(601) Pernah, ketika salah seorang
dari para suster kami jatuh sakit berat dan seluruh Kongregasi berhimpun di
dekatnya, hadir juga seorang imam yang memberikan absolusi kepada suster itu.
Tiba-tiba, aku melihat banyak roh kegelapan. Maka, tanpa menyadari kehadiran
para suster, aku meraih pemercik air suci dan memercikkan air suci kepada
roh-roh kegelapan itu, dan seketika itu mereka pun menghilang. Tetapi, ketika
para suster datang ke ruang makan, Muder Superior menegur aku bahwa aku
mestinya tidak memercik suster yang sakit di hadirat imam sebab pemercikan itu
adalah tugas imam. Aku menerima teguran itu dengan roh penyesalan, tetapi air
suci memang merupakan pertolongan besar bagi orang yang menghadapi ajal.
(602) Yesusku, Engkau tahu betapa
lemahnya aku kalau hanya mengandalkan diriku sendiri. Oleh karena itu, Engkau
sendiri mengarahkan urusan-urusanku. Dan aku tahu, ya Yesus, bahwa tanpa
Engkau, aku tidak dapat berbuat apa-apa, tetapi bersama Engkau, aku mampu
menghadapi hal-hal yang paling sulit sekalipun.
(603) 29 Januari 1936. Pada petang
hari, ketika aku berada di dalam kamarku, tiba-tiba aku melihat suatu terang
cemerlang dan sebuah salib abu-abu gelap menjulang di tengah terang itu.
Tiba-tiba, aku merasa terserap ke dekat salib itu. Aku menatapnya dengan tajam,
tetapi tidak dapat memahami suatu pun, dan karena itu aku berdoa, sambil
bertanya apa artinya semua ini. Pada saat itu, aku melihat Tuhan Yesus, dan
salib itu menghilang. Tuhan Yesus duduk di tengah terang cemerlang itu, dan
kaki-Nya, sampai sebatas lutut, tenggelam dalam terang itu sehingga aku tidak
dapat melihatnya. Yesus membungkuk kepadaku, memandangku dengan ramah dan
berbicara kepadaku mengenai kehendak Bapa Surgawi. Ia memberitahukan kepadaku
bahwa jiwa yang paling sempurna dan kudus adalah jiwa yang melakukan kehendak
Bapa, tetapi jiwa seperti itu tidak banyak, dan bahwa Ia memandang dengan kasih
istimewa kepada jiwa yang menghayati kehendak-Nya. Dan Yesus memberitahukan
kepadaku bahwa aku melaksanakan kehendak Allah dengan sempurna “...
dan karena alasan ini, Aku menyatukan diri-Ku denganmu dan bersatu denganmu
secara mesra dan istimewa.”
Dengan
kasih yang tak terselami, Allah memeluk jiwa yang melaksanakan kehendak-Nya.
Aku memahami betapa besarnya kasih Allah kepada kita, betapa sederhananya Ia
meskipun tak terselami, dan betapa mudahnya kita menyatukan diri dengan Dia
meskipun keagungan-Nya begitu besar. Tidak dengan seorang pun aku dapat
menyatukan diri dengan begitu leluasa dan begitu mudah seperti aku menyatukan
diri dengan Allah. Bahkan seorang ibu dan anaknya yang sungguh ia kasihi tidak
dapat saling memahami sama seperti Allah dan aku. Ketika aku berada dalam
persekutuan dengan Allah, aku melihat dua sosok pribadi tertentu; aku tahu
situasi batin mereka. Mereka berada dalam situasi yang memprihatinkan, tetapi
aku percaya bahwa mereka pun akan memuliakan kerahiman Allah.
(604) Pada saat yang sama, aku
melihat seseorang dan keadaan jiwanya sebagian serta cobaan-cobaan berat yang
dikirimkan Allah kepadanya. Penderitaan-penderitaan itu adalah penderitaan
batin dan wujudnya yang sangat memilukan sehingga aku merasakan kasihan kepadanya
dan berkata kepada Tuhan, “Mengapa Engkau
memperlakukan dia seperti itu?” Dan Tuhan menjawab, “Demi mahkota yang bersusun tiga
yang tersedia baginya.” Dan Tuhan juga membuat aku memahami kemuliaan
yang tak terbayangkan yang menantikan
orang yang menderita seperti Yesus menderita di bumi ini. Orang ini akan
menyerupai Yesus dalam kemuliaan-Nya. Bapa Surgawi akan mengakui dan memuliakan
jiwa kita sejauh Ia melihat dalam diri kita suatu kemiripan dengan Putra-Nya.
Aku memahami bahwa perpaduan dengan Yesus ini diberikan kepada kita sementara
kita berada di bumi ini. Aku melihat jiwa-jiwa yang murni dan tak tercela yang
atasnya Allah telah menimpakan keadilan-Nya; jiwa-jiwa ini adalah kurban yang
menopang dunia dan yang menggenapi apa yang kurang dalam sengsara Yesus. Jumlah
mereka tidak banyak. Aku sangat bersukacita bahwa Allah mengizinkan aku
mengetahui jiwa-jiwa seperti itu.
(605) O Tritunggal Yang Kudus,
Allah Yang Kekal, aku bersyukur kepada-Mu karena mengizinkan aku mengetahui
kebesaran dan keberagaman tingkat kemuliaan yang akan dicapai oleh jiwa-jiwa.
