(522) Kerahiman Tuhan akan
kunyanyikan selama-lamanya, di hadapan segala bangsa aku akan menyanyikannya,
sebab inilah sifat Allah yang paling tinggi, dan suatu mukjizat tanpa henti
bagi kita. Engkau memancar dari Tritunggal ilahi, dari rahim tunggal yang penuh
kasih. Kerahiman Tuhan akan dinyatakan di dalam jiwa dengan segala
kepenuhannya, ketika selubung disingkapkan. Dari sumber kerahiman-Mu, ya Tuhan,
mengalir segala kebahagiaan dan hidup. Karena itu, hendaknya segala makhluk dan
seluruh ciptaan larut dalam nyanyian kerahiman. Lubuk kerahiman Allah dibuka
bagi kita lewat kehidupan Yesus, yang terentang di salib. Hai pendosa, jangan
ragu atau putus asa, berharaplah akan kerahiman sebab engkau pun dapat menjadi
kudus. Dua arus dalam wujud sinar telah memancar dari Hati Yesus, bukan untuk
para malaikat, Kerubim, atau Serafim, tetapi untuk keselamatan manusia
berdosa.
(523) O kehendak Allah, jadilah
kecintaanku. Yesusku, Engkau tahu bahwa dari diriku sendiri aku tidak akan
menulis satu huruf pun, dan kalau aku menulis, itu hanya karena perintah yang
jelas dari ketaatan suci.
Allah dan Jiwa-jiwa.
(524) Ya Yesus, Allah yang
tersembunyi, Hatiku melihat Engkau meskipun selubung menyembunyikan Engkau;
Engkau tahu bahwa aku mengasihi-Mu.
Vilnius, 24 November 1935. Terpujilah
Allah!
(525) O Tritunggal yang kudus,
dalam Dikau terkandung kehidupan batin Allah: Bapa, Putra, dan Roh Kudus;
Engkau sukacita yang kekal, lubuk kasih yang tak terselami, yang mengalir atas
segala makhluk dan membahagiakan mereka. Hormat dan kemuliaan bagi nama-Mu
selama-lamanya. Amin.
Ketika
aku merenungkan keagungan dan keindahan-Mu, ya Allahku, aku bersukacita luar
biasa bahwa Tuhan yang aku sembah begitu agung. Dengan kasih dan sukacita, aku
melaksanakan kehendak-Nya, dan semakin dalam aku mengenal Dia, semakin besar
keinginanku untuk mengasihi-Nya. Semakin hari hatiku semakin dikobarkan oleh
keinginan untuk mengasihi-Nya.
(526) Tanggal 14. Kamis ini, ketika
kami melakukan adorasi malam, mula-mula aku tidak dapat berdoa; sejenis
kegersangan melanda hatiku. Aku tidak dapat bermeditasi mengenai sengsara Yesus
yang pedih. Maka aku meniarap dan menyerahkan sengsara Tuhan Yesus yang amat
pedih itu kepada Bapa surgawi sebagai pendamaian untuk dosa seluruh dunia.
Sesudah doa ini, ketika aku berdiri dan berjalan ke tempat berlutut, tiba-tiba
aku melihat Yesus di samping tempat aku berlutut. Tuhan Yesus menampakkan diri
seperti baru saja didera. Dengan tangan-Nya, Yesus memegang pakaian putih;
dengan itu, Ia mendandani aku. Sebuah tali Ia lilitkan pada pinggangku, dan
kemudian Ia mengenakan padaku mantol merah seperti yang pernah Ia kenakan dalam
sengsara-Nya; Ia memasang pada kepalaku sebuah kerudung dengan warna yang sama,
dan Ia berkata kepadaku, “Beginilah engkau dan teman-temanmu akan
didandani. Hidup-Ku sejak lahir sampai mati di salib akan menjadi model bagimu.
Tataplah Aku dan hiduplah menurut apa yang engkau lihat. Aku ingin agar engkau
membenamkan diri lebih dalam di dalam Roh-Ku dan memahami bahwa Aku lemah
lembut dan rendah hati.”
