(551) Seberapa besar hendaknya
kasih setiap orang terhadap Gereja? Seperti seorang anak yang baik selalu
berdoa bagi ibu yang mengasihinya, demikian juga hendaknya setiap jiwa
kristiani selalu berdoa bagi Gereja, bundanya. Maka, apa yang harus dikatakan
tentang kita, para biarawati, yang telah membuat komitmen istimewa untuk berdoa
bagi Gereja? Sungguh besar kerasulan kita meskipun kerasulan itu tersembunyi.
Segala hal kecil-kecil yang kita lakukan setiap hari akan ditempatkan pada kaki
Tuhan Yesus sebagai persembahan penyilihan bagi dunia; tetapi agar persembahan
kita berkenan di hati Allah, persembahan itu harus murni. Dan, agar persembahan
itu murni, hati kita harus dibebaskan dari keterikatan kodrati, dan segala
perasaannya harus diarahkan kepada Sang Pencipta, sambil mencintai segala
makhluk dalam Dia dan seturut kehendak-Nya; dengan berbuat demikian, setiap
orang yang gigih akan membawa sukacita kepada Gereja.
(552) Di samping kaul, aku melihat
satu peraturan yang sangat penting. Memang semua peraturan itu penting. Tetapi,
aku menempatkan yang satu ini pada tempat pertama, dan peraturan ini adalah
silentium. Sungguh, kalau peraturan silentium ini ditaati secara ketat, aku
tidak risau mengenai hal-hal lain. Para perempuan sangat senang berbicara,
tetapi Roh Kudus tidak berbicara kepada jiwa yang tidak tenang dan bawel. Roh
Kudus berbicara lewat bisikan-bisikan yang lembut kepada jiwa yang hening,
kepada jiwa yang tahu bagaimana berdiam diri. Kalau silentium dipatuhi secara
ketat, tidak akan ada gerutu, kebencian, caci-maki, atau gosip, dan kasih
kepada sesama tidak akan ternodai. Singkat kata, banyak kesalahan akan
dihindarkan. Bibir yang diam adalah emas murni, dan ia memberikan kesaksian
tentang kesucian yang ada di dalam hati.
(553) Tetapi, aku mau langsung
berbicara mengenai peraturan kedua, yakni berbicara. Berdiam diri ketika harus
berbicara adalah suatu kekurangan, bahkan kadang-kadang merupakan suatu dosa.
Maka, hendaknya semua suster ambil bagian dalam rekreasi, dan superior
hendaknya tidak membebaskan mereka dari kewajiban ini kecuali karena suatu hal
yang sangat penting. Rekreasi hendaknya berlangsung dalam kegembiraan tetapi
menurut semangat ilahi. Rekreasi adalah kesempatan untuk semakin saling
mengenal. Hendaknya setiap suster mengungkapkan pikirannya dengan segala
kesederhanaan hati untuk pembangunan hidup sesama suster dan bukan dengan
semangat kesombongan atau yang dilarang oleh Allah dengan cara bertengkar
karena cara ini tidak selaras dengan kesempurnaan dan tidak selaras dengan
semangat panggilan kita, yang secara istimewa hendaknya ditandai dengan kasih.
Dua kali sehari akan ada rekreasi selama setengah jam. Kalau seorang suster
melanggar silentium di luar waktu rekreasi, seketika itu juga ia harus mengakui
kesalahannya di hadapan superior dan minta hukuman, dan superior hendaknya
menghukum pelanggaran-pelanggaran ini dengan hukuman publik; kalau tidak, ia
harus mempertanggungjawabkannya di hadapan Tuhan.
(554) Klausura. Tak seorang pun dapat memasuki klausura tanpa izin khusus
dari pimpinan Gereja setempat, dan izin itu hanya dapat diberikan dalam keadaan
yang sangat khusus, misalnya pelayanan sakramen kepada suster yang sakit untuk
mempersiapkan mereka menghadapi ajal, dan untuk upacara pemakaman. Bisa jadi
ada kebutuhan untuk membiarkan seorang pekerja masuk klausura untuk melakukan
beberapa perbaikan; tetapi untuk ini, dituntut suatu izin khusus sebelumnya.
Pintu klausura hendaknya selalu dikunci dan hanya superior yang akan memegang
kuncinya.
(555) Penggunaan kamar tamu. Tidak seorang suster pun akan menggunakan
kamar tamu tanpa izin khusus dari superior, dan superior handaknya tidak
mengizinkan kunjungan yang terlalu sering. Mereka yang sudah mati bagi dunia
hendaknya tidak kembali lagi ke sana, juga tidak melalui percakapan-percakapan.
Tetapi, kalau superior menganggap baik untuk mengizinkan seorang suster pergi
menerima kunjungan di kamar tamu, hendaknya ia mematuhi arahan-arahan berikut.
Ia sendiri hendaknya menemani suster itu, dan kalau ia tidak dapat
melakukannya, ia hendaknya mengatur agar ada seorang suster yang
menggantikannya; suster pengganti ini akan terikat dengan kerahasiaan dan tidak
boleh menceritakan apa yang ia dengar, tetapi ia harus memberitahukan segala
sesuatu kepada superior. Percakapan harus singkat kecuali kalau ada izin untuk
menggunakan waktu yang lebih lama demi orang yang telah datang berkunjung.
Tetapi, tirai hendaknya tidak dibuka kecuali untuk hal-hal yang sangat khusus,
seperti kalau seorang ibu atau bapak dengan mendesak minta agar tirai dibuka.
(556) Surat menyurat. Setiap suster boleh menulis surat tertutup kepada
pimpinan Gereja setempat yang bertanggungjawab atas biara yang bersangkutan.
Untuk setiap surat yang lain, dituntut izin, dan suster hendaknya menyerahkan
surat itu kepada superior dalam keadaan terbuka. Superior harus dibimbing oleh
roh kasih dan kebijaksanaan, dan memiliki hak untuk mengirim atau tidak
mengirim surat itu, demi semakin besarnya kemuliaan Allah. Tetapi aku akan
sangat senang kalau surat-menyurat itu dilakukan sejarang mungkin. Marilah kita
menolong umat dengan doa dan mati raga, dan tidak dengan surat-menyurat.
(557) Pengakuan dosa. Bapak pengakuan untuk komunitas, baik yang tetap
maupun yang tidak tetap akan ditunjuk oleh pimpinan Gereja setempat
(Uskup). Akan ada seorang bapak
pengakuan tetap, dan ia akan mendengarkan pengakuan dosa para suster sekali
sepekan. Bapak pengakuan yang tidak tetap akan datang sekali setiap tiga bulan,
dan setiap suster harus menghadap dia meskipun ia tidak mengaku dosa. Kedua
bapak pengakuan akan mengemban tugas mereka dalam biara selama tiga tahun.
Kemudian, akan ada pemungutan suara rahasia, dan superior akan menyerahkan
hasilnya kepada pimpinan Gereja setempat. Bapak pengakuan dapat ditugaskan kembali
untuk tiga tahun kedua, dan bahkan tiga tahun yang ketiga. Para suster akan
melakukan pengakuan dosa mereka melalui suatu tirai yang terkunci.