Oh, betapa besar perbedaan antara tingkat yang satu dan tingkat yang lain;
semua itu terkait dengan dalamnya pengetahuan tentang Allah. Oh, kalau saja
manusia dapat mengetahui hal ini! O Allahku, kalau saja aku dapat mencapai satu
tingkat lebih tinggi, aku akan dengan senang hati menderita semua siksaan para
martir sekaligus. Sungguh, semua siksaan itu tampak bukan apa-apa bagiku
dibandingkan dengan kemuliaan yang menantikan kita untuk selama-lamanya. O Tuhan,
benamkanlah jiwaku di dalam samudra ke-Allahan-Mu dan berilah aku rahmat untuk
mengenal Engkau; sebab semakin baik aku mengenal Engkau, semakin besar
kerinduanku akan Dikau, dan semakin berkobar kasihku akan Dikau. Dalam jiwaku,
aku merasakan suatu jurang yang tak terselami yang hanya dapat ditimbuni oleh
Allah. Dalam Dia, aku hanyut seperti setetes air lenyap di dalam samudra. Tuhan
telah memancarkan sinar-Nya kepada kepapaanku seperti sinar matahari memancar
ke atas padang gurun yang gersang dan berbatu. Namun, di bawah pengaruh
sinar-Nya, jiwaku telah dipenuhi dengan tanaman, bunga-bungaan, dan buah, dan
telah menjadi suatu taman indah tempat Ia beristirahat.
(606) Ya Yesusku, meskipun
rahmat-Mu begitu banyak, aku menyadari dan merasakan semua kepapaanku. Aku
memulai hariku dengan pertempuran dan mengakhirinya juga dengan pertempuran.
Begitu aku mengatasi satu tantangan, sepuluh tantangan yang lain muncul
menggantikan tempatnya. Tetapi, aku tidak takut sebab aku tahu bahwa inilah
saat pertempuran, bukan saat damai. Ketika beban pertempuran menjadi terlalu
berat bagiku, aku menghempaskan diriku seperti seorang anak ke dalam pelukan
Bapa Surgawi dan berharap aku tidak akan binasa. O Yesusku, betapa aku condong
kepada kejahatan, dan ini memaksaku untuk terus menerus waspada. Tetapi aku
tidak putus asa. AKu percaya akan rahmat Allah yang berlimpah-limpah di tengah
kepapaan yang paling memprihatinkan.
(607) Di tengah kesulitan dan
penderitaan yang paling berat, aku tidak kehilangan damai batin atau keseimbangan
lahiriah, dan hal ini membuat musuh-musuhku berkecil hati. Kesabaran dalam
penderitaan memberikan kekuatan kepada jiwa.
(608) 2 Februari [1936]. Pada pagi
hari, ketika bel membangunkan, aku sedemikian dikuasai oleh rasa kantuk yang
tidak dapat kuusir sehingga aku melompat ke dalam air dingin, dan sesudah dua
menit rasa kantuk itu lenyap. Ketika aku datang untuk meditasi seonggok pikiran
yang kacau mengerubuti kepadaku, sedemikian banyak sehingga aku harus bergulat
selama seluruh acara meditasi. Hal yang sama terjadi selama aku berdoa, tetapi
ketika misa mulai, suatu keheningan dan sukacita yang luar biasa memenuhi
hatiku. Baru kemudian, aku melihat Bunda Tersuci bersama Bayi Yesus, dan Orang
Tua yang Kudus berdiri di belakang mereka. Bunda Tersuci berkata kepadaku, “Inilah hartaku yang paling bernilai,” dan
ia menyodorkan Bayi Yesus kepadaku. Ketika aku menerima Bayi Yesus dengan
tanganku, Bunda Allah dan St. Yusuf menghilang. Aku ditinggalkan sendirian
bersama Bayi Yesus.
(609) Aku berkata kepada-Nya, “Aku tahu bahwa Engkau adalah Tuhan dan
Penciptaku meskipun Engkau begitu kecil.” Yesus merentangkan tangan-Nya
yang mungil kepadaku dan memandangku dengan tersenyum. Rohku dipenuhi dengan
sukacita yang tiada bandingnya. Kemudian, tiba-tiba Yesus menghilang, dan
tibalah saat komuni kudus. Aku berjalan bersama suster-suster lain ke meja
kudus, jiwaku sangat terharu. Sesudah komuni kudus aku mendengar kata-kata ini
di dalam jiwaku, “Aku, yang sudah engkau peluk dalam tanganmu, kini ada di dalam
hatimu.” Kemudian, aku memohon kepada Yesus agar memberikan kepadanya
rahmat untuk berjuang, dan untuk mengambil pencobaan ini dari dia. “Seperti
yang engkau minta, demikianlah akan terjadi, tetapi ganjarannya tidak akan
berkurang.” Sukacita meraja di dalam hatiku karena Allah begitu baik
dan rahim; Allah memberikan segala sesuatu yang kita minta kepada-Nya dengan
penuh harapan.
(610) Sesudah setiap pembicaraan
dengan Tuhan, jiwaku beroleh kekuatan yang luar biasa, suatu ketenangan yang
mendalam meliputi jiwaku dan memberiku keberanian sedemikian rupa sehingga aku
tidak takut akan apa pun di dunia ini, tetapi hanya takut kalau aku membuat Yesus
bersedih.
(611) O Yesusku, aku minta dengan
sangat demi kebaikan Hati-Mu yang amat manis, biarlah murka-Ku mereda dan
tunjukkanlah kerahiman-Mu kepada kami. Semoga luka-luka-Mu menjadi perisai yang
melindungi kami terhadap keadilan Bapa-Mu. Aku sudah mengenal Engkau, ya Allah,
sebagai sumber kerahiman, yang memberikan kehidupan dan makanan kepada setiap
jiwa. O betapa besarnya kerahiman Tuhan; ia melebihi semua sifat-Nya yang lain!
