Monday, September 21, 2015

Dairi St. Faustina: 551 - 600

(551) Seberapa besar hendaknya kasih setiap orang terhadap Gereja? Seperti seorang anak yang baik selalu berdoa bagi ibu yang mengasihinya, demikian juga hendaknya setiap jiwa kristiani selalu berdoa bagi Gereja, bundanya. Maka, apa yang harus dikatakan tentang kita, para biarawati, yang telah membuat komitmen istimewa untuk berdoa bagi Gereja? Sungguh besar kerasulan kita meskipun kerasulan itu tersembunyi. Segala hal kecil-kecil yang kita lakukan setiap hari akan ditempatkan pada kaki Tuhan Yesus sebagai persembahan penyilihan bagi dunia; tetapi agar persembahan kita berkenan di hati Allah, persembahan itu harus murni. Dan, agar persembahan itu murni, hati kita harus dibebaskan dari keterikatan kodrati, dan segala perasaannya harus diarahkan kepada Sang Pencipta, sambil mencintai segala makhluk dalam Dia dan seturut kehendak-Nya; dengan berbuat demikian, setiap orang yang gigih akan membawa sukacita kepada Gereja.

(552) Di samping kaul, aku melihat satu peraturan yang sangat penting. Memang semua peraturan itu penting. Tetapi, aku menempatkan yang satu ini pada tempat pertama, dan peraturan ini adalah silentium. Sungguh, kalau peraturan silentium ini ditaati secara ketat, aku tidak risau mengenai hal-hal lain. Para perempuan sangat senang berbicara, tetapi Roh Kudus tidak berbicara kepada jiwa yang tidak tenang dan bawel. Roh Kudus berbicara lewat bisikan-bisikan yang lembut kepada jiwa yang hening, kepada jiwa yang tahu bagaimana berdiam diri. Kalau silentium dipatuhi secara ketat, tidak akan ada gerutu, kebencian, caci-maki, atau gosip, dan kasih kepada sesama tidak akan ternodai. Singkat kata, banyak kesalahan akan dihindarkan. Bibir yang diam adalah emas murni, dan ia memberikan kesaksian tentang kesucian yang ada di dalam hati.

(553) Tetapi, aku mau langsung berbicara mengenai peraturan kedua, yakni berbicara. Berdiam diri ketika harus berbicara adalah suatu kekurangan, bahkan kadang-kadang merupakan suatu dosa. Maka, hendaknya semua suster ambil bagian dalam rekreasi, dan superior hendaknya tidak membebaskan mereka dari kewajiban ini kecuali karena suatu hal yang sangat penting. Rekreasi hendaknya berlangsung dalam kegembiraan tetapi menurut semangat ilahi. Rekreasi adalah kesempatan untuk semakin saling mengenal. Hendaknya setiap suster mengungkapkan pikirannya dengan segala kesederhanaan hati untuk pembangunan hidup sesama suster dan bukan dengan semangat kesombongan atau yang dilarang oleh Allah dengan cara bertengkar karena cara ini tidak selaras dengan kesempurnaan dan tidak selaras dengan semangat panggilan kita, yang secara istimewa hendaknya ditandai dengan kasih. Dua kali sehari akan ada rekreasi selama setengah jam. Kalau seorang suster melanggar silentium di luar waktu rekreasi, seketika itu juga ia harus mengakui kesalahannya di hadapan superior dan minta hukuman, dan superior hendaknya menghukum pelanggaran-pelanggaran ini dengan hukuman publik; kalau tidak, ia harus mempertanggungjawabkannya di hadapan Tuhan.

(554) Klausura. Tak seorang pun dapat memasuki klausura tanpa izin khusus dari pimpinan Gereja setempat, dan izin itu hanya dapat diberikan dalam keadaan yang sangat khusus, misalnya pelayanan sakramen kepada suster yang sakit untuk mempersiapkan mereka menghadapi ajal, dan untuk upacara pemakaman. Bisa jadi ada kebutuhan untuk membiarkan seorang pekerja masuk klausura untuk melakukan beberapa perbaikan; tetapi untuk ini, dituntut suatu izin khusus sebelumnya. Pintu klausura hendaknya selalu dikunci dan hanya superior yang akan memegang kuncinya.

(555) Penggunaan kamar tamu. Tidak seorang suster pun akan menggunakan kamar tamu tanpa izin khusus dari superior, dan superior handaknya tidak mengizinkan kunjungan yang terlalu sering. Mereka yang sudah mati bagi dunia hendaknya tidak kembali lagi ke sana, juga tidak melalui percakapan-percakapan. Tetapi, kalau superior menganggap baik untuk mengizinkan seorang suster pergi menerima kunjungan di kamar tamu, hendaknya ia mematuhi arahan-arahan berikut. Ia sendiri hendaknya menemani suster itu, dan kalau ia tidak dapat melakukannya, ia hendaknya mengatur agar ada seorang suster yang menggantikannya; suster pengganti ini akan terikat dengan kerahasiaan dan tidak boleh menceritakan apa yang ia dengar, tetapi ia harus memberitahukan segala sesuatu kepada superior. Percakapan harus singkat kecuali kalau ada izin untuk menggunakan waktu yang lebih lama demi orang yang telah datang berkunjung. Tetapi, tirai hendaknya tidak dibuka kecuali untuk hal-hal yang sangat khusus, seperti kalau seorang ibu atau bapak dengan mendesak minta agar tirai dibuka.

(556) Surat menyurat. Setiap suster boleh menulis surat tertutup kepada pimpinan Gereja setempat yang bertanggungjawab atas biara yang bersangkutan. Untuk setiap surat yang lain, dituntut izin, dan suster hendaknya menyerahkan surat itu kepada superior dalam keadaan terbuka. Superior harus dibimbing oleh roh kasih dan kebijaksanaan, dan memiliki hak untuk mengirim atau tidak mengirim surat itu, demi semakin besarnya kemuliaan Allah. Tetapi aku akan sangat senang kalau surat-menyurat itu dilakukan sejarang mungkin. Marilah kita menolong umat dengan doa dan mati raga, dan tidak dengan surat-menyurat.

(557) Pengakuan dosa. Bapak pengakuan untuk komunitas, baik yang tetap maupun yang tidak tetap akan ditunjuk oleh pimpinan Gereja setempat (Uskup).  Akan ada seorang bapak pengakuan tetap, dan ia akan mendengarkan pengakuan dosa para suster sekali sepekan. Bapak pengakuan yang tidak tetap akan datang sekali setiap tiga bulan, dan setiap suster harus menghadap dia meskipun ia tidak mengaku dosa. Kedua bapak pengakuan akan mengemban tugas mereka dalam biara selama tiga tahun. Kemudian, akan ada pemungutan suara rahasia, dan superior akan menyerahkan hasilnya kepada pimpinan Gereja setempat. Bapak pengakuan dapat ditugaskan kembali untuk tiga tahun kedua, dan bahkan tiga tahun yang ketiga. Para suster akan melakukan pengakuan dosa mereka melalui suatu tirai yang terkunci. Konferensi-konferensi untuk komunitas juga akan diberikan lewat suatu tirai, yang ditutup dengan korden hitam. Para suster tidak pernah akan berbicara satu sama lain tentang pengakuan dosa atau tentang bapak pengakuan; sebaliknya, hendaknya mereka mendoakan para bapak pengakuan agar Allah memberi mereka terang untuk membimbing jiwa mereka.