Konferensi-konferensi untuk komunitas juga akan diberikan lewat suatu tirai,
yang ditutup dengan korden hitam. Para suster tidak pernah akan berbicara satu
sama lain tentang pengakuan dosa atau tentang bapak pengakuan; sebaliknya,
hendaknya mereka mendoakan para bapak pengakuan agar Allah memberi mereka
terang untuk membimbing jiwa mereka.
(558) Komuni Kudus. Para suster hendaknya tidak pernah membicarakan siapa
yang lebih sering dan siapa yang kurang sering menyambut komuni kudus. Mereka
hendaknya menahan diri untuk tidak memberikan penilaian mengenai hal yang bukan
urusan mereka ini. Semua penilaian mengenai hal ini mutlak ada di tangan bapak
pengakuan. Superior boleh berbicara dengan suster tertentu, bukan untuk
menyelidiki mengapa ia tidak menyambut komuni, tetapi hanya untuk membantu dia
agar dapat mengaku dosa. Para superior hendaknya tidak pernah masuk ke dalam
wilayah hati nurani para suster. Superior kadang-kadang boleh mengatur agar
komunitas mempersembahkan komuni kudus untuk intensi tertentu. Setiap suster
hendaknya mengusahakan kemurnian jiwa yang setinggi-tingginya sehingga ia dapat
menerima Tamu ilahi setiap hari.
(559) Pada suatu kesempatan, ketika
aku memasuki kapel, aku melihat tembok suatu bangunan dalam keadaan yang
memprihatinkan: jendela-jendela tanpa kaca dan pintu-pintu hanya memiliki kusen
tanpa daun pintu. Kemudian, aku mendengar kata-kata ini di dalam jiwaku, “Di
sinilah nanti tempat biara itu.” Aku agak kecewa bahwa reruntuhan ini
akan menjadi biara.
(560) Kamis. Aku merasa terdorong
untuk secepat mungkin bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Sementara
melakukan pengakuan dosa, aku mempertahankan pendapatku sendiri atas pendapat
bapak pengakuan. Mula-mula, aku tidak menyadari hal ini, tetapi ketika aku
melaksanakan Jam Kudus, aku melihat Tuhan Yesus sebagaimana Ia menampakkan diri
dalam Gambar [Kerahiman Ilahi] itu. Ia memberitahukan kepadaku bahwa aku harus
mengulangi kepada bapak pengakuan dan superiorku segala sesuatu yang Ia katakan
kepadaku atau Ia minta dariku “.... dan
lakukanlah hanya apa yang diizinkan untuk engkau lakukan.” Dan,
Tuhan Yesus membuatku memahami betapa kecewa Ia dengan orang-orang yang
memaksakan kehendak sendiri, dan aku sadar bahwa akulah salah satunya. Aku
melihat bayangan kehendakku sendiri itu di dalam diriku, dan aku menghempaskan
diri ke dalam debu di hadapan keagungan-Nya dan dengan hati yang remuk redam,
aku memohon pengampunan-Nya. Tetapi, Yesus tidak membiarkan aku tetap dalam
keadaan ini untuk waktu yang lama. Tatapan ilahi-Nya memenuhi hatiku dengan
sukacita yang sedemikian besar sehingga aku tidak mempunyai kata-kata untuk
mengungkapkannya. Dan, Yesus memberitahukan kepadaku agar aku menyampaikan
lebih banyak pertanyaan kepada-Nya dan meminta nasihat-Nya. Sungguh, begitu
manisnya tatapan Tuhanku; mata-Nya menembus jiwaku sampai ke relung-relungnya
yang paling tersembunyi. Rohku berkomunikasi dengan Tuhan tanpa sepatah kata
pun yang terucap. Aku sadar bahwa Ia tinggal di dalam aku dan aku di dalam Dia.
(561) Seketika itu juga, aku
melihat gambar itu di sebuah kapel yang kecil, dan pada saat itu aku melihat
bahwa kapel itu menjadi gereja yang amat besar dan indah. Dan di dalam gereja
ini, aku melihat Bunda Allah bersama Sang Bayi di dalam pelukannya. Sesaat
kemudian, Bayi Yesus menghilang dalam pelukan ibu-Nya, dan aku melihat gambar
Yesus yang tersalib itu menjadi hidup. Bunda Allah memberitahukan kepadaku agar
melakukan apa yang telah ia lakukan, supaya, juga pada saat penuh sukacita, aku
selalu mengarahkan mataku kepada salib; Bunda Allah juga mengatakan kepadaku
bahwa rahmat yang diberikan Allah kepadaku bukan hanya untuk diriku sendiri,
tetapi juga untuk semua jiwa.
(562) Ketika aku melihat Bayi Yesus
dalam misa kudus, Ia tidak selalu tampak sama: kadang-kadang Ia sangat
berseri-seri, kadang-kadang bahkan tidak mengarahkan pandangan-Nya ke kapel.
Sekarang, Ia sering amat berseri-seri ketika bapak pengakuanku mempersembahkan
misa kudus. Aku sangat heran bahwa Bayi Yesus amat sangat mengasihi dia.
Kadang-kadang, aku melihat Dia mengenakan celemek ( sejenis kain pelapis baju untuk anak-anak ) yang
berwarna-warni.
(563) Sebelum aku tiba di Vilnius
dan berjumpa dengan bapak pengakuan ini, aku pernah melihat sebuah gereja yang
lebih kecil dan di dekatnya terletak rumah Kongregasi ini. Biara itu memiliki
dua belas kamar: setiap biarawati tingal secara terpisah. Aku melihat imam yang
membantu aku mempersiapkan biara itu dan yang aku temui beberapa tahun
kemudian, tetapi yang sudah aku kenal dari penampakan. Aku melihat bagaimana ia
mengatur segala sesuatu dalam biara dengan sangat cermat, dibantu oleh imam
lain yang belum pernah kujumpai. Aku melihat jeruji besi, tertutup dengan tirai
hitam, dan untuk ke gereja para suster tidak usah pergi keluar.
(564) Pada pesta Bunda Allah Dikandung
Tanpa Noda, dalam misa kudus, aku mendengar gemerisik pakaian dan aku melihat
Bunda Allah Tersuci dalam semarak cahaya yang amat indah. Pakaian putih dengan
ikat pinggang biru. Ia berkata kepadaku, “Engkau
memberiku sukacita yang besar ketika engkau menyembah Tritunggal kudus karena
rahmat dan anugerah yang diberikan-Nya kepadaku.” Dan, serta merta ia
menghilang.
(565) Tobat dan Mati Raga.