(527) Pada suatu kesempatan, aku
merasakan suatu dorongan untuk mulai bertindak dan mewujudkan apa saja yang
diminta Allah dariku. Aku masuk ke kapel sejenak dan mendengar suatu suara di
dalam jiwaku yang berkata, “Mengapa engkau takut? Apakah engkau pikir
Aku tidak memiliki kemahakuasaan yang cukup untuk menopangmu?” Pada
saat itu, jiwaku merasakan kekuatan yang luar biasa, dan segala penderitaan
yang dapat menimpa aku dalam melaksanakan kehendak Allah tampak bukan apa-apa
bagiku.
(528) Pada hari Jumat, dalam misa,
ketika jiwaku dibanjiri dengan kebahagiaan Allah, aku mendengar kata-kata ini
di dalam jiwaku, “Melalui Hati Yesus yang ilahi-insani, kerahiman-Ku telah memancar ke
dalam jiwa-jiwa seperti sinar matahari menembus kristal.” Dalam hatiku,
aku merasakan dan memahami bahwa setiap pendekatan kepada Allah telah
terlaksana oleh Yesus, dalam Yesus, dan lewat Yesus.
(529) Pada petang hari terakhir
dari novena di Ostra Brama, sesudah litani dilagukan, salah seorang imam
mentakhtakan Sakramen Mahakudus dalam monstrans. Ketika ia memajangnya di
altar, tiba-tiba aku melihat Bayi Yesus; Ia mengulurkan tangan-Nya, mula-mula
ke arah ibu-Nya, yang pada waktu itu menampakkan diri secara nyata. Ketika
Bunda Allah berbicara kepadaku, Yesus mengulurkan tangan-Nya yang mungil ke arah
umat yang terhimpun. Bunda kudus menyuruh aku menerima semua yang diminta Allah
dariku seperti seorang anak kecil, tanpa mempertanyakannya; kalau tidak, Allah
akan merasa kecewa. Pada saat itu, Bayi Yesus menghilang, dan Bunda Allah pun
kembali menghilang, dan gambarnya menjadi sama seperti sebelumnya. Tetapi
jiwaku dipenuhi dengan sukacita dan kegembiraan yang besar, dan aku berkata
kepada Tuhan, “Berbuatlah padaku seperti yang berkenan di hati-Mu; aku siap
untuk segala sesuatu, tetapi Engkau, ya Tuhan, janganlah meninggalkan aku
sedetik pun.”
(530) Bagi Kemuliaan Tritunggal
yang Kudus.
Aku mohon kepada Muder Superior
agar mengizinkan aku melaksanakan puasa empat puluh hari, dengan hanya makan
sepotong roti dan minum satu gelas air dalam sehari. Tetapi, mengikuti nasihat
bapak pengakuanku, Muder Superior tidak memberi izin empat puluh hari, tetapi
hanya tujuh hari. “Aku tidak dapat
membebaskan engkau sama sekali dari tugas-tugasmu, Suster, demi suster-suster
lain yang barangkali akan memperhatikan sesuatu. Aku memberimu izin untuk
membaktikan dirimu dalam doa dan membuat sejumlah catatan mengenai hal ini,
tetapi sangat sulit bagiku untuk melindungi engkau dalam kaitan dengan puasa.
Sungguh, aku tidak tidak dapat memikirkan keputusan lain kecuali ini.”
Lalu, ia berkata, “Sekarang pergilah,
Suster, dan barangkali suatu terang akan diberikan kepadaku.” Pada minggu
pagi, Muder Superior menugaskan aku sebagai penjaga pintu selama jam makan.
Ketika itu, aku menjadi paham bahwa ia memberi tugas itu dengan pertimbangan
untuk memberi aku kesempatan berpuasa. Pada pagi hari, aku tidak pergi sarapan,
tetapi tidak lama sesudah waktu sarapan, aku pergi kepada Muder Superior dan
bertanya kepadanya apakah aku ditugaskan menjadi penjaga pintu dalam rangka
membuat puasaku tidak diperhatikan orang. Muder menjawab, “Ketika aku menugaskan engkau, Suster, itulah yang ada dalam pikiranku.
Maka aku melihat bahwa gagasan itu sama dengan gagasan yang ada dalam batinku.”