(558) Komuni Kudus. Para suster hendaknya tidak pernah membicarakan siapa yang lebih sering dan siapa yang kurang sering menyambut komuni kudus. Mereka hendaknya menahan diri untuk tidak memberikan penilaian mengenai hal yang bukan urusan mereka ini. Semua penilaian mengenai hal ini mutlak ada di tangan bapak pengakuan. Superior boleh berbicara dengan suster tertentu, bukan untuk menyelidiki mengapa ia tidak menyambut komuni, tetapi hanya untuk membantu dia agar dapat mengaku dosa. Para superior hendaknya tidak pernah masuk ke dalam wilayah hati nurani para suster. Superior kadang-kadang boleh mengatur agar komunitas mempersembahkan komuni kudus untuk intensi tertentu. Setiap suster hendaknya mengusahakan kemurnian jiwa yang setinggi-tingginya sehingga ia dapat menerima Tamu ilahi setiap hari.

(559) Pada suatu kesempatan, ketika aku memasuki kapel, aku melihat tembok suatu bangunan dalam keadaan yang memprihatinkan: jendela-jendela tanpa kaca dan pintu-pintu hanya memiliki kusen tanpa daun pintu. Kemudian, aku mendengar kata-kata ini di dalam jiwaku, “Di sinilah nanti tempat biara itu.” Aku agak kecewa bahwa reruntuhan ini akan menjadi biara.

(560) Kamis. Aku merasa terdorong untuk secepat mungkin bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Sementara melakukan pengakuan dosa, aku mempertahankan pendapatku sendiri atas pendapat bapak pengakuan. Mula-mula, aku tidak menyadari hal ini, tetapi ketika aku melaksanakan Jam Kudus, aku melihat Tuhan Yesus sebagaimana Ia menampakkan diri dalam Gambar [Kerahiman Ilahi] itu. Ia memberitahukan kepadaku bahwa aku harus mengulangi kepada bapak pengakuan dan superiorku segala sesuatu yang Ia katakan kepadaku atau Ia minta dariku “.... dan  lakukanlah hanya apa yang diizinkan untuk engkau lakukan.” Dan, Tuhan Yesus membuatku memahami betapa kecewa Ia dengan orang-orang yang memaksakan kehendak sendiri, dan aku sadar bahwa akulah salah satunya. Aku melihat bayangan kehendakku sendiri itu di dalam diriku, dan aku menghempaskan diri ke dalam debu di hadapan keagungan-Nya dan dengan hati yang remuk redam, aku memohon pengampunan-Nya. Tetapi, Yesus tidak membiarkan aku tetap dalam keadaan ini untuk waktu yang lama. Tatapan ilahi-Nya memenuhi hatiku dengan sukacita yang sedemikian besar sehingga aku tidak mempunyai kata-kata untuk mengungkapkannya. Dan, Yesus memberitahukan kepadaku agar aku menyampaikan lebih banyak pertanyaan kepada-Nya dan meminta nasihat-Nya. Sungguh, begitu manisnya tatapan Tuhanku; mata-Nya menembus jiwaku sampai ke relung-relungnya yang paling tersembunyi. Rohku berkomunikasi dengan Tuhan tanpa sepatah kata pun yang terucap. Aku sadar bahwa Ia tinggal di dalam aku dan aku di dalam Dia.

(561) Seketika itu juga, aku melihat gambar itu di sebuah kapel yang kecil, dan pada saat itu aku melihat bahwa kapel itu menjadi gereja yang amat besar dan indah. Dan di dalam gereja ini, aku melihat Bunda Allah bersama Sang Bayi di dalam pelukannya. Sesaat kemudian, Bayi Yesus menghilang dalam pelukan ibu-Nya, dan aku melihat gambar Yesus yang tersalib itu menjadi hidup. Bunda Allah memberitahukan kepadaku agar melakukan apa yang telah ia lakukan, supaya, juga pada saat penuh sukacita, aku selalu mengarahkan mataku kepada salib; Bunda Allah juga mengatakan kepadaku bahwa rahmat yang diberikan Allah kepadaku bukan hanya untuk diriku sendiri, tetapi juga untuk semua jiwa.

(562) Ketika aku melihat Bayi Yesus dalam misa kudus, Ia tidak selalu tampak sama: kadang-kadang Ia sangat berseri-seri, kadang-kadang bahkan tidak mengarahkan pandangan-Nya ke kapel. Sekarang, Ia sering amat berseri-seri ketika bapak pengakuanku mempersembahkan misa kudus. Aku sangat heran bahwa Bayi Yesus amat sangat mengasihi dia. Kadang-kadang, aku melihat Dia mengenakan celemek ( sejenis kain pelapis baju untuk anak-anak ) yang berwarna-warni.

(563) Sebelum aku tiba di Vilnius dan berjumpa dengan bapak pengakuan ini, aku pernah melihat sebuah gereja yang lebih kecil dan di dekatnya terletak rumah Kongregasi ini. Biara itu memiliki dua belas kamar: setiap biarawati tingal secara terpisah. Aku melihat imam yang membantu aku mempersiapkan biara itu dan yang aku temui beberapa tahun kemudian, tetapi yang sudah aku kenal dari penampakan. Aku melihat bagaimana ia mengatur segala sesuatu dalam biara dengan sangat cermat, dibantu oleh imam lain yang belum pernah kujumpai. Aku melihat jeruji besi, tertutup dengan tirai hitam, dan untuk ke gereja para suster tidak usah pergi keluar.

(564) Pada pesta Bunda Allah Dikandung Tanpa Noda, dalam misa kudus, aku mendengar gemerisik pakaian dan aku melihat Bunda Allah Tersuci dalam semarak cahaya yang amat indah. Pakaian putih dengan ikat pinggang biru. Ia berkata kepadaku, “Engkau memberiku sukacita yang besar ketika engkau menyembah Tritunggal kudus karena rahmat dan anugerah yang diberikan-Nya kepadaku.” Dan, serta merta ia menghilang.

(565) Tobat dan Mati Raga.