Mati raga batin menduduki tempat
pertama, tetapi di samping ini, kita harus mengamalkan juga mati raga lahir, yang
ditentukan secara ketat sehingga semua orang dapat melaksanakannya. Mati raga
dilaksanakan sebagai berikut: pada tiga hari dalam setiap pekan, yakni Rabu,
Jumat dan Sabtu, akan dilaksanakan puasa yang ketat; setiap Jumat, semua suster
- masing-masing di kamarnya sendiri - akan mencambuk diri sambir mendaras
secara lengkap Mazmur 51, dan semua harus melaksanakan pada saat yang sama,
yakni pukul tiga; mati raga ini akan dipersembahkan untuk orang-orang berdoa
yang menghadapi ajal. Dalam kedua puasa agung, hari-hari doa, dan vigili,
makanan terdiri atas sepotong roti dan sedikit air, sekali sehari.
Hendaknya
setiap suster berusaha mematuhi mati raga-mati raga yang ditentukan bagi semua
suster ini. Tetapi, kalau ada yang ingin melakukan sesuatu yang lebih, hendaknya
ia minta izin kepada superior. Satu lagi mati raga umum: tidak seorang suster
pun diperbolehkan masuk kamar suster lain tanpa izin khusus dari superior,
tetapi superior hendaknya kadang-kadang masuk secara tidak terduga ke kamar
para suster, bukan untuk memata-matai, tetapi dalam semangat kasih dan tanggung
jawab yang ia emban di hadapan Allah. Tidak seorang suster pun boleh mengunci
pintu atau lemari; peraturan hendaknya menjadi kunci umum untuk semua.
(566) Pada suatu hari, sesudah
komuni kudus, tiba-tiba aku melihat Bayi Yesus berdiri dekat tempat aku
berlutut dan memeganginya dengan kedua tangan-Nya yang mungil. Meskipun Dia itu
seorang anak kecil, jiwaku dipenuhi dengan pesona dan ketakutan karena dalam
Dia aku melihat Hakimku, Tuhanku, dan Penciptaku, dan di hadapan kekudusan-Nya
para malaikat pun gemetar. Pada saat yang sama, jiwaku dibanjiri dengan kasih
yang tak terperikan sehingga aku berpikir bahwa aku akan mati dilanda kuasa
kasih itu. Kini, aku melihat bahwa Yesus pertama-tama menguatkan jiwaku dan
membuatnya mampu untuk tinggal bersama Dia karena kalau tidak aku tidak akan
mampu menanggung apa yang kualami pada saat itu.
(567) Hubungan Para Suster dengan
Superior.
Semua suster hendaknya menghormati
superior seperti Tuhan Yesus sendiri, seperti yang kusebutkan ketika berbicara
mengenai kaul ketaatan. Terhadapnya, mereka hendaknya bersikap dengan
kepercayaan seorang anak, dan hendaknya tidak pernah mengerutu atau
mencari-cari kesalahan dalam perintah-perintahnya karena hal ini sangat tidak
menyenangkan Hati Allah. Dalam hubungannya dengan para superior, setiap suster
hendaknya dituntun oleh roh iman; hendaknya ia minta dengan jujur semua yang ia
butuhkan. Allah tidak menghendaki bahwa terjadi atau terulang kembali salah
seorang suster menjadi penyebab dukacita atau air mata superior. Hendaknya
setiap orang tahu bahwa setiap biarawati diwajibkan menghormati superiornya
seperti seorang anak harus menghormati orang tuanya sebagaimana diwajibkan oleh
perintah keempat. Hanya seorang biarawati yang tidak baik yang merasa bebas
menghakimi superiornya. Hendaknya para suster jujur terhadap superior, dengan
mengatakan segala sesuatu kepadanya dan memberitahukan segala kebutuhannya
dengan kepolosan anak-anak.
Para
suster akan menyapa superior sebagai berikut: “Dengan perkenanmu, Suster Superior.” Mereka tidak pernah boleh
mencium tangannya, tetapi kapan saja mereka berjumpa dengan dia di lorong biara
atau ketika masuk ke kamarnya, mereka hendaknya berkata, “Terpujilah Yesus Kristus,” sambil menundukkan kepala sedikit.
Mereka
hendaknya menyapa satu sama lain dengan sebutan “Suster” dengan menambahkan
nama peribadi. Hubungan mereka dengan superior hendaknya ditandai dengan roh
iman dan bukan dengan perasaan sentimental atau sanjung-rayu karena ini semua tidak
pantas untuk seorang biarawati dan akan sangat menurunkan martabatnya. Seorang
biarawati hendaknya leluasa seperti seorang ratu, dan ia hanya dapat bersikap
demikian kalau ia hidup dalam semangat iman. Hendaknya kita patuh dan hormat
kepada superior, bukan karena ia itu baik, suci, atau bijaksana, tetapi hanya
karena ia menjadi wakil Allah, dan dengan mematuhi dia, kita mematuhi Allah
sendiri.
(568) Hubungan Superior dengan Para
Suster
Superior
hendaknya menonjol dalam kerendahan hati dan kasih kepada setiap suster tanpa
membeda-bedakan. Ia tidak boleh membiarkan diri dikendalikan oleh sikap suka
dan tidak suka, tetapi oleh semangat Kristus sendiri. Hendaknya ia sadar bahwa
Allah akan menuntut pertanggungjawaban darinya mengenai setiap suster. Ia hendaknya
tidak sok moralis terhadap para suster, tetapi lebih baik memberi mereka suatu
teladan kerendahan hati dan penyangkalan diri yang mendalam; ini akan menjadi
pelajaran yang paling manjur yang dapat ia berikan. Ia hendaknya tegas, tetapi
tidak pernah kasar. Ia hendaknya sabar kalau merasa bosan karena menghadapi
pertanyaan-pertanyaan yang sama. Kalaupun ia harus memberikan jawaban yang sama
seratus kali lebih, ia hendaknya melakukannya dengan sikap yang sama. Hendaknya
ia berusaha mengantisipasi kebutuhan para suster daripada menunggu sampai
mereka meminta ini atau itu karena keterbukaan hari orang sangat beragam.
Kalau
superior tahu bahwa seorang suster sedang bersedih atau menderita, ia hendaknya
berusaha dengan cara apa pun untuk menolong dan menghiburnya. Ia hendaknya
banyak berdoa dan memohon terang supaya dapat mengetahui bagaimana menyikapi
setiap suster karena setiap jiwa merupakan suatu dunia tersendiri. Allah
memiliki beragam cara untuk berkomunikasi dengan jiwa-jiwa, dan cara itu sering
kali melampaui pengertian atau perhatian kita. Oleh karena itu, superior
hendaknya berhati-hati, jangan sampai ia menghalangi tindakan Allah dalam suatu
jiwa. Hendaknya ia tidak pernah menegur seorang suster kalau ia merasa jengkel;
lebih baik teguran-teguran selalu dipadukan dengan pemberian dorongan. Orang
harus dibantu untuk menyadari dan mengakui kesalahannya, tetapi hendaknya ia
tidak dihancurkan.
Superior
hendaknya menonjol karena kasih terhadap para susternya, dan kasih ini harus
menjadi nyata dalam tindakan-tindakan. Ia hendaknya menanggung sendiri semua
beban seolah-olah untuk meringankan beban para suster. Ia hendaknya tidak
menuntut pelayanan apa pun dari mereka, tetapi hendaknya menghormati mereka
semua sebagai mempelai Yesus dan selalu siap untuk melayani mereka, siang dan
malam. Hendaknya ia lebih minta bantuan daripada memerintah. Hendaknya hatinya
terbuka kepada penderitaan para suster, dan ia sendiri hendaknya menyimak
sungguh-sungguh dan belajar dari “buku yang selalu terbuka,” yakni Yesus yang tersalib.