Kerahiman adalah sifat Allah yang paling besar; segala sesuatu yang ada di sekelilingku
berbicara mengenai hal ini kepadaku. Kerahiman adalah sumber hidup jiwa-jiwa
dan belas kasihan-Nya tidak terbatas. O Tuhan, pandanglah kami dan
perlakukanlah kami menurut belas kasih-Mu yang tak terbilang, menurut
kerahiman-Mu yang besar.
(612) Sekali waktu, aku ragu-ragu
apakah yang telah terjadi padaku sungguh-sungguh melukai Hati Tuhan Yesus atau
tidak. Karena tidak dapat memecahkan keragu-raguan ini, aku memutuskan untuk
tidak menyambut komuni sebelum pergi kepada pengakuan dosa walaupun aku
langsung menyesalinya sebab sudah menjadi kebiasaanku untuk minta ampun sesudah
melakukan pelanggaran yang paling ringan sekalipun. Selama hari-hari itu,
ketika aku tidak menerima komuni kudus, aku tidak merasakan kehadiran Allah.
Ini mengakibatkan rasa sakit yang tak terperikan dalam diriku, tetapi aku
menanggungnya sebagai hukuman untuk dosaku. Tetapi pada saat pengakuan dosa,
aku dipersalahkan karena tidak pergi menyambut komuni kudus sebab apa yang
terjadi padaku bukanlah suatu halangan untuk menyambut komuni kudus, dan
tiba-tiba aku melihat Tuhan Yesus yang berkata kepadaku, “Putri-Ku, ketahuilah bahwa
karena tidak menyatukan diri dengan-Ku dalam komuni kudus, engkau telah
menyebabkan Aku berduka, dan dukacita-Ku karena hal ini lebih besar daripada dukacita-Ku
karena pelanggaran yang kecil itu.”
(613) Pada suatu hari, aku melihat
suatu kapel kecil dan di dalamnya enam suster sedang menyambut komuni kudus
dari bapak pengakuan kami, yang mengenakan superpli dan stola. Di kapel itu,
tidak ada hiasan dan tidak ada bangku tempat berlutut. Sesudah komuni kudus,
aku melihat Tuhan Yesus sebagaimana Ia tampak dalam Gambar [Kerahiman Ilahi]
itu. Yesus berjalan pergi dan aku memanggil-Nya, “Bagaimana Engkau dapat melewati aku dan tidak mengatakan suatu pun
kepadaku, Tuhan? Tanpa Engkau, aku tidak akan berbuat suatu pun; Engkau harus
tinggal bersamaku dan memberkati aku, dan juga Kongregasi ini serta Tanah
Airku.” Yesus membuat tanda salib dan berkata, “Jangan takut akan suatu pun; Aku
senantiasa menyertai engkau.”
(614) Pada dua hari terakhir
menjelang Masa Prapaskah, kami menyelenggarakan suatu adorasi penyilihan
bersama anak-anak asrama. Dalam kedua ibadat itu, aku melihat Tuhan Yesus
seperti ketika Ia baru saja didera. Jiwaku merasakan sakit yang amat nyeri;
rasanya aku mengalami semua siksaan Yesus itu dalam tubuh dan jiwaku sendiri.
(615) 1 Maret 1936. Hari ini, dalam
misa kudus, aku mengalami suatu kekuatan dan dorongan yang aneh untuk mulai
mewujudkan keinginan-keinginan Allah. Aku memiliki suatu pemahaman yang
sedemikian jelas mengenai hal-hal yang telah diminta Tuhan dariku sehingga
kalau aku berkata bahwa aku tidak memahami apa yang diminta Allah dariku, aku
tentu berbohong sebab Tuhan membuat aku mengetahui kehendak-Nya dengan
sedemikian jelas dan gamblang sehingga aku tidak mempunyai bayangan keraguan sedikit
pun mengenai semua itu. Aku sungguh menyadari bahwa aku tidak boleh menunda
lebih lama lagi pelaksanaan keinginan Tuhan demi kemuliaan-Nya dan demi manfaat
bagi sejumlah besar jiwa-jiwa; penundaannya akan merupakan sikap tak tahu
terima kasih yang paling berat, karena Tuhan sedang menggunakan aku, alat yang
papa ini, untuk mewujudkan rencana-rencana
kerahiman-Nya yang kekal. Sungguh, betapa tidak tahu terima kasih kalau
jiwaku menangguhkan pemenuhan kehendak Allah lebih lama lagi. Tidak ada suatu
pun yang akan menahan aku lebih lama lagi, entah itu penganiayaan, penderitaan,
cemooh, ancaman, permohonan, kelaparan, kedinginan, bujuk rayu, persahabatan,
penderitaan, sahabat atau musuh; entah itu hal-hal yang sekarang aku alami atau
hal-hal yang akan datang di masa depan bahkan kebencian neraka - tidak ada
suatu pun yang akan menghalangi aku melaksanakan kehendak Allah.