Mati raga batin menduduki tempat pertama, tetapi di samping ini, kita harus mengamalkan juga mati raga lahir, yang ditentukan secara ketat sehingga semua orang dapat melaksanakannya. Mati raga dilaksanakan sebagai berikut: pada tiga hari dalam setiap pekan, yakni Rabu, Jumat dan Sabtu, akan dilaksanakan puasa yang ketat; setiap Jumat, semua suster - masing-masing di kamarnya sendiri - akan mencambuk diri sambir mendaras secara lengkap Mazmur 51, dan semua harus melaksanakan pada saat yang sama, yakni pukul tiga; mati raga ini akan dipersembahkan untuk orang-orang berdoa yang menghadapi ajal. Dalam kedua puasa agung, hari-hari doa, dan vigili, makanan terdiri atas sepotong roti dan sedikit air, sekali sehari.

            Hendaknya setiap suster berusaha mematuhi mati raga-mati raga yang ditentukan bagi semua suster ini. Tetapi, kalau ada yang ingin melakukan sesuatu yang lebih, hendaknya ia minta izin kepada superior. Satu lagi mati raga umum: tidak seorang suster pun diperbolehkan masuk kamar suster lain tanpa izin khusus dari superior, tetapi superior hendaknya kadang-kadang masuk secara tidak terduga ke kamar para suster, bukan untuk memata-matai, tetapi dalam semangat kasih dan tanggung jawab yang ia emban di hadapan Allah. Tidak seorang suster pun boleh mengunci pintu atau lemari; peraturan hendaknya menjadi kunci umum untuk semua.

(566) Pada suatu hari, sesudah komuni kudus, tiba-tiba aku melihat Bayi Yesus berdiri dekat tempat aku berlutut dan memeganginya dengan kedua tangan-Nya yang mungil. Meskipun Dia itu seorang anak kecil, jiwaku dipenuhi dengan pesona dan ketakutan karena dalam Dia aku melihat Hakimku, Tuhanku, dan Penciptaku, dan di hadapan kekudusan-Nya para malaikat pun gemetar. Pada saat yang sama, jiwaku dibanjiri dengan kasih yang tak terperikan sehingga aku berpikir bahwa aku akan mati dilanda kuasa kasih itu. Kini, aku melihat bahwa Yesus pertama-tama menguatkan jiwaku dan membuatnya mampu untuk tinggal bersama Dia karena kalau tidak aku tidak akan mampu menanggung apa yang kualami pada saat itu.

(567) Hubungan Para Suster dengan Superior.

Semua suster hendaknya menghormati superior seperti Tuhan Yesus sendiri, seperti yang kusebutkan ketika berbicara mengenai kaul ketaatan. Terhadapnya, mereka hendaknya bersikap dengan kepercayaan seorang anak, dan hendaknya tidak pernah mengerutu atau mencari-cari kesalahan dalam perintah-perintahnya karena hal ini sangat tidak menyenangkan Hati Allah. Dalam hubungannya dengan para superior, setiap suster hendaknya dituntun oleh roh iman; hendaknya ia minta dengan jujur semua yang ia butuhkan. Allah tidak menghendaki bahwa terjadi atau terulang kembali salah seorang suster menjadi penyebab dukacita atau air mata superior. Hendaknya setiap orang tahu bahwa setiap biarawati diwajibkan menghormati superiornya seperti seorang anak harus menghormati orang tuanya sebagaimana diwajibkan oleh perintah keempat. Hanya seorang biarawati yang tidak baik yang merasa bebas menghakimi superiornya. Hendaknya para suster jujur terhadap superior, dengan mengatakan segala sesuatu kepadanya dan memberitahukan segala kebutuhannya dengan kepolosan anak-anak.

            Para suster akan menyapa superior sebagai berikut: “Dengan perkenanmu, Suster Superior.” Mereka tidak pernah boleh mencium tangannya, tetapi kapan saja mereka berjumpa dengan dia di lorong biara atau ketika masuk ke kamarnya, mereka hendaknya berkata, “Terpujilah Yesus Kristus,” sambil menundukkan kepala sedikit.

            Mereka hendaknya menyapa satu sama lain dengan sebutan “Suster” dengan menambahkan nama peribadi. Hubungan mereka dengan superior hendaknya ditandai dengan roh iman dan bukan dengan perasaan sentimental atau sanjung-rayu karena ini semua tidak pantas untuk seorang biarawati dan akan sangat menurunkan martabatnya. Seorang biarawati hendaknya leluasa seperti seorang ratu, dan ia hanya dapat bersikap demikian kalau ia hidup dalam semangat iman. Hendaknya kita patuh dan hormat kepada superior, bukan karena ia itu baik, suci, atau bijaksana, tetapi hanya karena ia menjadi wakil Allah, dan dengan mematuhi dia, kita mematuhi Allah sendiri.
(568) Hubungan Superior dengan Para Suster

            Superior hendaknya menonjol dalam kerendahan hati dan kasih kepada setiap suster tanpa membeda-bedakan. Ia tidak boleh membiarkan diri dikendalikan oleh sikap suka dan tidak suka, tetapi oleh semangat Kristus sendiri. Hendaknya ia sadar bahwa Allah akan menuntut pertanggungjawaban darinya mengenai setiap suster. Ia hendaknya tidak sok moralis terhadap para suster, tetapi lebih baik memberi mereka suatu teladan kerendahan hati dan penyangkalan diri yang mendalam; ini akan menjadi pelajaran yang paling manjur yang dapat ia berikan. Ia hendaknya tegas, tetapi tidak pernah kasar. Ia hendaknya sabar kalau merasa bosan karena menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang sama. Kalaupun ia harus memberikan jawaban yang sama seratus kali lebih, ia hendaknya melakukannya dengan sikap yang sama. Hendaknya ia berusaha mengantisipasi kebutuhan para suster daripada menunggu sampai mereka meminta ini atau itu karena keterbukaan hari orang sangat beragam.

            Kalau superior tahu bahwa seorang suster sedang bersedih atau menderita, ia hendaknya berusaha dengan cara apa pun untuk menolong dan menghiburnya. Ia hendaknya banyak berdoa dan memohon terang supaya dapat mengetahui bagaimana menyikapi setiap suster karena setiap jiwa merupakan suatu dunia tersendiri. Allah memiliki beragam cara untuk berkomunikasi dengan jiwa-jiwa, dan cara itu sering kali melampaui pengertian atau perhatian kita. Oleh karena itu, superior hendaknya berhati-hati, jangan sampai ia menghalangi tindakan Allah dalam suatu jiwa. Hendaknya ia tidak pernah menegur seorang suster kalau ia merasa jengkel; lebih baik teguran-teguran selalu dipadukan dengan pemberian dorongan. Orang harus dibantu untuk menyadari dan mengakui kesalahannya, tetapi hendaknya ia tidak dihancurkan.