(531) 24 November 1935. Minggu,
hari pertama. Sekali waktu, aku pergi menghadap Sakramen Mahakudus dan
mempersembahkan diriku bersama Yesus, yang hadir dalam Sakramen Mahakudus,
kepada Bapa yang kekal. Kemudian aku mendengar kata-kata ini di dalam jiwaku, “Engkau
dan rekan-rekan sustermu hendaknya menyatukan diri dengan-Ku seerat mungkin;
lewat kasih, engkau akan mendamaikan bumi dan surga, engkau akan meredakan
murka Allah yang adil, dan akan memohon kerahiman bagi dunia. Aku menempatkan
dalam rawatanmu dua permata yang sangat berharga bagi Hati-Ku: yakni jiwa para
imama dan jiwa para biarawan/wati. Hendaknya engkau berdoa secara istimewa bagi
mereka; mereka akan menjadi kuat kalau engkau merendahkan diri. Engkau akan
memadukan doa, puasa, mati raga, kerja keras, dan semua penderitaanmu dengan
doa, puasa, mati raga, kerja keras, dan penderitaan-Ku, dan karena itu mereka
akan memiliki kekuatan di hadapan Bapa-Ku.”
(532) Sesudah komuni kudus, aku
melihat Tuhan Yesus, yang menyampaikan kata-kata ini kepadaku, “Hari
ini, benamkan dirimu dalam roh kemiskinan-Ku dan aturlah segala sesuatu sehinga
sedemikian rupa sehingga orang yang paling miskin pun tidak akan memiliki
alasan untuk cemburu terhadapmu. Aku menemukan kenikmatan bukan dalam
gedung-gedung yang besar dan patung-patung yang megah, tetapi dalam hati yang
murni dan rendah.”
(533) Ketika aku sendirian, aku
mulai merenungkan semangat kemiskinan. Aku melihat dengan jelas bahwa Yesus,
meskipun Ia itu Tuhan segala sesuatu, tidak memiliki apa-apa. Berawal dari
palungan pinjaman, Ia mniti hidup-Nya sambil berbuat baik kepada semua orang,
tetapi Ia sendiri tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya. Dan di
kayu salib, aku melihat puncak kemiskinan-Nya karena Ia bahkan tidak mempunyai
pakaian untuk Ia kenakan. Oh Yesus, lewat kaul kemiskinan, aku ingin menjadi
seperti Engkau; kemiskinan akan menjadi ibuku. Secara lahiriah, kita hendaknya
tidak memiliki apa-apa untuk diperlakukan sebagai milik kita sendiri; demikian
pula secara batiniah, kita harus tidak menginginkan apa-apa. Dan dalam Sakramen
Mahakudus, betapa besarnya kemiskinan-Mu! Adakah suatu jiwa yang ditinggalkan
seperti Engkau di salib, oh Yesus?
(534) Kemurnian. Tidak perlu
dijelaskan bahwa kaul ini melarang segala sesuatu yang dilarang oleh perintah
keenam dan kesembilan: perbuatan, pikiran, perkataan, perasaan. ... Aku
memahami bahwa kaul meriah berbeda dari kaul biasa; aku memahami ini dengan
segala implikasinya. Sementara merenungkan kaul kemurnian, aku mendengar
kata-kata ini dalam jiwaku, “Engkau adalah mempelai-Ku untuk
selama-lamanya; kemurnianmu hendaknya melebihi kemurnian para malikat karena
tidak satu malikat pun Aku panggil untuk menjalin kemesraan seperti yang Aku
jalin denganmu. Tindakan yang paling kecil pun dari mempelai-Ku memiliki makna
yang tiada tara. Jiwa yang murni memiliki kekuatan yang tak terperikan di
hadapan Allah.”
(535) Ketaatan. “Aku telah datang untuk
melaksanakan kehendak Bapa-Ku. Aku taat kepada orang tua-Ku, Aku taat kepada
algojo-algojo-Ku, dan sekarang Aku taat kepada para imam.” Ya, Yesus,
aku memahami semangat ketaatan dan apa yang terkandung di dalamnya. Ketaatan
mencakup tidak hanya kinerja lahiriah, tetapi juga akal budi, kehendak, dan
keputusan. Dengan taat kepada para superior, aku taat kepada Allah. Tidak ada
bedanya, apakah itu malaikat atau manusia yang, bertindak atas nama Allah,
memberikan perintah-perintah kepadaku; aku harus selalu taat. Aku tidak akan
menulis banyak mengenai kaul-kaul ini; semuanya jelas dan dirumuskan secara
konkret. Lebih baik aku menuliskan sejumlah pemikiran umum mengenai Kongregasi
itu.