Hendaknya ia dengan khusyuk memohon terang, khususnya ketika ia menghadapi
masalah genting dengan seorang suster. Hendaknya ia menjadi penjaga para
susternya, tanpa mencampuri hati nurani mereka karena hanya seorang imam yang
memiliki karunia ini. Tetapi dapat terjadi bahwa seorang suster merasa perlu
mencurahkan isi hatinya kepada superior; dalam hal ini superior boleh
mendengarkan curahan hatinya, tetapi terikat untuk tetap merahasiakannya karena
tidak ada sesuatu yang lebih melukai hati seseorang daripada pengalaman bahwa
sesuatu yang telah ia katakan secara rahasia dengan penuh kepercayaan
dibicarakan dengan orang-orang lain. Para perempuan biasanya lemah dalam
masalah ini; jarang sekali orang menemukan seorang perempuan dengan pikiran
seorang laki-laki. Superior hendaknya mengupayakan kesatuan yang mendalam
dengan Allah, dan Allah akan memerintah lewat dia. Bunda kita yang Tersuci akan
menjadi superior biara, dan kita akan menjadi putri-putrinya yang setia.
(569) 15 Desember 1935. Hari ini,
sejak pagi buta, suatu kekuatan yang aneh telah mendorongku untuk bertindak,
tanpa memberikan kesempatan sedetik pun kepadaku untuk merasa tenang. Telah
dinyalakan di dalam hatiku suatu semangat yang aneh, yang mendesak aku untuk
bertindak, dan aku tidak dapat mengendalikannya. Inilah suatu kemartiran
tersembunyi yang hanya diketahui oleh Allah, tetapi biarlah Ia bertindak atasku
seperti yang dikehendaki oleh Hati-Nya; hatiku sudah siap untuk apa saja. Ya
Yesus, GUruku yang terjasih, jangan meninggalkan aku, sedetik pun jangan.
Yesus, Engkau tahu dengan baik betapa lemahnya aku; itulah sebabnya aku tahu
bahwa kelemahankulah yang memaksa Engkau untuk terus-menerus menyertai aku.
(570) Pada suatu kesempatan, aku
melihat Yesus dalam pakaian yang cemerlang; ini terjadi di rumah kaca. [Ia
berkata kepadaku,] “Tuliskanlah apa yang Kukatakan kepadamu. Kesukaan-Ku adalah bersatu
denganmu. Dengan kerinduan yang amat besar, Aku menantikan dan mendambakan saat
ketika Aku akan membangun tempat tinggal-Ku secara sakramental di dalam
biaramu. Roh-Ku akan beristirahat dalam biara itu dan Aku akan memberkati
lingkungan sekitarnya secara istimewa. Demi cinta-Ku kepada engkau semua, Aku
akan mencegah setiap hukuman yang dengan adil dijatuhkan oleh keadilan Bapa-Ku.
Putri-Ku, Aku telah menundukkan Hati-Ku untuk menerima permohonan-permohonanmu.
Misi dan tugasmu di bumi ini adalah memohon kerahiman bagi seluruh dunia. Tidak
ada satu jiwa pun akan dibenarkan sebelum ia berpaling kepada kerahiman-Ku
dengan penuh kepercayaan. Inilah sebabnya Hari Minggu pertama sesudah Paskah
harus dirayakan sebagai Pesta Kerahiman. Pada hari itu, para imam harus
memberitahukan kepada setiap orang kerahiman-Ku. Katakan kepada bapak
pengakuanmu bahwa Gambar [Kerahiman Ilahi] itu harus dipajang di gereja, bukan
dalam klausura di biara itu. Melalui Gambar itu, Aku akan memberikan banyak
rahmat kepada jiwa-jiwa; oleh karena itu biarlah setiap jiwa mendapat
kesempatan untuk menghampirinya.”
(571) Ya Yesusku, Kebenaran yang
Kekal, aku tidak takut akan suatu pun, entah kesulitan entah penderitaan; yang
kutakuti hanyalah satu hal, yakni melukai Hati-Mu. Ya Yesusku, lebih baik aku
binasa daripada membuat Engkau berduka. Ya Yesus, Engkau tahu bahwa kasihku
hanya tertuju pada-Mu. Jiwaku sepenuhnya terserap ke dalam diri-Mu.
(572) Oh, betapa besarnya gairah
setiap jiwa yang akan hidup di biara itu karena Allah datang dan tinggal
bersama kita! Biarlah diingat-ingat oleh setiap suster bahwa kalau kita, para
biarawati, tidak memohon Kerahiman Allah, siapa lagi yang akan melakukannya?
Setiap suster hendaknya terbakar seperti kurban yang murni di hadapan keagungan
Allah, tetapi untuk menyenangkan hati Allah, setiap suster hendaknya menyatukan
diri erat-erat dengan Yesus. Hanya bersama Dia, dalam Dia, dan lewat Dialah
kita dapat menyenangkan Hati Allah.
(573) 21 Desember 1935. Pada suatu
hari, bapak pengakuanku mengajak aku pergi dan melihat suatu rumah untuk
melihat apakah rumah itu yang pernah aku lihat dalam suatu penglihatan. Ketika
aku pergi bersama bapak pengakuanku untuk melihat rumah itu, atau lebih tepat
reruntuhan itu, sekali pandang aku langsung mengenali bahwa itulah rumah yang
tampak dalam penglihatanku. Pada saat aku menyentuh papan yang telah dipaku
untuk menutup pintu-pintu, suatu kekuatan merasuki jiwaku laksana suatu kilat,
yang memberiku keyakinan yang tak tergoyahkan. Dengan cepat, aku meninggalkan
tempat itu, hatiku penuh dengan sukacita karena aku merasa bahwa ada suatu
kekuatan tertentu yang mengikat aku dengan tempat itu.
Aku
sangat bahagia menyaksikan segala sesuatu sungguh cocok dengan apa yang kulihat
dalam penampakan. Ketika bapak pengakuan berbicara dalam penampakan. Ketika
bapak pengakuan berbicara kepadaku mengenai pengaturan kamar-kamar dan hal-hal
lain, aku menyadari segala sesuatu sama seperti yang telah dikatakan kepadaku
oleh Yesus. Hatiku sangat bersukacita karena Allah bertindak lewat bapak
pengakuanku, dan aku tidak heran karena Allah memberi dia terang yang
sedemikian besar; Allah, Sang Terang, selalu tinggal dalam hati yang murni dan
rendah hati, dan segala penderitaan serta kesusahan hanya mau mengungkapkan
kekudusan jiwa. Ketika aku kembali ke rumah, aku langsung pergi ke kapel
kami untuk beristirahat sejenak. Kemudian, tiba-tiba aku mendengar kata-kata
ini dalam jiwaku, “Jangan takut akan suatu pun. Aku menyertaimu. Semua masalah
ini ada dalam tangan-Ku dan Aku akan mengantarnya sampai menghasilkan buah
sesuai dengan kerahiman-Ku karena tidak suatu pun dapat menghalangi
kehendak-Ku.”