Aku
tidak mengandalkan kekuatanku sendiri, tetapi kemahakuasaan Allah. Sebab,
sebagaimana Ia memberi aku rahmat untuk mengenal kehendak-Nya yang kudus,
demikian juga Ia akan memberi aku rahmat untuk memenuhinya. Aku sungguh harus
mengakui bahwa sering kali kodratku yang rendah menolak hal ini, sambil
menyatakan keinginan-keinginan pribadiku; dan hal itu mengakibatkan suatu
pergulatan yang sengit dalam jiwaku, seperti pergulatan yang dialami Yesus di
Taman Zaitun. Oleh karena itu, aku pun berseru kepada Allah, Bapa Yang Kekal,
“Kalau mungkin, ambillah piala ini dariku, tetapi, bagaimanapun, bukan
kehendakku melainkan kehendak-Mulah yang harus terjadi, O Tuhan; terjadilah
kehendak-Mu!” Apa yang segera menimpaku bukanlah suatu rahasian bagiku! Tetapi,
dengan kesadaran penuh, aku menerima apa pun yang Engkau sampaikan kepadaku, o
Tuhan. Aku mengandalkan Engkau, ya Allah yang maharahim, dan aku ingin menjadi
orang pertama yang menyatakan kepada-Mu kepercayaan yang Engkau tuntut dari
jiwa-jiwa. O Kebenaran Kekal, bantulah aku dan terangilah aku di sepanjang jalan
hidupku, dan buatlah kehendak-Mu digenapi dalam diriku.
Allahku,
aku tidak menginginkan suatu pun kecuali memenuhi kehendak-Mu. Aku tidak peduli
apakah itu akan mudah atau sulit. Aku merasakan desakan yang luar biasa yang
mendorong aku untuk bertindak. Hanya satu hal yang dapat menahan aku, yakni
ketaatan suci. O Yesusku, di satu pihak Engkau mendesak aku, dan di lain pihak
Engkau menopang aku dan menghambat aku. Dalam hal ini pun, o Yesusku,
terjadilah kehendak-Mu yang kudus.
Selama
berhari-hari, tanpa terputus, aku terus berada dalam situasi ini. Kekuatan
fisikku menurun, dan meskipun aku tidak berbicara kepada seorang pun mengenai
hal ini, Muder Superior memperhatikan kepedihanku dan mengatakan bahwa
penampilanku tidak seperti biasanya dan sangat pucat. Ia menyuruh aku pergi
tidur lebih awal dan tidur lebih lama; dan pada petang hari, ia menyuruh
membawa semangkuk susu hangat kepadaku. Ia memiliki hati seorang bunda, penuh
perhatian, dan selalu berusaha menolongku. Tetapi, dalam kaitan dengan
penderitaan batin, hal-hal lahiriah tidak mempunyai pengaruh sedikit pun, dan
semua itu tidak membawa banyak kelegaan. Dari kamar pengakuanlah aku menimba
kekuatan dan mendapat penghiburan karena aku tahu bahwa tidak lama lagi aku
akan dapat bertindak.
(616) Pada hari Kamis, ketika aku
pergi ke kamarku, aku melihat di atasku Hosti kudus yang bersinar cemerlang.
Kemudian aku mendengar suatu suara yang agaknya datang dari Hosti itu, “Dalam
Hostilah kekuatanmu; ia akan membela engkau.” Sesudah kata-kata itu,
penglihatan itu pun lenyap, tetapi suatu kekuatan yang luar biasa menyusup ke
dalam jiwaku, dan suatu terang aneh yang membuat aku melihat dengan jelas wujud
nyata dari kasih kita kepada Allah, yakni melakukan kehendak-Nya.
(617) O Tritunggal kudus, Bapa
Kekal, aku ingin bersinar dalam mahkota kerahiman-Mu laksana permata kecil yang
keindahannya bergantung pada sinar terang-Mu dan pada kerahiman-Mu yang tak
terselami. Segala yang indah di dalam jiwaku adalah milik-Mu, ya Allah; dari
diriku sendiri, aku bukanlah apa-apa.
(618) Pada awal Masa Prapaskah, aku
minta kepada bapak pengakuanku sejumlah mati raga untuk masa puasa ini. Aku
diminta untuk tidak mengurangi makananku tetapi, sementara makan, aku harus
merenungkan bagaimana Tuhan Yesus, yang tergantung pada salib, mengecap cuka
dan empedu. Inilah yang harus menjadi mati ragaku. Aku tidak tahu bahwa ini akan
sangat bermanfaat bagi jiwaku. Manfaat itu adalah bahwa aku terus menerus
merenungkan sengsara-Nya yang pedih; dengan demikian, sementara makan, aku
tidak menikmati apa yang sedang kumakan, tetapi merenungkan kematian Tuhanku.
(619) Pada awal Masa Prapaskah ini,
aku juga minta agar cara pemeriksaan batin khusus diubah. Maka, aku disuruh
melakukan segala sesuatu dengan ujud yang murni yakni untuk memberi penyilihan
bagi para pendosa yang malang. Ujud ini membuatku tetap dalam kesatuan yang tak
terputus dengan Allah, dan ujud ini menyempurnakan kegiatan-kegiatanku sebab
segala kegiatanku itu aku lakukan bagi jiwa-jiwa yang tak dapat mati. Segala
kerja keras dan keletihan serasa bukan apa-apa ketika aku memikirkan bahwa
semua itu mendamaikan jiwa-jiwa yang berdosa dengan Allah.
(620) Pengajarku adalah Maria. Ia
selalu mengajar aku bagaimana hidup bagi Allah. Rohku semakin cemerlang berkat
kelembutan dan kerendahan hatimu, o Maria.
(621) Sekali peristiwa, aku
bersujud di kapel untuk adorasi lima menit dan berdoa untuk jiwa tertentu. Pada
saat itu, aku mulai mengerti bahwa Allah tidak selalu mengabulkan
permohonan-permohonan kita bagi jiwa-jiwa yang kita pikirkan, tetapi
menyalurkannya kepada jiwa-jiwa lain. Jadi, bisa saja doa kita tidak
meringankan jiwa-jiwa yang kita doakan agar dilegakan dalam penderitaan mereka
di Purgatorium, tetapi doa kita itu toh tidak sia-sia.