Ringkasan Umum.
(536) Tidak pernah akan ada rumah megah satu pun;
yang ada hanyalah sebuah gereja kecil dengan suatu komunitas kecil yang terdiri
atas sejumlah jiwa, tidak lebih dari sepuluh, ditambah dua suster luar yang
mengurus hal-hal lahiriah yang diperlukan oleh komunitas dan gereja. Kedua
suster ini tidak akan mengenakan pakaian biarawati, tetapi pakaian sekular;
mereka akan mengikrarkan kaul sederhana, dan mereka akan tergantung sepenuhnya
pada superior yang akan tinggal di dalam klausura. Mereka akan ambil bagian
dalam semua harta rohani Kongregasi. Mereka tidak pernah boleh lebih dari dua
dan, lebih baik, hanya satu. Setiap rumah akan independen dari rumah-rumah yang
lain meskipun mereka akan disatukan secara erat oleh peraturan Kongregasi,
kaul, dan semangat. Tetapi, dalam kasus-kasus khusus, seorang suster dari
komunitas yang satu boleh dipindahkan ke komunitas yang lain dan dalam kaitan
dengan pendirian komunitas baru, dapat juga sejumlah suster dipindahkan dari rumah lain, kalau memang perlu. Setiap
rumah akan bergantung pada pimpinan Gereja setempat.
(537) Setiap suster akan memiliki
satu kamar yang terpisah. Kehidupan akan dilaksanakan bersama sejauh menyangkut
doa, makan, dan rekreasi. Setiap biarawati, sesudah kaulnya, tidak akan lagi
melihat dunia meskipun hanya lewat teralis karena jendela ruang tamu akan
ditutup dengan kain hitam, bahkan percakapan pun akan dibatasi secara ketat. Ia
akan menjadi seolah-olah mati, tidak dikenal oleh dunia dan tidak mengenal
dunia. Ia harus berdiri di antara langit dan bumi, sambil terus menerus memohon
kepada Allah untuk memberikan kerahiman kepada dunia; mereka juga harus memohon
agar para imam dikuatkan sehingga kata-kata mereka tidak hampa dan dalam martabatnya
yang luar biasa serta penuh dengan bahaya, mereka tetap dapat menjaga diri
tanpa noda sama sekali. Memang jiwa-jiwa ini tidak akan banyak jumlahnya,
tetapi mereka akan menjadi jiwa-jiwa yang perkasa. Di sini, tidak akan ada
ruang untuk jiwa-jiwa yang pengecut atau manja.
(538) Tidak akan ada perbedaan
antar para suster, tidak ada muder, tidak ada yang terhormat tidak ada yang
mulia, tetapi semua akan setara meskipun barangkali ada perbedaan besar dalam
asal usul. Kita tahu siapa Yesus; kita tahu juga betapa Ia merendahkan diri dan
dengan siapa Ia bergaul. Pakaian para suster seperti pakaian yang dikenakan
Yesus selama sengsara-Nya. Namun, bukan jubah sederhana saja yang mereka
kenakan, melainkan mereka juga harus menandai diri dengan tanda yang disandang
Yesus, yakni penderitaan dan cemooh. Setiap suster harus berusaha
sungguh-sungguh menyangkal diri sendiri dan mencintai kerendahan hati; dan
orang yang paling unggul dalam keutamaan terakhir ini akan menjadi orang yang
mampu memimpin suster-suster yang lain.
(539) Allah telah membuat kita
ambil bagian dalam kerahiman-Nya, bahkan lebih dari itu, yakni kita boleh
menyalurkan kerahiman itu. Maka dari itu, kita hendaknya memiliki kasih yang
besar terhadap setiap jiwa, mulai dengan jiwa-jiwa yang terpilih dan sampai
pada jiwa-jiwa yang belum mengenal Allah. Dengan doa dan mati raga, kita harus
menemukan jalan ke negara-negara yang paling terbelakang, dan memuluskan jalan
bagi para misionaris. Kita harus selalu ingat bahwa seorang serdadu yang ada di
garis depan tidak dapat bertahan lama tanpa dukungan dari kekuatan-kekuatan di
garis belakang yang tidak secara nyata ambil bagian dalam pertempuran tetapi
menyediakan semua yang ia butuhkan; seperti itulah peran dari doa, dan karena
itu setiap orang dari kita unggul dalam semangat kerasulan.