(574) Malam Natal 1935.
Sejak pagi buta, rohku tenggelam dalam
Allah. Kehadiran-Nya merasuki seluruh diriku. Pada petang hari, sebelum makan
malam, aku pergi ke kapel selama beberapa menit untuk berbagi oplatek, pada
kaki Yesus, dengan mereka yang jauh dan yang sangat dikasihi Yesus dan yang
kepadanya aku berutang sangat banyak. Tidak lama sesudah aku berbagi oplatek
secara rohani dengan orang tertentu, aku mendengar kata-kata ini dalam diriku, “Bagi-Ku,
hatinya adalah suatu surga di atas bumi.” Ketika aku meninggalkan
kapel, dalam sekejap kemahakuasaan Allah meliputi aku. Aku mengerti betapa
besarnya kasih Allah kepada kita. Oh, seandainya manusia dapat menangkap
sekurang-kurangnya sebagian dari kasih itu dan memahaminya!
(575) Hari Natal.
Misa Tengah Malam. Dalam misa
kudus, sekali lagi aku melihat Bayi Yesus yang mungil, luar biasa eloknya,
wajah-Nya berseri-seri sambil mengulurkan tangan-Nya yang mungil kepadaku.
Sesudah komuni kudus, aku mendengar suara, “Aku selalu berada di dalam hatimu; bukan
hanya ketika engkau menerima-Ku dalam komuni kudus, tetapi selalu.” Aku
menjalani hari-hari pesta ini dalam sukacita yang besar.
(576) O Tritunggal Yang Kudus,
Allah Yang Kekal, rohku tenggelam dalam keindahan-Mu. Dalam pandang-Mu, segala
zaman seperti bukan apa-apa. Engkau selalu sama. Oh, betapa besarnya
keagungan-Mu. Ya Yesus, mengapa Engkau menyembunyikan keagungan-Mu, mengapa
Engkau meninggalkan takhta surgawi-Mu dan tinggal di tengah kami? Tuhan
menjawab aku, “Putri-Ku, kasih telah membawa Aku ke mari, dan kasih itu menahan Aku
di sini. Putri-Ku, seandainya engkau tahu betapa besarnya pahala dan ganjaran
yang didapatkan oleh satu ulah kasih yang murni kepada-Ku, engkau akan mati
karena sukacita. Aku mengatakan hal ini supaya engkau terus menerus menyatukan
dirimu dengan Aku lewat kasih karena inilah tujuan hidup dari jiwamu. Tindakan
ini adalah tindakan yang muncul dari kehendak. Ketahuilah bahwa jiwa yang murni
itu rendah hati. Ketika engkau merendahkan dan menghampakan diri di hadapan
keagungan-Ku, Aku melimpahi engkau dengan rahmat-Ku dan menggunakan
kemahakuasaan-Ku untuk meninggikan engkau.”
(577) Pernah, ketika bapak
pengakuanku menyuruh aku mengucapkan “Kemuliaan
kepada Bapa” sebagai penitensiku, aku membutuhkan waktu yang amat panjang
untuk melakukannya; berulangkali aku memulainya, tetapi tidak dapat
menyelesaikannya sebab rohku menjadi satu dengan Allah, dan aku tidak dapat berkonsentrasi
pada doa itu. Berulang kali, di luar kehendakku, aku diliputi kemahakuasaan
Allah dan sama sekali tenggelam di dalam Dia lewat kasih, dan kemudian aku
tidak tahu apa yang terjadi di sekitarku. Ketika aku memberitahu bapak
pengakuanku bahwa doa singkat ini sering menyita amat banyak waktuku dan bahwa
kadang-kadang aku bahkan tidak dapat menyelesaikannya, ia menyuruh aku
mengucapkannya pada saat itu juga di kamar pengakuan. Tetapi, rohku tenggelam
dalam Allah, dan meskipun aku berusaha, aku tidak dapat berpikir seperti yang
aku inginkan. Maka bapak pengakuan berkata, “Mari,
ulangilah sesudah aku.” Aku mengulangi setiap kata, tetapi ketika aku
mengucapkan setiap kata, rohku membenamkan diri dalam Pribadi yang sedang
kusebut.
(578) Pada suatu kesempatan, Yesus
memberitahukan kepadaku mengenai seorang imam tertentu bahwa tahun-tahun ini
akan menjadi hiasan indah untuk kehidupan imamatnya. Hari-hari penderitaan
selalu terasa lebih lama, tetapi semua itu akan berlalu meskipun dengan begitu
lambat sehingga rasanya malah bergerak mundur. Tetapi, akhir dari semua
penderitaan itu sudah dekat, dan
kemudian akan tibalah sukacita yang tak kunjung henti dan tak terselami.
Kekekalan! Siapa dapat memahami satu kata yang berasal dari-Mu ini, ya Allah
yang tak terselami, siapa dapat memahami satu kata ini: kekekalan!
(579) Aku tahu bahwa rahmat yang
diberikan Allah kepadaku sering kali dimaksudkan secara khusus untuk jiwa-jiwa
tertentu. Kesadaran akan hal ini memenuhi hatiku dengan sukacita yang besar;
aku selalu bersukacita atas anugerah yang diterima jiwa-jiwa lain seolah-olah
merupakan anugerah bagi jiwaku sendiri.
(580) Pada kesempatan tertentu,
Tuhan berkata kepadaku, “Hati-Ku jauh lebih terluka karena
ketidaksempurnaan kecil dari jiwa-jiwa terpilih daripada karena dosa
orang-orang yang hidup di dunia.” Hatiku menjadi sangat sedih karena
jiwa-jiwa yang terpilih telah menyebabkan Yesus menderita, dan Yesus berkata
kepadaku, “Ketidaksempurnaan kecil ini bukanlah segala-galanya. Aku akan
menyatakan kepadamu suatu rahasia hati-Ku: apa yang Kuderita karena perbuatan
jiwa-jiwa terpilih. Sikap tidak tahu terima kasih sebagai balasan atas begitu
banyak rahmat adalah makanan lestari Hati-Ku, kalau itu dilakukan oleh suatu
jiwa yang terpilih. Kasih mereka suam-suam kuku, dan Hati-Ku tidak dapat
menahannya; jiwa-jiwa ini memaksa Aku menolaknya. Ada juga jiwa-jiwa terpilih
yang tidak percaya akan kebaikan-Ku dan tidak ingin mengalami kemesraan yang
membahagiakan dalam hati mereka sendiri, tetapi pergi jauh mencari Aku, dan tidak
menemukan Aku. Ketidakpercayaan kepada kebaikan-Ku ini amat sangat melukai
Hati-Ku. Kalau kematian-Ku tidak dapat meyakinkan engkau tentang besarnya
kasih-Ku, dengan apa lagi Aku akan meyakinkan engkau? Sering suatu jiwa melukai
Aku setengah mati, dan tidak seorang pun dapat menghibur Aku. Mereka
menggunakan rahmat-Ku untuk menyakiti Hati-Ku. Ada jiwa-jiwa yang meremehkan
rahmat-Ku yang adalah bukti dari segenap kasih-Ku. Mereka tidak ingin
mendengarkan panggilan-Ku, tetapi meluncur ke jurang neraka. Lenyapnya
jiwa-jiwa ini menghempaskan Aku ke dalam dukacita yang amat pedih. Meskipun Aku
ini Allah, Aku tidak dapat menolong jiwa seperti itu karena ia meremehkan Aku;
karena memiliki kehendak yang bebas, jiwa itu dapat menolak Aku atau mengasihi
Aku. Engkau adalah penyalur kerahiman-Ku. Beri tahukanlah kebaikan-Ku ke
seluruh dunia, dan dengan demikian engkau akan menghibur Hati-Ku.”