(622) Persatuan mesra suatu jiwa
dengan Allah. Allah menghampiri suatu jiwa dengan cara istimewa yang hanya
diketahui oleh Allah sendiri dan oleh jiwa itu. Tidak seorang pun memahami
kesatuan yang misterius ini. Kesatuan ini dikuasai oleh cinta, dan segala
sesuatu dicapai hanya oleh cinta. Yesus memberikan diri-Nya kepada jiwa dengan
cara yang lembut dan manis, dan dalam lubuk hati-Nya terdapat damai. Ia
memberikan kepada jiwa banyak rahmat dan membuat jiwa itu mampu membagikan
pikiran-pikiran-Nya yang kekal. Dan sering kali, Allah menyatakan kepadanya
rencana-rencana ilahi-Nya.
(623) Pastor Andrasz memberitahukan
kepadaku bahwa adalah hal yang baik kalau dalam Gereja Allah ada sekelompok
jiwa yang terus menerus memohon kerahiman-Nya sebab pada kenyataannya kita
semua membutuhkan kerahiman itu. Sesudah kata-kata ini, suatu terang yang luar
biasa cemerlang memenuhi jiwaku. Oh, betapa baiknya Tuhan!
(624) 18 Maret 1936. Pernah, aku
minta kepada Tuhan Yesus untuk mengambil langkah pertama dengan menciptakan
beberapa perubahan atau menampilkan beberapa peristiwa eksternal, atau dengan
membiarkan mereka mengusir aku karena
tidak mungkin aku meninggalkan Kongregasi atas prakarsaku sendiri. Dan
lebih dari tiga jam aku merasakan sakratulmaut memikirkan hal ini. Aku tidak dapat berdoa, tetapi terus
menaklukkan kehendakku kepada kehendak Allah.
Keesokan
harinya, Muder Superior memberitahukan kepadaku bahwa Muder Jenderal
memindahkan aku ke Warsawa. Aku menjawab kepada Muder bahwa barangkali aku
tidak akan pergi ke Warsawa, tetapi akan langsung meninggalkan [Kongregasi]
dari sini. Aku memandang ini sebagai tanda eksternal yang sudah aku minta dari
Allah. Muder Superior tidak menjawab, tetapi sesudah beberapa waktu ia
memanggilku lagi dan berkata, “Engkau
tahu apa, Suster, pergilah saja, dan jangan mencemaskan bahwa perjalanan ini
hanya akan membuang-buang waktu, juga kalau engkau akan langsung kembali ke
sini.” Aku menjawab, “Baiklah, aku
akan pergi,” meskipun hatiku dicekam oleh rasa sakit sebab aku tahu bahwa
dengan perjalanan ini semua urusan akan tertunda. Tetapi, aku selalu berusaha
taat, apa pun yang terjadi.
(625) Pada petang hari, ketika aku
berdoa, Bunda Allah berkata kepadaku, “Hidupmu
harus seperti hidupku: sunyi dan tersembunyi, tak henti-hentinya bersatu dengan
Allah, berdoa bagi umat manusia, dan menyiapkan dunia untuk kedatangan Tuhan
yang kedua.”
(626) Pada petang hari, dalam
kebaktian kepada Sakramen Mahakudus, selama beberapa waktu, jiwaku berada dalam
persekutuan dengan Allah Bapa. AKu merasakan bahwa aku berada di tangan-Nya
seperti seorang anak kecil, dan aku mendengar kata-kata ini di dalam jiwaku, “Jangan
takut akan suatu pun, Putri-Ku; semua lawan akan hancur di kaki-Ku.”
Mendengar kata-kata ini, suatu damai yang mendalam dan ketenangan batin yang
luar biasa menyelimuti jiwaku.
(627) Pernah, aku mengeluh kepada
Tuhan bahwa Ia telah menarik pertolongan-Nya dariku dan bahwa aku akan
sendirian lagi dan tidak akan mengetahui apa yang harus kukerjakan. Ketika itu
juga aku mendengar kata-kata ini, “Jangan takut; Aku senantiasa menyertai
engkau.” Sesudah mendengar kata-kata ini, suatu damai yang mendalam
sekali lagi menyusup ke dalam jiwaku. Kehadiran-Nya meresapi diriku sepenuh
dengan cara yang tidak dapat aku rasakan. Rohku dibanjiri dengan sinar dan
tubuhku juga ikut merasakannya.
(628) Pada petang hari terakhir
sebelum keberangkatanku dari Vilnius, seorang suster yang sudah tua
mengungkapkan keadaan jiwanya kepadaku. Ia berkata bahwa ia sudah menderita
batin selama beberapa tahun: ia merasa bahwa semua pengakuan dosanya tidak
baik, dan ia menjadi ragu-ragu apakah Tuhan Yesus telah mengampuninya. Aku bertanya
kepadanya apakah ia sudah menceritakan kepada bapak pengakuannya mengenai hal
ini. Ia menjawab bahwa ia telah banyak kali berbicara mengenai hal ini kepada
bapak pengakuannya dan “... para bapak
pengakuan selalu mengatakan kepadaku supaya hatiku tenang, tetapi aku tetap
saja sangat menderita, dan tidak ada suatu pun yang membuat hatiku merasa lega,
dan terus menerus aku merasa bahwa Allah belum mengampuniku.” Aku menjawab,
“Engkau harus menaati bapak pengakuanmu,
Suster, dan hendaklah hatimu sungguh damai sebab ini sungguh godaan.”