            Superior hendaknya menonjol karena kasih terhadap para susternya, dan kasih ini harus menjadi nyata dalam tindakan-tindakan. Ia hendaknya menanggung sendiri semua beban seolah-olah untuk meringankan beban para suster. Ia hendaknya tidak menuntut pelayanan apa pun dari mereka, tetapi hendaknya menghormati mereka semua sebagai mempelai Yesus dan selalu siap untuk melayani mereka, siang dan malam. Hendaknya ia lebih minta bantuan daripada memerintah. Hendaknya hatinya terbuka kepada penderitaan para suster, dan ia sendiri hendaknya menyimak sungguh-sungguh dan belajar dari “buku yang selalu terbuka,” yakni Yesus yang tersalib. Hendaknya ia dengan khusyuk memohon terang, khususnya ketika ia menghadapi masalah genting dengan seorang suster. Hendaknya ia menjadi penjaga para susternya, tanpa mencampuri hati nurani mereka karena hanya seorang imam yang memiliki karunia ini. Tetapi dapat terjadi bahwa seorang suster merasa perlu mencurahkan isi hatinya kepada superior; dalam hal ini superior boleh mendengarkan curahan hatinya, tetapi terikat untuk tetap merahasiakannya karena tidak ada sesuatu yang lebih melukai hati seseorang daripada pengalaman bahwa sesuatu yang telah ia katakan secara rahasia dengan penuh kepercayaan dibicarakan dengan orang-orang lain. Para perempuan biasanya lemah dalam masalah ini; jarang sekali orang menemukan seorang perempuan dengan pikiran seorang laki-laki. Superior hendaknya mengupayakan kesatuan yang mendalam dengan Allah, dan Allah akan memerintah lewat dia. Bunda kita yang Tersuci akan menjadi superior biara, dan kita akan menjadi putri-putrinya yang setia.

(569) 15 Desember 1935. Hari ini, sejak pagi buta, suatu kekuatan yang aneh telah mendorongku untuk bertindak, tanpa memberikan kesempatan sedetik pun kepadaku untuk merasa tenang. Telah dinyalakan di dalam hatiku suatu semangat yang aneh, yang mendesak aku untuk bertindak, dan aku tidak dapat mengendalikannya. Inilah suatu kemartiran tersembunyi yang hanya diketahui oleh Allah, tetapi biarlah Ia bertindak atasku seperti yang dikehendaki oleh Hati-Nya; hatiku sudah siap untuk apa saja. Ya Yesus, GUruku yang terjasih, jangan meninggalkan aku, sedetik pun jangan. Yesus, Engkau tahu dengan baik betapa lemahnya aku; itulah sebabnya aku tahu bahwa kelemahankulah yang memaksa Engkau untuk terus-menerus menyertai aku.

(570) Pada suatu kesempatan, aku melihat Yesus dalam pakaian yang cemerlang; ini terjadi di rumah kaca. [Ia berkata kepadaku,] “Tuliskanlah apa yang Kukatakan kepadamu. Kesukaan-Ku adalah bersatu denganmu. Dengan kerinduan yang amat besar, Aku menantikan dan mendambakan saat ketika Aku akan membangun tempat tinggal-Ku secara sakramental di dalam biaramu. Roh-Ku akan beristirahat dalam biara itu dan Aku akan memberkati lingkungan sekitarnya secara istimewa. Demi cinta-Ku kepada engkau semua, Aku akan mencegah setiap hukuman yang dengan adil dijatuhkan oleh keadilan Bapa-Ku. Putri-Ku, Aku telah menundukkan Hati-Ku untuk menerima permohonan-permohonanmu. Misi dan tugasmu di bumi ini adalah memohon kerahiman bagi seluruh dunia. Tidak ada satu jiwa pun akan dibenarkan sebelum ia berpaling kepada kerahiman-Ku dengan penuh kepercayaan. Inilah sebabnya Hari Minggu pertama sesudah Paskah harus dirayakan sebagai Pesta Kerahiman. Pada hari itu, para imam harus memberitahukan kepada setiap orang kerahiman-Ku. Katakan kepada bapak pengakuanmu bahwa Gambar [Kerahiman Ilahi] itu harus dipajang di gereja, bukan dalam klausura di biara itu. Melalui Gambar itu, Aku akan memberikan banyak rahmat kepada jiwa-jiwa; oleh karena itu biarlah setiap jiwa mendapat kesempatan untuk menghampirinya.”

(571) Ya Yesusku, Kebenaran yang Kekal, aku tidak takut akan suatu pun, entah kesulitan entah penderitaan; yang kutakuti hanyalah satu hal, yakni melukai Hati-Mu. Ya Yesusku, lebih baik aku binasa daripada membuat Engkau berduka. Ya Yesus, Engkau tahu bahwa kasihku hanya tertuju pada-Mu. Jiwaku sepenuhnya terserap ke dalam diri-Mu.

(572) Oh, betapa besarnya gairah setiap jiwa yang akan hidup di biara itu karena Allah datang dan tinggal bersama kita! Biarlah diingat-ingat oleh setiap suster bahwa kalau kita, para biarawati, tidak memohon Kerahiman Allah, siapa lagi yang akan melakukannya? Setiap suster hendaknya terbakar seperti kurban yang murni di hadapan keagungan Allah, tetapi untuk menyenangkan hati Allah, setiap suster hendaknya menyatukan diri erat-erat dengan Yesus. Hanya bersama Dia, dalam Dia, dan lewat Dialah kita dapat menyenangkan Hati Allah.

(573) 21 Desember 1935. Pada suatu hari, bapak pengakuanku mengajak aku pergi dan melihat suatu rumah untuk melihat apakah rumah itu yang pernah aku lihat dalam suatu penglihatan. Ketika aku pergi bersama bapak pengakuanku untuk melihat rumah itu, atau lebih tepat reruntuhan itu, sekali pandang aku langsung mengenali bahwa itulah rumah yang tampak dalam penglihatanku. Pada saat aku menyentuh papan yang telah dipaku untuk menutup pintu-pintu, suatu kekuatan merasuki jiwaku laksana suatu kilat, yang memberiku keyakinan yang tak tergoyahkan. Dengan cepat, aku meninggalkan tempat itu, hatiku penuh dengan sukacita karena aku merasa bahwa ada suatu kekuatan tertentu yang mengikat aku dengan tempat itu.

            Aku sangat bahagia menyaksikan segala sesuatu sungguh cocok dengan apa yang kulihat dalam penampakan. Ketika bapak pengakuan berbicara dalam penampakan. Ketika bapak pengakuan berbicara kepadaku mengenai pengaturan kamar-kamar dan hal-hal lain, aku menyadari segala sesuatu sama seperti yang telah dikatakan kepadaku oleh Yesus. Hatiku sangat bersukacita karena Allah bertindak lewat bapak pengakuanku, dan aku tidak heran karena Allah memberi dia terang yang sedemikian besar; Allah, Sang Terang, selalu tinggal dalam hati yang murni dan rendah hati, dan segala penderitaan serta kesusahan hanya mau mengungkapkan kekudusan jiwa. Ketika aku kembali ke rumah, aku langsung pergi ke kapel kami untuk beristirahat sejenak. Kemudian, tiba-tiba aku mendengar kata-kata ini dalam jiwaku, “Jangan takut akan suatu pun. Aku menyertaimu. Semua masalah ini ada dalam tangan-Ku dan Aku akan mengantarnya sampai menghasilkan buah sesuai dengan kerahiman-Ku karena tidak suatu pun dapat menghalangi kehendak-Ku.”

