” Dan kemudian ia menambahkan, “Usia tua tidak membebaskan orang dari pertempuran.”

(518) Sebelum peringatan arwah semua orang beriman, menjelang malam aku pergi ke makam. Meskipun pintu dikunci, aku berusaha membukanya sedikit dan berkata, “Hai jiwa-jiwa kecil yang kukasihi, kalau kamu membutihkan sesuatu, dengan senang hati aku akan menolong kamu sejauh peraturan mengizinkan aku.” Kemudian, aku mendengar suara ini, “Lakukanlah kehendak Allah; kami bahagia sebatas kami telah memenuhi kehendak Allah.”

(519) Pada petang hari, jiwa-jiwa datang dan meminta kepadaku untuk mendoakan mereka, dan aku sungguh berdoa banyak sekali bagi mereka. Pada petang hari itu ketika perarakan kembali dari makam, aku melihat suatu himpunan besar jiwa-jiwa berjalan bersama kami menuju kapel dan berdoa bersama kami. Aku berdoa cukup lama karena aku mendapat izin dari superior untuk berbuat demikian.

(520) Malam hari, jiwa yang sudah kulihat sebelumnya mengunjungi aku. Ia tidak meminta doa, tetapi mencela aku, dengan mengatakan bahwa aku biasanya tampak amat sombong dan congkak... “dan sekarang engkau sedang mendoakan orang-orang lain sementara engkau sendiri masih memiliki sejumlah cacat cela.” Aku menjawab bahwa aku memang telah berlaku congkak dan sombong, tetapi aku telah mengakukannya dan telah melakukan penitensi untuk kebebalanku, dan bahwa aku mengandalkan kebaikan Allahk. Kalau aku kadang-kadang jatuh lagi, itu tidak aku sengaja dan tidak pernah aku rencanakan, juga dalam hal-hal yang paling kecil. Kemudian, jiwa itu terus mencela aku sambil berkata, “Mengapa engkau tidak rela mengakui kebesaranku? Mengapa hanya engkau yang tidak menyanjung-nyanjung aku karena perbuatan-perbuatan besarku seperti yang dikerjakan oleh semua orang lain?” Kemudian, aku melihat bahwa ini adalah setan yang tampil dalm rupa jiwa itu. Maka aku berkata, “Kemuliaan hanya pantas bagi Allah; enyahlah engkau, setan!” Dan seketika itu juga, jiwa itu jatuh ke suatu jurang yang mengerikan, yang tak mungkin digambarkan. Dan aku berkata kepada jiwa jahat itu bahwa aku akan menuturkan hal ini kepada seluruh Gereja.

(521) Pada hari Sabtu, kami meninggalkan Krakow dan kembali ke Vilnius. Dalam perjalanan, kami singgah di Czestochowa. Ketika aku sedang berdoa di hadapan gambar yang ajaib itu, aku merasa bahwa .... sangat menyenangkan .... [kalimat tidak selesai]

[Akhir Dairi Jilid I]