Tetapi,
ia meminta kepadaku dengan berlinang air mata untuk bertanya kepada Yesus
apakah Ia telah mengampuninya dan apakah pengakuan-pengakuannya itu baik atau
tidak. Aku menjawab dengan tegas, “Bertanyalah
sendiri kepada-Nya, Suster, kalau engkau tidak percaya kepada para bapak
pengakuanmu!” Tetapi, ia memegang tanganku erat-erat dan tidak mau
membiarkan aku pergi sebelum aku memberinya suatu jawaban, dan ia tetap minta
kepadaku supaya berdoa untuknya dan untuk memberitahukan kepadanya apa yang
dikatakan Yesus kepadaku tentang dia. Sambil menangis pedih, ia tidak mau
membiarkan aku pergi dan berkata kepadaku, “Aku
tahu bahwa Tuhan Yesus berbicara kepadamu, Suster.” Karena ia terus
memegangi tanganku dan aku tidak dapat melepaskan diri, maka aku berjanji
kepadanya bahwa aku akan berdoa baginya. Pada petang hari, dalam kebaktian
kepada Sakramen Mahakudus, aku mendengar kata-kata ini dalam jiwaku, “Katakan kepadanya bahwa ketidakpercayaannya
melukai Hati-Ku lebih daripada dosa-dosa yang ia lakukan.” Ketika aku
mengatakan hal ini kepadanya, ia mulai menangis seperti seorang anak, dan
sukacita yang besar memenuhi jiwanya. Aku tahu bahwa Allah ingin menghibur jiwa
ini melalui aku. Meskipun itu menuntut banyak pengurbanan dariku, aku memenuhi
keinginan Allah.
(629) Ketika aku masuk ke kapel
sejenak pada petang yang sama, untuk bersyukur kepada Allah karena segala
rahmat yang telah Ia berikan kepadaku di rumah ini, tiba-tiba kehadiran Allah
melingkupi aku. Aku merasa seperti seorang anak dalam pelukan bapak yang paling
baik, dan aku mendengar kata-kata ini, “Jangan takut akan suatu pun. AKu senantiasa
menyertaimu.” Kasih-Nya meresapi seluruh diriku. Aku merasa bahwa aku
sedang menjalin kesatuan yang sedemikian mesra dengan Dia sehingga aku tidak
dapat menemukan kata-kata untuk mengungkapkannya.
(630) Dalam perjalanan ke Warsawa,
aku melihat salah satu dari tujuh roh berada di dekatku, cemerlang seperti pada
waktu-waktu yang sudah, dalam bentuk suatu sinar cemerlang. Ketika aku berada
di kereta api, aku melihat dia terus menerus berada di sampingku. Di setiap
gereja yang kami lalui, aku melihat seorang malaikat berdiri, di kelilingi oleh
sebuah terang yang tidak mencolok seperti terang roh yang telah menemaniku
dalam perjalanan, dan masing-masing roh yang menjaga gereja-gereja itu
menundukkan kepala kepada roh yang ada di dekatku.
Ketika
aku memasuki pintu biara di Warsawa, roh itu menghilang. Aku bersyukur kepada
Allah atas kebaikan-Nya sehingga Ia memberi kita para malaikat untuk menemani
perjalanan kami. Oh, betapa manusia kurang menyadari kenyataan bahwa di dekat
mereka selalu ada tamu yang sekaligus menjadi saksi atas segala sesuatu! Hai orang-orang
berdosa, ingatlah bahwa engkau pun memiliki saksi yang selalu melihat segala
perbuatanmu.
(631) O Yesusku, kebaikan-Mu
melampaui segala pengertian, dan tidak seorang pun akan menghabiskan
kerahiman-Mu. Hukuman ditetapkan bagi jiwa yang memang ingin dihukum; tetapi
bagi jiwa yang menginginkan keselamatan, tersedia samudra kerahiman Tuhan yang
tak kunjung habis; dari sana jiwa itu selalu dapat menimba kerahiman. Bagaimana
wadah yang kecil dapat menampung samudra yang tak terselami?
(632) Ketika aku akan meninggalkan
para suster dan sudah siap berangkat, salah seorang dari mereka minta maaf
kepadaku karena selama ini sedikit sekali membantuku dalam melaksanakan
tugas-tugasku; ia minta maaf tidak hanya karena kelalaiannya menolong aku,
tetapi juga karena telah berusaha membuat banyak hal lebih menyulitkan aku.
Tetapi, dalam hatiku sendiri, aku memandangnya sebagai penolong yang besar
sebab ia telah melatih aku dalam kesabaran sampai ke tingkat tertentu sehingga
salah seorang suster tua pernah berkata, “Sr.
Faustina pastilah atau seorang dungu atau seorang santa sebab sungguh, seorang
yang biasa-biasa tidak akan tahan menghadapi seorang yang terus menerus
melakukan hal-hal yang sedemikian karena dengki.” Tetapi, selama ini aku
selalu mendekatinya dengan kehendak baik. Suster yang satu ini memang telah
berusaha membuat pekerjaanku lebih sulit sampai pada titik bahwa meski aku
berusaha sungguh-sungguh, ia kadang-kadang berhasil menghancurkan apa yang
sudah aku kerjakan dengan baik. Pada hari perpisahan kami, seolah-olah ia mau
memberi kesan baik dengan aku, dan karena itu ia minta maaf kepadaku. Aku tidak
mau menguji ketulusan maksudnya, tetapi menerimanya sebagai suatu cobaan dari
Allah ...