(574) Malam Natal 1935.
Sejak pagi buta, rohku tenggelam dalam Allah. Kehadiran-Nya merasuki seluruh diriku. Pada petang hari, sebelum makan malam, aku pergi ke kapel selama beberapa menit untuk berbagi oplatek, pada kaki Yesus, dengan mereka yang jauh dan yang sangat dikasihi Yesus dan yang kepadanya aku berutang sangat banyak. Tidak lama sesudah aku berbagi oplatek secara rohani dengan orang tertentu, aku mendengar kata-kata ini dalam diriku, “Bagi-Ku, hatinya adalah suatu surga di atas bumi.” Ketika aku meninggalkan kapel, dalam sekejap kemahakuasaan Allah meliputi aku. Aku mengerti betapa besarnya kasih Allah kepada kita. Oh, seandainya manusia dapat menangkap sekurang-kurangnya sebagian dari kasih itu dan memahaminya!

(575) Hari Natal.
Misa Tengah Malam. Dalam misa kudus, sekali lagi aku melihat Bayi Yesus yang mungil, luar biasa eloknya, wajah-Nya berseri-seri sambil mengulurkan tangan-Nya yang mungil kepadaku. Sesudah komuni kudus, aku mendengar suara, “Aku selalu berada di dalam hatimu; bukan hanya ketika engkau menerima-Ku dalam komuni kudus, tetapi selalu.” Aku menjalani hari-hari pesta ini dalam sukacita yang besar.

(576) O Tritunggal Yang Kudus, Allah Yang Kekal, rohku tenggelam dalam keindahan-Mu. Dalam pandang-Mu, segala zaman seperti bukan apa-apa. Engkau selalu sama. Oh, betapa besarnya keagungan-Mu. Ya Yesus, mengapa Engkau menyembunyikan keagungan-Mu, mengapa Engkau meninggalkan takhta surgawi-Mu dan tinggal di tengah kami? Tuhan menjawab aku, “Putri-Ku, kasih telah membawa Aku ke mari, dan kasih itu menahan Aku di sini. Putri-Ku, seandainya engkau tahu betapa besarnya pahala dan ganjaran yang didapatkan oleh satu ulah kasih yang murni kepada-Ku, engkau akan mati karena sukacita. Aku mengatakan hal ini supaya engkau terus menerus menyatukan dirimu dengan Aku lewat kasih karena inilah tujuan hidup dari jiwamu. Tindakan ini adalah tindakan yang muncul dari kehendak. Ketahuilah bahwa jiwa yang murni itu rendah hati. Ketika engkau merendahkan dan menghampakan diri di hadapan keagungan-Ku, Aku melimpahi engkau dengan rahmat-Ku dan menggunakan kemahakuasaan-Ku untuk meninggikan engkau.”

(577) Pernah, ketika bapak pengakuanku menyuruh aku mengucapkan “Kemuliaan kepada Bapa” sebagai penitensiku, aku membutuhkan waktu yang amat panjang untuk melakukannya; berulangkali aku memulainya, tetapi tidak dapat menyelesaikannya sebab rohku menjadi satu dengan Allah, dan aku tidak dapat berkonsentrasi pada doa itu. Berulang kali, di luar kehendakku, aku diliputi kemahakuasaan Allah dan sama sekali tenggelam di dalam Dia lewat kasih, dan kemudian aku tidak tahu apa yang terjadi di sekitarku. Ketika aku memberitahu bapak pengakuanku bahwa doa singkat ini sering menyita amat banyak waktuku dan bahwa kadang-kadang aku bahkan tidak dapat menyelesaikannya, ia menyuruh aku mengucapkannya pada saat itu juga di kamar pengakuan. Tetapi, rohku tenggelam dalam Allah, dan meskipun aku berusaha, aku tidak dapat berpikir seperti yang aku inginkan. Maka bapak pengakuan berkata, “Mari, ulangilah sesudah aku.” Aku mengulangi setiap kata, tetapi ketika aku mengucapkan setiap kata, rohku membenamkan diri dalam Pribadi yang sedang kusebut.

(578) Pada suatu kesempatan, Yesus memberitahukan kepadaku mengenai seorang imam tertentu bahwa tahun-tahun ini akan menjadi hiasan indah untuk kehidupan imamatnya. Hari-hari penderitaan selalu terasa lebih lama, tetapi semua itu akan berlalu meskipun dengan begitu lambat sehingga rasanya malah bergerak mundur. Tetapi, akhir dari semua penderitaan itu sudah dekat, dan  kemudian akan tibalah sukacita yang tak kunjung henti dan tak terselami. Kekekalan! Siapa dapat memahami satu kata yang berasal dari-Mu ini, ya Allah yang tak terselami, siapa dapat memahami satu kata ini: kekekalan!

(579) Aku tahu bahwa rahmat yang diberikan Allah kepadaku sering kali dimaksudkan secara khusus untuk jiwa-jiwa tertentu. Kesadaran akan hal ini memenuhi hatiku dengan sukacita yang besar; aku selalu bersukacita atas anugerah yang diterima jiwa-jiwa lain seolah-olah merupakan anugerah bagi jiwaku sendiri.

(580) Pada kesempatan tertentu, Tuhan berkata kepadaku, “Hati-Ku jauh lebih terluka karena ketidaksempurnaan kecil dari jiwa-jiwa terpilih daripada karena dosa orang-orang yang hidup di dunia.” Hatiku menjadi sangat sedih karena jiwa-jiwa yang terpilih telah menyebabkan Yesus menderita, dan Yesus berkata kepadaku, “Ketidaksempurnaan kecil ini bukanlah segala-galanya. Aku akan menyatakan kepadamu suatu rahasia hati-Ku: apa yang Kuderita karena perbuatan jiwa-jiwa terpilih. Sikap tidak tahu terima kasih sebagai balasan atas begitu banyak rahmat adalah makanan lestari Hati-Ku, kalau itu dilakukan oleh suatu jiwa yang terpilih. Kasih mereka suam-suam kuku, dan Hati-Ku tidak dapat menahannya; jiwa-jiwa ini memaksa Aku menolaknya. Ada juga jiwa-jiwa terpilih yang tidak percaya akan kebaikan-Ku dan tidak ingin mengalami kemesraan yang membahagiakan dalam hati mereka sendiri, tetapi pergi jauh mencari Aku, dan tidak menemukan Aku. Ketidakpercayaan kepada kebaikan-Ku ini amat sangat melukai Hati-Ku. Kalau kematian-Ku tidak dapat meyakinkan engkau tentang besarnya kasih-Ku, dengan apa lagi Aku akan meyakinkan engkau? Sering suatu jiwa melukai Aku setengah mati, dan tidak seorang pun dapat menghibur Aku. Mereka menggunakan rahmat-Ku untuk menyakiti Hati-Ku. Ada jiwa-jiwa yang meremehkan rahmat-Ku yang adalah bukti dari segenap kasih-Ku. Mereka tidak ingin mendengarkan panggilan-Ku, tetapi meluncur ke jurang neraka. Lenyapnya jiwa-jiwa ini menghempaskan Aku ke dalam dukacita yang amat pedih. Meskipun Aku ini Allah, Aku tidak dapat menolong jiwa seperti itu karena ia meremehkan Aku; karena memiliki kehendak yang bebas, jiwa itu dapat menolak Aku atau mengasihi Aku. Engkau adalah penyalur kerahiman-Ku. Beri tahukanlah kebaikan-Ku ke seluruh dunia, dan dengan demikian engkau akan menghibur Hati-Ku.”