(581) “Aku akan memberitahukan kepadamu
paling banyak hal kalau engkau sedang bercakap-cakap dengan Aku di lubuk
hatimu. Di sini, tidak seorang pun dapat mengganggu kegiatan-Ku. Di sini Aku
beristirahat dalam suatu taman yang tertutup.”
(582) Lubuk jiwaku laksana suatu
dunia yang luas dan indah; di sini Allah dan aku hidup bersama. Selain Allah,
tidak seorang pun diizinkan masuk ke dalamnya. Pada permulaan kehidupan bersama
Allah ini, aku ketakutan dan silau. Sinar cemerlang Allah membutakan mataku,
dan aku pikir Ia tidak ada di dalam hatiku; tetapi, itulah saat-saat Allah
sedang bekerja di dalam jiwaku. Kasih menjadi semakin murni dan semakin kuat,
dan Tuhan membawa kehendakku ke dalam kesatuan yang amat erat dengan kehendak
kudus-Nya sendiri. Tidak seorang pun akan memahami apa yang kualami dalam
istana jiwaku yang cemerlang ini; di sana aku tinggal terus menerus bersama
Kekasihku. Tidak ada hal-hal lahiriah yang menghalangi kesatuanku dengan Allah.
Bahkan kalaupun aku menggunakan kata-kata yang paling ampuh, kata-kata ini
bahkan tidak mampu mengungkapkan suatu bayangan pun dari realita bagaimana
jiwaku bersuka ria dalam kebahagian dan kasih yang tak terperikan, sebesar dan
semurni mata air dari mana ia mengalir, yakni Allah sendiri. Rohku sedemikian
dirasuki oleh Allah sehingga aku merasakannya secara fisik, dan tubuhku ikut
merasakan sukacita ini. Memang, dapat terjadi bahwa sentuhan Allah itu amat
beragam dalam jiwa yang sama, tetapi semua itu berasal dari sumber yang sama.
(583) Pada suatu kesempatan, aku
melihat Yesus kehausan dan lunglai, dan Ia berkata kepadaku, “Aku
haus.” Ketika aku memberi-Nya air, Ia mengambilnya tetapi tidak
meminumnya dan langsung menghilang. Ia mengenakan pakaian seperti ketika
menjalani sengsara-Nya.
(584) “Ketika engkau merenungkan apa
yang Kuberitahukan kepadamu dalam relung hatimu, engkau akan memetik lebih
banyak manfaat daripada kalau engkau membaca banyak buku. Oh, kalau saja
jiwa-jiwa mau mendengarkan suara-Ku ketika Aku berbicara dalam relung hati
mereka, dalam waktu yang singkat mereka dapat mencapai puncak kesucian.”
(585) 8 Januari 1936. Ketika aku
pergi mengunjungi Uskup Agung, aku memberitahukan kepadanya bahwa Yesus minta
agar aku memohon kerahiman Allah bagi dunia dan bahwa akan ada suatu Kongregasi
yang akan membaktikan diri untuk memohon kerahiman Allah bagi dunia. Aku minta
izinnya untuk semua yang diminta Tuhan Yesus dariku. Uskup Agung itu menjawab
aku dengan kata-kata ini, “Sejauh menyangkut doa, aku memberikan izinku. Bahkan
aku mendorongmu, Suster, untuk berdoa sebanyak mungkin bagi dunia dan memohon
kerahiman Allah karena kerahimanlah yang kita butuhkan; aku yakin bahwa bapak
pengakuanmu pasti tidak melarang engkau untuk berdoa dengan ujud ini. Tetapi,
menyangkut Kongregasi itu, tunggulah sebentar, Suster, sampai segala sesuatunya
siap untuk itu. Gagasan ini sendiri baik, tetapi tidak perlu terburu-buru.
Kalau ini memang kehendak Allah, entah cepat entah lambat, pasti akan
terlaksana. Mengapa harus demikian? Sudah ada banyak ragam Kongregasi; yang
satu ini pun akan menjadi kenyataan kalau Allah menghendaki demikian. Hiduplah
sungguh-sungguh dalam damai. Tuhan Yesus dapat melakukan segala sesuatu.
Upayakanlah kesatuan yang erat dengan Allah dan janganlah berkecil hati.”
Kata-kata ini memenuhi hatiku dengan sukacita yang besar.
(586) Ketika aku meninggalkan rumah
Uskup Agung, aku mendengar kata-kata berikut di dalam jiwaku, “Untuk
meneguhkan semangatmu, Aku berbicara lewat wakil-wakil-Ku sesuai dengan apa
yang Aku minta darimu. Tetapi, ketahuilah bahwa tidak akan selalu demikian
halnya. Mereka akan menentang engkau dalam banyak hal, dan lewat ini rahmat-Ku
akan menjadi nyata dalam dirimu, dan akan menjadi jelas bahwa Akulah yang
mengerjakan semua ini. Tetapi, engkau sendiri, jangan takut akan apa pun; Aku
senantiasa menyertai engkau. Dan ketahuilah juga, Putri-Ku: segala makhluk,
entah tahu entah tidak, dan entah mau entah tidak, selalu memenuhi
kehendak-Ku.”
(587) Pernah, tiba-tiba aku melihat
Yesus dalam keagungan-Nya yang besar, dan Ia mengucapkan kata-kata ini
kepadaku, “Putri-Ku, kalau engkau mau, seketika ini juga Aku akan menciptakan
suatu dunia yang baru, yang lebih indah daripada dunia ini, dan engkau akan
hidup di sana selama sisa hidupmu.” Aku menjawab, “Aku tidak menghendaki suatu dunia lain. Aku ingin Engkau, ya Yesus.
Aku ingin mengasihi-Mu dengan kasih yang sama yang Engkau miliki terhadapku.
Aku hanya minta satu hal kepada-Mu: untuk membuat hatiku mampu mengasihi
Engkau. Ya Yesusku, aku sangat heran akan tawaran-Mu; apa artinya dunia-dunia
itu bagiku? Kalaupun Engkau memberiku seribu dunia, apa gunanya itu bagiku?