(633) Aku sangat heran bagaimana
orang dapat sedemikian iri hati. Apabila aku melihat kebaikan orang lain, aku
bersukacita karenanya seolah-olah itu juga merupakan kebaikanku. Sukacita orang
lain adalah sukacitaku, dan penderitaan orang lain adalah penderitaanku; kalau
tidak, aku tidak akan berani menyatukan diri dengan Tuhan Yesus. Roh Yesus
selalu sederhana, lemah lembut, dan tulus; segala kedengkian, kecemburuan, dan
kemunafikan yang diselubungi dengan senyum kehendak baik adalah setan-setan
kecil yang licik. Perkataan keras yang mengalir dari kasih yang tulus tidak pernah
melukai hati.
(634) 22 Maret [1936]. Ketika aku
tiba di Warsawa, aku pergi ke kapel kecil sejenak untuk bersyukur kepada Tuhan
atas perjalanan yang aman. Aku juga mohon kepada Tuhan untuk memberiku
pertolongan dan rahmat yang aku perlukan untuk segala sesuatu yang harus
kuhadapi di sini. Aku menyerahkan diriku dalam segala sesuatu kepada
kehendak-Nya yang kudus. Dan aku mendengar kata-kata ini, “Jangan takut akan
suatu pun; segala kesulitan akan bermanfaat untuk penggenapan kehendak-Ku.”
(635) 25 Maret. Pada pagi hari,
dalam meditasi, kehadiran Allah melingkupi aku secara istimewa karena aku
menyaksikan keagungan Allah yang tiada tara dan, pada saat yang sama,
kerelaan-Nya turun kepada ciptaan-Nya. Kemudian aku melihat Bunda Allah, yang
berkata kepadaku, “Oh, betapa
menyenangkan Hati Allah jiwa yang dengan setia mengikuti bisikan-bisikan
rahmat-Nya! Aku memberikan Juru Selamat kepada dunia; dan engkau, engkau harus
berbicara kepada dunia mengenai kerahiman-Nya yang besar dan mempersiapkan
dunia untuk kedatangan-Nya yang kedua. Ia akan datang, bukan sebagai Juru
Selamat yang rahim, melainkan sebagai Hakim yang adil. Oh, betapa mengerikan
hari itu! Sudah ditentukan hari penghakiman, hari kemurkaan ilahi. Para
malaikat pun gemetar menghadapinya. Sementara masih ada waktu untuk
[memberikan] kerahiman, berbicaralah kepada jiwa-jiwa tentang kerahiman yang
besar ini. Kalau sekarang engkau tinggal diam, pada hari yang mengerikan itu
engkau harus mempertanggungjawabkan keselamatan sejumlah besar jiwa. Jangan
takut. Setialah sampai akhir. Aku simpati denganmu.”
(636) Ketika aku tiba di Walendow,
salah seorang suster memberiku sambutan ini, “Suster, kini segala sesuatu di sini akan menjadi baik karena engkau
telah datang kepada kami di sini.” Aku berkata kepadanya, “Mengapa engkau berkata demikian, Suster?”
Ia menjawab bahwa ia merasakan hal ini di dalam jiwanya. Suster ini adalah
orang yang sungguh penuh kesederhanaan dan sangat menyenangkan Hati Yesus.
Rumah itu sungguh sedang berada dalam kesulitan berat ... Aku tidak akan
menyebutkan semuanya di sini.
(637) Pengakuan dosa. Ketika aku
mempersiapkan diri untuk pengakuan dosa, aku berkata kepada Yesus, yang
tersembunyi dalam Sakramen Mahakudus, “Yesus,
aku mohon kepada-Mu untuk berbicara kepadaku melalui mulut imam ini. Dan, ini
akan menjadi suatu tanda bagiku sebab ia tidak tahu sama sekali bahwa Engkau
menghendaki aku mendirikan Kongregasi Kerahiman Ilahi itu. Suruhlah ia
mengatakan sesuatu kepadaku mengenai kerahiman ini.”
Ketika
aku mendekati kamar pengakuan dan mulai pengakuan dosaku, imam menyelaku dan
mulai menuturkan kepadaku tentang kerahiman Allah yang besar, dan ia berkata
dengan lebih tegas mengenai hal ini daripada yang pernah aku dengar dari siapa
pun sebelumnya. Dan ia bertanya kepadaku, “Apakah
engkau tahu bahwa kerahiman Tuhan lebih besar daripada segala karya-Nya, yakni
bahwa kerahiman, itu merupakan mahkota dari segala karya-Nya?” Dan, aku
mendengarkan dengan penuh perhatian kata-kata yang dikatakan Tuhan lewat mulut
imam ini. Memang, aku percaya bahwa selalu Allahlah yang berbicara lewat mulut
imam dalam pengakuan dosa. Tetapi pada kesempatan ini, aku mengalaminya secara
istimewa.
Sungguh,
aku tidak mengungkapkan suatu pun tentang kehidupan ilahi yang ada di dalam
jiwaku, dan hanya mengakui pelanggaran-pelanggaranku. Tetapi, imam itu sendiri
menyampaikan kepadaku amat banyak hal tentang apa yang ada dalam jiwaku dan
mewajibkan aku untuk setia kepada bisikan-bisikan Allah. Ia berkata kepadaku, “Engkau akan meniti kehidupanmu bersama Allah, yang setia menanggapi setiap bisikan
ilahi.” O Yesusku, siapa yang dapat memahami kebaikan-Mu?
(638) Yesus, jauhkanlah dariku
pikiran-pikiran yang tidak selaras dengan kehendak-Mu. Aku tahu bahwa kini
tidak ada suatu pun yang mengikat aku kepada bumi ini selain karya kerahiman
ini.