(581) “Aku akan memberitahukan kepadamu paling banyak hal kalau engkau sedang bercakap-cakap dengan Aku di lubuk hatimu. Di sini, tidak seorang pun dapat mengganggu kegiatan-Ku. Di sini Aku beristirahat dalam suatu taman yang tertutup.”

(582) Lubuk jiwaku laksana suatu dunia yang luas dan indah; di sini Allah dan aku hidup bersama. Selain Allah, tidak seorang pun diizinkan masuk ke dalamnya. Pada permulaan kehidupan bersama Allah ini, aku ketakutan dan silau. Sinar cemerlang Allah membutakan mataku, dan aku pikir Ia tidak ada di dalam hatiku; tetapi, itulah saat-saat Allah sedang bekerja di dalam jiwaku. Kasih menjadi semakin murni dan semakin kuat, dan Tuhan membawa kehendakku ke dalam kesatuan yang amat erat dengan kehendak kudus-Nya sendiri. Tidak seorang pun akan memahami apa yang kualami dalam istana jiwaku yang cemerlang ini; di sana aku tinggal terus menerus bersama Kekasihku. Tidak ada hal-hal lahiriah yang menghalangi kesatuanku dengan Allah. Bahkan kalaupun aku menggunakan kata-kata yang paling ampuh, kata-kata ini bahkan tidak mampu mengungkapkan suatu bayangan pun dari realita bagaimana jiwaku bersuka ria dalam kebahagian dan kasih yang tak terperikan, sebesar dan semurni mata air dari mana ia mengalir, yakni Allah sendiri. Rohku sedemikian dirasuki oleh Allah sehingga aku merasakannya secara fisik, dan tubuhku ikut merasakan sukacita ini. Memang, dapat terjadi bahwa sentuhan Allah itu amat beragam dalam jiwa yang sama, tetapi semua itu berasal dari sumber yang sama.

(583) Pada suatu kesempatan, aku melihat Yesus kehausan dan lunglai, dan Ia berkata kepadaku, “Aku haus.” Ketika aku memberi-Nya air, Ia mengambilnya tetapi tidak meminumnya dan langsung menghilang. Ia mengenakan pakaian seperti ketika menjalani sengsara-Nya.

(584) “Ketika engkau merenungkan apa yang Kuberitahukan kepadamu dalam relung hatimu, engkau akan memetik lebih banyak manfaat daripada kalau engkau membaca banyak buku. Oh, kalau saja jiwa-jiwa mau mendengarkan suara-Ku ketika Aku berbicara dalam relung hati mereka, dalam waktu yang singkat mereka dapat mencapai puncak kesucian.”

(585) 8 Januari 1936. Ketika aku pergi mengunjungi Uskup Agung, aku memberitahukan kepadanya bahwa Yesus minta agar aku memohon kerahiman Allah bagi dunia dan bahwa akan ada suatu Kongregasi yang akan membaktikan diri untuk memohon kerahiman Allah bagi dunia. Aku minta izinnya untuk semua yang diminta Tuhan Yesus dariku. Uskup Agung itu menjawab aku dengan kata-kata ini, “Sejauh menyangkut doa, aku memberikan izinku. Bahkan aku mendorongmu, Suster, untuk berdoa sebanyak mungkin bagi dunia dan memohon kerahiman Allah karena kerahimanlah yang kita butuhkan; aku yakin bahwa bapak pengakuanmu pasti tidak melarang engkau untuk berdoa dengan ujud ini. Tetapi, menyangkut Kongregasi itu, tunggulah sebentar, Suster, sampai segala sesuatunya siap untuk itu. Gagasan ini sendiri baik, tetapi tidak perlu terburu-buru. Kalau ini memang kehendak Allah, entah cepat entah lambat, pasti akan terlaksana. Mengapa harus demikian? Sudah ada banyak ragam Kongregasi; yang satu ini pun akan menjadi kenyataan kalau Allah menghendaki demikian. Hiduplah sungguh-sungguh dalam damai. Tuhan Yesus dapat melakukan segala sesuatu. Upayakanlah kesatuan yang erat dengan Allah dan janganlah berkecil hati.” Kata-kata ini memenuhi hatiku dengan sukacita yang besar.

(586) Ketika aku meninggalkan rumah Uskup Agung, aku mendengar kata-kata berikut di dalam jiwaku, “Untuk meneguhkan semangatmu, Aku berbicara lewat wakil-wakil-Ku sesuai dengan apa yang Aku minta darimu. Tetapi, ketahuilah bahwa tidak akan selalu demikian halnya. Mereka akan menentang engkau dalam banyak hal, dan lewat ini rahmat-Ku akan menjadi nyata dalam dirimu, dan akan menjadi jelas bahwa Akulah yang mengerjakan semua ini. Tetapi, engkau sendiri, jangan takut akan apa pun; Aku senantiasa menyertai engkau. Dan ketahuilah juga, Putri-Ku: segala makhluk, entah tahu entah tidak, dan entah mau entah tidak, selalu memenuhi kehendak-Ku.”
(587) Pernah, tiba-tiba aku melihat Yesus dalam keagungan-Nya yang besar, dan Ia mengucapkan kata-kata ini kepadaku, “Putri-Ku, kalau engkau mau, seketika ini juga Aku akan menciptakan suatu dunia yang baru, yang lebih indah daripada dunia ini, dan engkau akan hidup di sana selama sisa hidupmu.” Aku menjawab, “Aku tidak menghendaki suatu dunia lain. Aku ingin Engkau, ya Yesus. Aku ingin mengasihi-Mu dengan kasih yang sama yang Engkau miliki terhadapku. Aku hanya minta satu hal kepada-Mu: untuk membuat hatiku mampu mengasihi Engkau. Ya Yesusku, aku sangat heran akan tawaran-Mu; apa artinya dunia-dunia itu bagiku? Kalaupun Engkau memberiku seribu dunia, apa gunanya itu bagiku? Yesus, Engkau tahu betul bahwa hatiku merana karena merindukan Engkau. Segala sesuatu yang bukan Engkau tidak ada artinya bagiku.”