Yesus, Engkau tahu betul bahwa hatiku merana karena merindukan Engkau. Segala
sesuatu yang bukan Engkau tidak ada artinya bagiku.”
- Pada saat itu, aku tidak dapat
lagi melihat suatu pun, tetapi suatu kekuatan yang aneh menguasai jiwaku, suatu
api yang aneh berkobar dalam hatiku, dan aku masuk ke dalam semacam
sakratulmaut bagi Dia. Kemudian, aku mendengar kata-kata ini, “Tidak
dengan satu jiwa pun Aku menyatukan diri begitu erat seperti dengan jiwamu, dan
ini Kulakukan karena kerendahan hati dan kasih bernyala yang engkau miliki
terhadap-Ku.”
(588) Pada suatu kesempatan, aku
mendengar kata-kata ini di dalam diriku, “Setiap gerakan hatimu Aku ketahui.
Ketahuilah, Putri-Ku, bahwa satu tatapan matamu yang engkau arahkan kepada
seorang lain akan melukai Hati-Ku lebih daripada banyak dosa yang dilakukan
oleh orang lain.”
(589) Kasih mengenyahkan ketakutan
dari dalam jiwa. Sejak aku mulai mengasihi Allah dengan seluruh hidupku dan
dengan segenap kekuatan hatiku, ketakutan telah meninggalkan aku. Bahkan
kalaupun aku harus mendengar hal-hal yang paling menakutkan mengenai keadilan
Allah, aku sama sekali tidak akan takut terhadap-Nya sebab aku telah mengenal
Dia dengan baik: Allah adalah kasih, dan Roh-Nya adalah damai. Kini, aku
melihat bahwa perbuatan-perbuatanku yang telah mengalir dari kasih lebih
sempurna daripada semua yang kulakukan karena takut. Aku telah menaruh
harapanku pada Allah dan tidak takut akan suatu pun. Aku telah menyerahkan
diriku kepada kehendak-Nya yang kudus; biarlah Ia bertindak terhadapku seperti
yang Ia inginkan, dan aku tetap akan mengasihi Dia.
(590) Ketika aku menerima komuni
kudus, aku meminta dan memohon kepada Juru Selamat untuk menyehatkan lidahku
supaya aku tidak pernah gagal mengasihi sesama.
(591) Ya Yesus, Engkau mengetahui
betapa berkobar-kobar keinginanku untuk bersembunyi sehingga tak seorang pun
dapat mengenal aku selain Hati-Mu yang teramat manis. Aku ingin menjadi bunga
violet yang mungil, yang tersembunyi di balik rerumputan, yang tidak dikenal di
taman bunga yang indah di mana bakung-bakung dan mawar indah bermekaran. Mawar
yang harum dan bakung yang indah dapat dilihat dari jauh, tetapi untuk melihat
sebuah bunga violet yang kecil, orang harus merunduk rendah; hanya harumnya
membuat ia dapat ditemukan! O, betapa senangnya aku karena dapat tersembunyi.
O, Mempelai ilahiku, Engkaulah bunga hatiku dan aroma kasihku yang murni.
Jiwaku membenamkan diri di dalam Engkau, ya Allah Yang Kekal. Sejak saat Engkau
sendiri menarik aku kepada-Mu, o Yesusku, semakin aku mengenal Engkau, semakin
berkobar-kobar kerinduanku pada-Mu.
(592) Dalam Hati Yesus, aku
mempelajari bahwa di surga sendiri ada suatu surga yang dapat dimasuki hanya
oleh jiwa-jiwa terpilih, tidak oleh semua jiwa. Tidak terselamilah kebahagiaan
yang membenamkan jiwa. Ya Allahku, seandainya aku dapat melukiskan kebahagiaan
ini meskipun hanya sedikit. Jiwa-jiwa
diresapi oleh keilahian-Nya dan melintas dari cahaya ke cahaya, suatu
terang yang tak berubah tetapi tidak pernah membosankan karena selalu baru
meskipun tidak berubah. O Tritunggal Yang Kudus, buatlah diri-Mu dikenal oleh
jiwa-jiwa!
(593) O Yesusku, tidak ada suatu
pun yang lebih baik bagi jiwa daripada kerendahan hati. Dalam kerendahan
hatilah terletak rahasia kebahagiaan, yakni ketika jiwa mengetahui bahwa dari
dirinya sendiri, ia hanyalah kepapaan dan kehampaan, dan bahwa apa pun juga
harta yang ia miliki semua itu adalah anugerah dari Allah. Ketika suatu jiwa
menyadari bahwa segala sesuatu diberikan kepadanya secara cuma-cuma dan bahwa
satu-satunya hal yang ia miliki adalah kepapaannya sendiri, pada saat itulah ia
diteguhkan dalam sembah sujud lestari
yang ia lakukan dengan rendah hati di hadapan keagungan Allah. Dan, melihat
jiwa dalam sikap yang seperti itu, Allah semakin melimpahinya dengan
rahmat-Nya. Ketika jiwa terus menerus membenamkan diri semakin dalam di dalam
jurang kehampaan dan kepapaannya, Allah menggunakan kemahakuasaan-Nya untuk
meninggikannya. Kalau ada jiwa yang sungguh-sungguh berbahagia di dunia ini,
maka ini hanyalah mungkin kalau jiwa itu sungguh rendah hati. Mula-mula, cinta
diri akan sangat menderita, tetapi sesudah jiwanya berjuang dengan gigih, Allah
akan memberinya banyak terang, dan dengan terang itu ia dapat melihat betapa
segala sesuatu itu tak bernilai dan penuh tipu daya. Hanya Allah yang ada di dalam
hati. Suatu jiwa yang rendah hati tidak mengandalkan dirinya sendiri, tetapi
menaruh seluruh harapannya pada Allah. Allah membela jiwa yang rendah hati dan
berkenan masuk ke dalam relung hatinya, dan jiwa itu akan menikmati kebahagiaan
yang tiada taranya, yang tidak dapat dipahami oleh seorang pun.
(594) Suatu petang, salah seorang
suster yang sudah meninggal, yang sebelumnya sudah mengunjungi aku beberapa
kali, menampakkan diri kepadaku. Ketika pertama kali aku melihatnya, ia sedang
mengalami penderitaan yang berat kemudian secara berangsur-angsur penderitaan
itu berkurang; kali ini ia bercahaya dengan kebahagiaan, dan ia memberitahukan
kepadaku bahwa ia sudah berada di surga. Ia mengatakan kepadaku bahwa Allah
telah mencobai rumah kami dengan kesusahan sebab Muder Jenderal tetap
ragu-ragu, tidak percaya akan apa yang kukatakan tentang jiwa ini. Dan kemudian,
sebagai suatu tanda bahwa baru sekarang ia ada di surga, Allah akan memberkati
rumah kami. Kemudian, ia datang lebih dekat kepadaku, memelukku dengan mesra
dan berkata, “Aku harus pergi sekarang.”
Aku memahami betapa eratnya ketiga tahap kehidupan jiwa itu saling berkaitan
secara erat; maksudku, kehidupan di bumi, di Purgatorium, dan di surga
[persekutuan para kudus].