(540) Pada suatu petang, ketika
sedang menulis, aku mendengar suatu suara di kamarku, “Jangan meninggalkan Kongregasi ini; kasihanilah dirimu sendiri sebab
penderitaan-penderitaan yang amat besar membentang di hadapanmu.” Ketika
aku menoleh ke arah datangnya suara, aku tidak melihat apa-apa dan aku teruskan
menulis. Tiba-tiba aku mendengar suatu kegaduhan dan kata-kata seperti ini,
“Kalau engkau meninggalkan Kongregasi ini, kami akan menghancurkan engkau.
Jangan menyiksa kami.” Aku memandang sekeliling dan aku melihat banyak monster
buruk. Maka, dalam hati, aku membuat tanda salib dan seketika itu juga mereka
menghilang. Betapa sangat buruk rupa setan itu! Sungguh celakalah jiwa-jiwa
yang terpaksa berteman dengannya! Penampilannya saja sudah lebih menjijikkan
daripada seluruh siksaan neraka.
(541) Masa postulat. Syarat usia
untuk penerimaan: setiap orang yang
berusia antara lima belas dan tiga puluh tahun dapat diterima.
Pertama-tama, harus dipertimbangkan semangat yang memenuhi hati si calon dan
sifat-sifatnya, apakah ia memiliki kehendak yang kuat dan keberanian untuk
mengikuti jejak kaki Yesus dengan sukacita dan kegembiraan sebab Allah
mengasihi orang yang memberi dengan penuh sukacita. Ia harus mempu menyangkal
dunia dan dirinya sendiri. Tidak adanya mahar tidak pernah boleh menghalangi
penerimaan. Semua formalitas yang berkaitan dengan calon harus jelas; jangan
membiarkan kasus-kasus yang berbelit-belit.
Orang
yang melankolis, yang gampang bersedih, yang mengidap penyakit menular, yang
sifatnya tidak stabil, dan yang gampang curiga terhadap orang lain tidaklah
cocok untuk kehidupan membiara dan harus ditolak. Para anggota hendaknya
dipilih dengan amat cermat karena satu anggota yang tidak cocok sudah cukup
untuk menghempaskan seluruh biara ke dalam kekacauan.
(543) Lamanya masa postulat. Masa
postulat akan berlangsung satu tahun. Dalam masa ini, calon hendaknya memeriksa
apakah ia tertarik dengan cara hidup ini dan apakah cara hidup icocok untuk
dia. Pembimbing pun hendaknya dengan cermat mempertimbangkan cocok tidaknya
seorang calon dengan gaya hidup ini. Sesudah satu tahun, kalau postulan
menunjukkan bukti kemauan yang teguh dan keinginan yang tulus untuk mengabdi
Allah, ia hendaknya diterima masuk novisiat.
(544) Novisiat berlangsung selama
satu tahun, tanpa disela sedikit pun. Pada masa ini, novis hendaknya diajar
mengenai keutamaan-keutamaan yang berkaitan dengan kaul dan mengenai makna
kaul. Pembimbing hendaknya berusaha sebaik-baiknya memberikan pembinaan yang
kokoh. Hendaknya ia melatih para novis mengamalkan kerendahan hati sebab hanya
hati yang rendah dapat mempertahankan kaul dengan mudah dan mengalami sukacita
besar yang dicurahkan Allah ke atas jiwa yang setia.
Para
novis hendaknya tidak dibebani dengan tugas-tugas yang menuntut tanggung jawab
besar sehingga mereka dapat dengan bebas membaktikan diri untuk kesempurnaan
diri mereka. Para postulan pun harus mematuhi peraturan dan statuta dengan
ketat.