- Pada saat itu, aku tidak dapat lagi melihat suatu pun, tetapi suatu kekuatan yang aneh menguasai jiwaku, suatu api yang aneh berkobar dalam hatiku, dan aku masuk ke dalam semacam sakratulmaut bagi Dia. Kemudian, aku mendengar kata-kata ini, “Tidak dengan satu jiwa pun Aku menyatukan diri begitu erat seperti dengan jiwamu, dan ini Kulakukan karena kerendahan hati dan kasih bernyala yang engkau miliki terhadap-Ku.”

(588) Pada suatu kesempatan, aku mendengar kata-kata ini di dalam diriku, “Setiap gerakan hatimu Aku ketahui. Ketahuilah, Putri-Ku, bahwa satu tatapan matamu yang engkau arahkan kepada seorang lain akan melukai Hati-Ku lebih daripada banyak dosa yang dilakukan oleh orang lain.”

(589) Kasih mengenyahkan ketakutan dari dalam jiwa. Sejak aku mulai mengasihi Allah dengan seluruh hidupku dan dengan segenap kekuatan hatiku, ketakutan telah meninggalkan aku. Bahkan kalaupun aku harus mendengar hal-hal yang paling menakutkan mengenai keadilan Allah, aku sama sekali tidak akan takut terhadap-Nya sebab aku telah mengenal Dia dengan baik: Allah adalah kasih, dan Roh-Nya adalah damai. Kini, aku melihat bahwa perbuatan-perbuatanku yang telah mengalir dari kasih lebih sempurna daripada semua yang kulakukan karena takut. Aku telah menaruh harapanku pada Allah dan tidak takut akan suatu pun. Aku telah menyerahkan diriku kepada kehendak-Nya yang kudus; biarlah Ia bertindak terhadapku seperti yang Ia inginkan, dan aku tetap akan mengasihi Dia.

(590) Ketika aku menerima komuni kudus, aku meminta dan memohon kepada Juru Selamat untuk menyehatkan lidahku supaya aku tidak pernah gagal mengasihi sesama.

(591) Ya Yesus, Engkau mengetahui betapa berkobar-kobar keinginanku untuk bersembunyi sehingga tak seorang pun dapat mengenal aku selain Hati-Mu yang teramat manis. Aku ingin menjadi bunga violet yang mungil, yang tersembunyi di balik rerumputan, yang tidak dikenal di taman bunga yang indah di mana bakung-bakung dan mawar indah bermekaran. Mawar yang harum dan bakung yang indah dapat dilihat dari jauh, tetapi untuk melihat sebuah bunga violet yang kecil, orang harus merunduk rendah; hanya harumnya membuat ia dapat ditemukan! O, betapa senangnya aku karena dapat tersembunyi. O, Mempelai ilahiku, Engkaulah bunga hatiku dan aroma kasihku yang murni. Jiwaku membenamkan diri di dalam Engkau, ya Allah Yang Kekal. Sejak saat Engkau sendiri menarik aku kepada-Mu, o Yesusku, semakin aku mengenal Engkau, semakin berkobar-kobar kerinduanku pada-Mu.

(592) Dalam Hati Yesus, aku mempelajari bahwa di surga sendiri ada suatu surga yang dapat dimasuki hanya oleh jiwa-jiwa terpilih, tidak oleh semua jiwa. Tidak terselamilah kebahagiaan yang membenamkan jiwa. Ya Allahku, seandainya aku dapat melukiskan kebahagiaan ini meskipun hanya sedikit. Jiwa-jiwa  diresapi oleh keilahian-Nya dan melintas dari cahaya ke cahaya, suatu terang yang tak berubah tetapi tidak pernah membosankan karena selalu baru meskipun tidak berubah. O Tritunggal Yang Kudus, buatlah diri-Mu dikenal oleh jiwa-jiwa!

(593) O Yesusku, tidak ada suatu pun yang lebih baik bagi jiwa daripada kerendahan hati. Dalam kerendahan hatilah terletak rahasia kebahagiaan, yakni ketika jiwa mengetahui bahwa dari dirinya sendiri, ia hanyalah kepapaan dan kehampaan, dan bahwa apa pun juga harta yang ia miliki semua itu adalah anugerah dari Allah. Ketika suatu jiwa menyadari bahwa segala sesuatu diberikan kepadanya secara cuma-cuma dan bahwa satu-satunya hal yang ia miliki adalah kepapaannya sendiri, pada saat itulah ia diteguhkan  dalam sembah sujud lestari yang ia lakukan dengan rendah hati di hadapan keagungan Allah. Dan, melihat jiwa dalam sikap yang seperti itu, Allah semakin melimpahinya dengan rahmat-Nya. Ketika jiwa terus menerus membenamkan diri semakin dalam di dalam jurang kehampaan dan kepapaannya, Allah menggunakan kemahakuasaan-Nya untuk meninggikannya. Kalau ada jiwa yang sungguh-sungguh berbahagia di dunia ini, maka ini hanyalah mungkin kalau jiwa itu sungguh rendah hati. Mula-mula, cinta diri akan sangat menderita, tetapi sesudah jiwanya berjuang dengan gigih, Allah akan memberinya banyak terang, dan dengan terang itu ia dapat melihat betapa segala sesuatu itu tak bernilai dan penuh tipu daya. Hanya Allah yang ada di dalam hati. Suatu jiwa yang rendah hati tidak mengandalkan dirinya sendiri, tetapi menaruh seluruh harapannya pada Allah. Allah membela jiwa yang rendah hati dan berkenan masuk ke dalam relung hatinya, dan jiwa itu akan menikmati kebahagiaan yang tiada taranya, yang tidak dapat dipahami oleh seorang pun.

(594) Suatu petang, salah seorang suster yang sudah meninggal, yang sebelumnya sudah mengunjungi aku beberapa kali, menampakkan diri kepadaku. Ketika pertama kali aku melihatnya, ia sedang mengalami penderitaan yang berat kemudian secara berangsur-angsur penderitaan itu berkurang; kali ini ia bercahaya dengan kebahagiaan, dan ia memberitahukan kepadaku bahwa ia sudah berada di surga. Ia mengatakan kepadaku bahwa Allah telah mencobai rumah kami dengan kesusahan sebab Muder Jenderal tetap ragu-ragu, tidak percaya akan apa yang kukatakan tentang jiwa ini. Dan kemudian, sebagai suatu tanda bahwa baru sekarang ia ada di surga, Allah akan memberkati rumah kami. Kemudian, ia datang lebih dekat kepadaku, memelukku dengan mesra dan berkata, “Aku harus pergi sekarang.” Aku memahami betapa eratnya ketiga tahap kehidupan jiwa itu saling berkaitan secara erat; maksudku, kehidupan di bumi, di Purgatorium, dan di surga [persekutuan para kudus].