(595) Sering kali, aku telah
melihat Allah mencobai orang tertentu dalam kaitan dengan hal-hal yang telah Ia
katakan kepadaku karena ketidakpercayaan itu melukai Hati Yesus. Pernah, aku
melihat Allah mencobai seorang Uskup Agung karena ia menentang maksud Allah dan
tidak mempercayainya. Ketika itu, aku merasa kasihan terhadapnya dan memohon
kepada Allah baginya, dan Allah meringankan penderitaannya. Allah sangat tidak
senang dengan sikap kurang percaya kepada-Nya, dan inilah sebabnya banyak jiwa
kehilangan banyak rahmat. Ketidakpercayaan melukai Hati-Nya yang teramat manis,
yang penuh kebaikan dan kasih yang tak terselami kepada kita. Seorang imam
hendaknya kadang-kadang kurang percaya supaya dapat lebih yakin akan anugerah
yang diberikan kepada jiwa tertentu; dan ketika ia berbuat demikian untuk
mengarahkan jiwa itu kepada kesatuan yang lebih mendalam dengan Allah,
kehendaknya memang mendapat pahala yang besar dan tak terselami. Tetapi, ada
perbedaan yang besar antara sikap ini dengan sikap tidak hormat dan tidak
percaya akan rahmat ilahi yang diperlihatkan oleh suatu jiwa hanya karena ia
tidak dapat memahami atau menyerap hal-hal itu dengan akal budinya; sikap yang
terakhir ini tidak menyenangkan Hati
Tuhan. Aku sangat merasa kasihan kepada jiwa-jiwa yang menghadapi imam-imam
yang tidak berpengalaman.
(596) Pernah seorang imam minta
kepadaku agar aku mendoakan dia. Aku berjanji mendoakannya, dan minta izin
untuk melakukan suatu mati raga. Ketika aku menerima izin untuk melaksanakan
mati raga itu, aku merasakan sutau keinginan yang besar untuk menyerahkan semua
rahmat hari itu kuterima dari kebaikan Allah kepada imam itu, dan aku minta
kepada Tuhan Yesus agar berkenan memberikan kepadaku semua penderitaan dan
himpitan, baik lahiriah maupun batiniah, agar pada hari itu imam itu tidak
harus menderita. Allah menjawab sebagian dari permintaanku dan seketika itu
juga segala macam kesulitan dan penderitaan muncul dari mana-mana, sedemikian
banyak sehingga salah seorang suster berkata dengan lantang bahwa Tuhan Yesus
pasti turun tangan dalam hal ini sebab setiap orang mencobai Sr. Faustina.
Tuduhan yang dilontarkan terhadap aku itu sungguh tidak beralasan sehingga apa
yang diajukan sejumlah suster ditentang oleh suster yang lain, padahal aku
mempersembahkan semua ini dalam keheningan demi imam itu.
Tetapi,
itu belum semua; aku mulai merasakan penderitaan batin. Mula-mula, aku dicekam
oleh tekanan batin dan keengganan terhadap para suster, kemudian suatu
ketidakpastian mulai mengganggu aku. Pada waktu berdoa, aku tidak dapat
berkonsentrasi, dan macam-macam hal berkecamuk dalam pikiranku. Ketika lelah,
aku masuk ke kapel. Suatu rasa sakit yang aneh mencekam jiwaku, dan aku mulai
menangis lirih. Kemudian aku mendengar suatu suara dalam jiwaku, yang berkata,
“Putri-ku, mengapa engkau menangis? Bagaimana pun, engkau sendiri yang meminta
menanggung penderitaan-penderitaan ini. Ketahuilah apa yang telah engkau terima
sendiri untuk jiwa itu hanyalah sebagian kecil. Masih jauh lebih banyak
penderitaan yang ia tanggung.” Dan, aku bertanya kepada Tuhan, “Mengapa
Engkau memperlakukan dia serti itu?” Tuhan menjawab bahwa penderitaan itu
dimaksudkan untuk mempersiapkan mahkota bersusun tiga yang tersedia bagi dia:
yakni keperawanan, imamat, dan kemartiran. Pada saat itu, semua sukacita yang
besar membanjiri jiwaku karena menyaksikan kemuliaan besar yang akan ia nikmati
di surga. Seketika itu juga aku mendaras Te
Deum untuk mensyukuri rahmat istimewa dari Allah, yakni karena boleh
mengetahui bagaimana Allah memperlakukan mereka yang dia inginkan untuk dekat
dengan diri-Nya. Demikianlah, semua penderitaan tidak ada artinya dibandingkan
dengan apa yang menantikan kita di surga.
(597) Pada suatu hari, sesudah
misa, aku tiba-tiba melihat bapak pengakuanku merayakan misa di Gereja St.
Mikael, di depan gambar Bunda Allah. Waktu itu sampai pada persiapan
persembahan, aku melihat Bayi Yesus menempel padanya seolah-olah melarikan diri
dari sesuatu dan mencari perlindungan kepada ibunya. Tetapi, ketika sampai pada
komuni kudus, Ia menghilang seperti biasa. Tiba-tiba, aku melihat Bunda Kudus,
yang melindungi Dia dengan mantolnya dan berkata, “Jangan takut, Putraku.” Ia masih mengatakan sesuatu yang lain yang
tidak dapat kudengar.
(598) Oh, betapa berkobar-kobar
keinginanku agar setiap jiwa memuji kerahiman-Mu. Berbahagialah jiwa yang
menyerukan kerahiman Tuhan. Jiwa itu akan mengalami bahwa dirinya akan dibela
oleh Tuhan sebagai kemuliaan-Nya, seperti yang Ia katakan. Dan siapa berani
berperang melawan Allah? Hai semua jiwa, pujilah kerahiman Tuhan dengan
mengandalkan kerahiman-Nya itu sepanjang hidupmu, khususnya pada saat
kematianmu. Dan janganlah takut akan suatu pun, hai jiwa terkasih, siapa pun
juga engkau; semakin besar dosa seseorang, semakin besar haknya untuk
mendapatkan kerahiman Tuhan. O Kebaikan yang tak terselami! Allahlah yang
pertama-tama merunduk kepada pendosa. O Yesus, atas nama ribuan jiwa, aku ingin
memuliakan kerahiman-Mu. O Yesusku, aku tahu dengan amat baik bahwa aku harus
terus menerus memberi tahu jiwa-jiwa mengenai kebaikan-Mu, mengenai
kerahiman-Mu yang tak terselami.
(599) Sekali peristiwa, seseorang
minta aku doakan. Sesudah itu, ketika berjumpa dengan Tuhan, aku berkata
kepada-Nya, “Yesus, aku secara khusus
mengasihi jiwa-jiwa yang Engkau kasihi.” Dan Yesus menjawab, “Dan
dari pihak-Ku, AKu memberikan rahmat istimewa kepada jiwa-jiwa yang engkau
doakan.”
(600) Betapa mengagumkan Yesus
membela aku; sungguh, ini adalah rahmat agung Allah yang selama ini telah aku
alami.
No comments:
Post a Comment