(545) Sesudah satu tahun novisiat,
kalau si novis terbukti setia, ia dapat diizinkan untuk mengikrarkan kaul untuk
satu tahun. Kaul ini harus diulang untuk tiga tahun. Kemudian, ia dapat diberi
tugas-tugas dengan tanggung jawab besar. Tetapi, ia masih termasuk dalam
novisiat; sekali sepekan ia harus menghadiri konferensi bersama para novis, dan
ia akan menjalani masa enam bulan terakhir sepenuhnya di novisiat untuk
mempersiapkan baik-baik kaul meriahnya.
(546) Makan. Kita tidak akan makan
daging. Makanan kita hendaknya sedemikian sederhana sehingga bahkan orang
miskin pun tidak memiliki alasan untuk cemburu terhadap kita. Namun, hari-hari
pesta boleh sedikit berbeda dari hari-hari biasa. Para suster akan makan tiga
kali sehari. Puasa, khususnya dua puasa utama, akan dipatuhi secara ketat,
sesuai dengan semangat awal Kongregasi. Makanan hendaknya sama untuk semua
suster tanpa kekecualian sehingga kehidupan bersama dapat dijaga tetap murni.
Ini tidak hanya berkaitan dengan makanan tetapi juga pakaian dan perlengkapan
kamar. Tetapi, kalau seorang suster jatuh sakit, ia hendaknya diperlakukan
dengan semestinya.
(547) Doa. Kegiatan doa meliputi:
satu jam meditasi, misa kudus dengan komuni kudus, doa, dua kali pemeriksaan
batin, ibadat harian (ofisi), rosario, bacaan rohani, satu jam doa pada malam
hari. Mengenai acara harian, sebaiknya ditentukan sesudah kita mulai menjalani
cara hidup ini.
(548) Tiba-tiba, aku mendengar
kata-kata ini di dalam jiwaku, “Putri-Ku, Aku menjamin adanya pemasukan
tetap untuk menopang hidupmu. Tugasmu adalah menyerahkan diri sepenuhnya kepada
kebaikan-Ku, dan tugas-Ku adalah memberikan semua yang engkau butuhkan. Aku
akan membuat diri-Ku terikat pada harapanmu: kalau harapanmu besar, maka
kemurahan hati-Ku akan tanpa batas.”
(549) Pekerjaan. Sebagai
orang-orang miskin, para suster akan mengerjakan sendiri semua pekerjaan di
dalam biara. Setiap suster hendaknya senang kalau diberi beberapa pekerjaan
yang merendahkan atau yang bertentangan dengan kodratnya karena semua itu akan
sangat membantu pembinaan batinnya. Superior akan sering mengubah tugas para suster,
dan dengan cara ini membantu mereka untuk melepaskan diri sama sekali dari
hal-hal kecil sebab pada hal-hal itu para perempuan biasa memiliki keterikatan
yang besar. Sungguh, aku sering geli menyaksikan dengan mataku sendiri
jiwa-jiwa yang telah meninggalkan hal-hal yang sungguh besar namun melekatkan
diri pada hal-hal kecil yang tidak bererti, yakni hal-hal yang tampak sepele.
Setiap suster, termasuk juga superior, akan bekerja di dapur selama satu bulan.
Setiap orang hendaknya mendapat giliran pada setiap pekerjaan yang harus
dilakukan di dalam biara. Kapan saja dan dalam hal apa saja, maksud mereka
hendaknya murni karena setiap jenis motif yang tidak murni tidak menyenangkan
Allah.
(550)
Mereka harus mengakui kesalahan atas segala pelanggaran eksternal, dan minta
hukuman kepada superior. Mereka hendaknya melakukan hal ini dalam semangat
kerendahan hati. Mereka hendaknya saling mengasihi dengan kasih yang luhur,
dengan kasih yang murni, sambil menyimak wajah Allah dalam diri setiap suster.
Kasih hendaknya menjadi ciri khas dari Kongregasi kecil ini; karena itu, mereka
tidak boleh menutup hati mereka, tetapi harus terbuka bagi seluruh dunia,
sambil memohon kerahiman bagi setiap jiwa lewat doa, sesuai dengan panggilan
mereka. Kalau kita hidup dalam semangat kerahiman, kita sendiri akan memperoleh
kerahiman.
No comments:
Post a Comment