(595) Sering kali, aku telah melihat Allah mencobai orang tertentu dalam kaitan dengan hal-hal yang telah Ia katakan kepadaku karena ketidakpercayaan itu melukai Hati Yesus. Pernah, aku melihat Allah mencobai seorang Uskup Agung karena ia menentang maksud Allah dan tidak mempercayainya. Ketika itu, aku merasa kasihan terhadapnya dan memohon kepada Allah baginya, dan Allah meringankan penderitaannya. Allah sangat tidak senang dengan sikap kurang percaya kepada-Nya, dan inilah sebabnya banyak jiwa kehilangan banyak rahmat. Ketidakpercayaan melukai Hati-Nya yang teramat manis, yang penuh kebaikan dan kasih yang tak terselami kepada kita. Seorang imam hendaknya kadang-kadang kurang percaya supaya dapat lebih yakin akan anugerah yang diberikan kepada jiwa tertentu; dan ketika ia berbuat demikian untuk mengarahkan jiwa itu kepada kesatuan yang lebih mendalam dengan Allah, kehendaknya memang mendapat pahala yang besar dan tak terselami. Tetapi, ada perbedaan yang besar antara sikap ini dengan sikap tidak hormat dan tidak percaya akan rahmat ilahi yang diperlihatkan oleh suatu jiwa hanya karena ia tidak dapat memahami atau menyerap hal-hal itu dengan akal budinya; sikap yang terakhir ini tidak  menyenangkan Hati Tuhan. Aku sangat merasa kasihan kepada jiwa-jiwa yang menghadapi imam-imam yang tidak berpengalaman.

(596) Pernah seorang imam minta kepadaku agar aku mendoakan dia. Aku berjanji mendoakannya, dan minta izin untuk melakukan suatu mati raga. Ketika aku menerima izin untuk melaksanakan mati raga itu, aku merasakan sutau keinginan yang besar untuk menyerahkan semua rahmat hari itu kuterima dari kebaikan Allah kepada imam itu, dan aku minta kepada Tuhan Yesus agar berkenan memberikan kepadaku semua penderitaan dan himpitan, baik lahiriah maupun batiniah, agar pada hari itu imam itu tidak harus menderita. Allah menjawab sebagian dari permintaanku dan seketika itu juga segala macam kesulitan dan penderitaan muncul dari mana-mana, sedemikian banyak sehingga salah seorang suster berkata dengan lantang bahwa Tuhan Yesus pasti turun tangan dalam hal ini sebab setiap orang mencobai Sr. Faustina. Tuduhan yang dilontarkan terhadap aku itu sungguh tidak beralasan sehingga apa yang diajukan sejumlah suster ditentang oleh suster yang lain, padahal aku mempersembahkan semua ini dalam keheningan demi imam itu.

            Tetapi, itu belum semua; aku mulai merasakan penderitaan batin. Mula-mula, aku dicekam oleh tekanan batin dan keengganan terhadap para suster, kemudian suatu ketidakpastian mulai mengganggu aku. Pada waktu berdoa, aku tidak dapat berkonsentrasi, dan macam-macam hal berkecamuk dalam pikiranku. Ketika lelah, aku masuk ke kapel. Suatu rasa sakit yang aneh mencekam jiwaku, dan aku mulai menangis lirih. Kemudian aku mendengar suatu suara dalam jiwaku, yang berkata, “Putri-ku, mengapa engkau menangis? Bagaimana pun, engkau sendiri yang meminta menanggung penderitaan-penderitaan ini. Ketahuilah apa yang telah engkau terima sendiri untuk jiwa itu hanyalah sebagian kecil. Masih jauh lebih banyak penderitaan yang ia tanggung.” Dan, aku bertanya kepada Tuhan, “Mengapa Engkau memperlakukan dia serti itu?” Tuhan menjawab bahwa penderitaan itu dimaksudkan untuk mempersiapkan mahkota bersusun tiga yang tersedia bagi dia: yakni keperawanan, imamat, dan kemartiran. Pada saat itu, semua sukacita yang besar membanjiri jiwaku karena menyaksikan kemuliaan besar yang akan ia nikmati di surga. Seketika itu juga aku mendaras Te Deum untuk mensyukuri rahmat istimewa dari Allah, yakni karena boleh mengetahui bagaimana Allah memperlakukan mereka yang dia inginkan untuk dekat dengan diri-Nya. Demikianlah, semua penderitaan tidak ada artinya dibandingkan dengan apa yang menantikan kita di surga.

(597) Pada suatu hari, sesudah misa, aku tiba-tiba melihat bapak pengakuanku merayakan misa di Gereja St. Mikael, di depan gambar Bunda Allah. Waktu itu sampai pada persiapan persembahan, aku melihat Bayi Yesus menempel padanya seolah-olah melarikan diri dari sesuatu dan mencari perlindungan kepada ibunya. Tetapi, ketika sampai pada komuni kudus, Ia menghilang seperti biasa. Tiba-tiba, aku melihat Bunda Kudus, yang melindungi Dia dengan mantolnya dan berkata, “Jangan takut, Putraku.” Ia masih mengatakan sesuatu yang lain yang tidak dapat kudengar.

(598) Oh, betapa berkobar-kobar keinginanku agar setiap jiwa memuji kerahiman-Mu. Berbahagialah jiwa yang menyerukan kerahiman Tuhan. Jiwa itu akan mengalami bahwa dirinya akan dibela oleh Tuhan sebagai kemuliaan-Nya, seperti yang Ia katakan. Dan siapa berani berperang melawan Allah? Hai semua jiwa, pujilah kerahiman Tuhan dengan mengandalkan kerahiman-Nya itu sepanjang hidupmu, khususnya pada saat kematianmu. Dan janganlah takut akan suatu pun, hai jiwa terkasih, siapa pun juga engkau; semakin besar dosa seseorang, semakin besar haknya untuk mendapatkan kerahiman Tuhan. O Kebaikan yang tak terselami! Allahlah yang pertama-tama merunduk kepada pendosa. O Yesus, atas nama ribuan jiwa, aku ingin memuliakan kerahiman-Mu. O Yesusku, aku tahu dengan amat baik bahwa aku harus terus menerus memberi tahu jiwa-jiwa mengenai kebaikan-Mu, mengenai kerahiman-Mu yang tak terselami.

(599) Sekali peristiwa, seseorang minta aku doakan. Sesudah itu, ketika berjumpa dengan Tuhan, aku berkata kepada-Nya, “Yesus, aku secara khusus mengasihi jiwa-jiwa yang Engkau kasihi.” Dan Yesus menjawab, “Dan dari pihak-Ku, AKu memberikan rahmat istimewa kepada jiwa-jiwa yang engkau doakan.”


(600) Betapa mengagumkan Yesus membela aku; sungguh, ini adalah rahmat agung Allah yang selama ini telah aku alami.

No comments:

Post a Comment