(639) Kamis. Dalam adorasi petang
hari, aku melihat Yesus didera dan disiksa. Ia berkata kepadaku, “Putri-Ku,
Aku menghendaki agar dalam hal-hal yang paling kecil pun engkau mengandalkan
bapak pengakuanmu. Pengurbanan-pengurbananmu yang paling besar pun tidak
menyenangkan Hati-Ku kalau engkau laksanakan tanpa izin bapak pengakuanmu;
sebaliknya, pengurbanan-pengurbanan yang paling kecil pun memiliki makna yang
besar dalam pandangan-Ku kalau pengurbanan itu dilakukan dengan izinnya.
Pekerjaan-pekerjaan yang amat besar pun tidak bernilai dalam pandangan-Ku kalau
dilakukan berdasarkan kemauan sendiri. Sering kali pekerjaan-pekerjaan seperti
itu tidak selaras dengan kehendak-Ku dan lebih mendatangkan hukuman daripada
pahala. Dan di lain pihak, bahkan kegiatanmu yang paling kecil pun, kalau
engkau lakukan dengan izin bapak pengakuanmu, menyenangkan dalam pandangan-Ku
dan sangat membahagiakan Aku. Berpegang teguhlah selalu pada kata-kata-Ku ini.
Tetaplah waspada karena banyak jiwa akan berpaling dari pintu neraka dan akan
memuji kerahiman-Ku. Janganlah takut akan suatu pun karena Aku selalu
menyertaimu. Ketahuilah bahwa dari dirimu sendiri engkau tidak dapat melakukan
suatu pun.”
(640) Pada Jumat pertama dalam
bulan, sebelum komuni, aku melihat suatu sibori besar penuh dengan Hosti kudus.
Sebuah tangan menempatkan sibori itu di hadapanku, dan aku mengambilnya dengan
tanganku. Ada seribu Hosti hidup di dalamnya. Kemudian aku mendengar suatu
suara, “Inilah Hosti yang sudah disambut oleh jiwa-jiwa yang, berkat doamu,
telah memperoleh rahmat pertobatan sejati selama Masa Prapaskah ini.”
Ini terjadi sepekan sebelum Jumat Agung. Waktu itu aku meluangkan seluruh hari
dalam renungan batin, sambil menghampakan diri demi keselamatan jiwa-jiwa.
(641) Oh, betapa menggembirakan
menghampakan diri demi keselamatan jiwa-jiwa yang kekal! Aku tahu bahwa biji
gandum harus ditumbuk dan digiling supaya menjadi makanan. Demikian pula, aku
harus menjadi hancur agar berguna bagi Gereja dan jiwa-jiwa meskipun secara
lahiriah tidak seorang pun akan memperhatikan pengurbananku. O Yesus, sama
seperti roti kecil ini yang tidak ditangkap oleh satu mata pun, secara lahiriah
aku ingin tersembunyi, tetapi aku tetap menjadi roti yang dikuduskan kepada-Mu.
(642) Minggu Palma. Pada hari
Minggu ini, secara istimewa aku mengalami perasaan-perasaan Hati Yesus yang
amat manis. Rohku berada di tempat Yesus berada. Aku melihat Yesus mengendarai
seekor anak keledai, dan para murid serta khalayak ramai menyertai Tuhan Yesus
dengan sukacita sambil memegang ranting-ranting di tangan. Beberapa orang
menghamparkan ranting-ranting di jalan yang akan dilalui Tuhan, sementara yang
lain mengangkat ranting-ranting mereka ke atas, sambil melompat-lompat di
hadapan Tuhan tanpa tahu apa yang sebaiknya mereka lakukan karena sukacita. Dan
aku melihat khalayak lain yang juga datang untuk menemui Yesus, juga dengan
wajah berseri-seri dan dengan ranting-ranting di tangan, dan tak henti-hentinya
mereka bersorak kegirangan. Di sana ada juga anak-anak kecil. Yesus tampak
sangat serius, dan pada saat itu Tuhan membuatku tahu betapa banyak Ia harus
menderita. Pada seketika itu juga, aku tidak melihat suatu pun kecuali Yesus,
yang Hati-Nya ditimbuni dengan sikap tidak tahu terima kasih.
(643) Pengakuan tiga bulanan.
Pastor Bukowski. Ketika suatu kekuatan batin mendorong aku lagi untuk tidak
menunda masalah ini, aku tidak mampu menemukan damai. Aku memberi tahu bapak
pengakuan, Pastor Bukowski menjawabku, “Suster,
ini adalah suatu kekeliruan. Tuhan Yesus tidak dapat meminta hal seperti ini.
Engkau telah mengikrarkan kaul kekal. Semua ini adalah khayalan. Engkau sedang
menghadapi sejenis bidah!” Dan, ia berteriak kepadaku, hampir dengan sekuat
suaranya. AKu bertanya kepadanya, benarkah semua ini hanya sebuah khayalan, dan
ia berkata, “Ya, semuanya!” “Jadi, katakan kepadaku langkah apa yang
harus kuambil.” “Baik, Suster, engkau tidak boleh menuruti bisikan apa pun.
Engkau harus membuang semua ini dari pikiranmu. Engkau tidak usah memperhatikan
apa yang engkau dengar dalam jiwamu dan cobalah melaksanakan tugas-tugas
lahiriah dengan baik. Jangan lagi memikirkan hal-hal ini dan jauhkanlah sama
sekali dari pikiranmu.” Aku menjawab,
“Baik, sampai sekarang, aku telah mengikuti hati nuraniku, tetapi sekarang,
Bapak, karena engkau menyuruhku agar tidak memperhatikan suara batinku, aku
tidak akan lagi berbuat demikian.” Kemudian ia berkata, “Kalau Tuhan Yesus memberitahukan lagi
sesuatu kepadamu, katakan itu kepadaku, tetapi engkau tidak boleh langsung
bertindak.” Aku menjawab, “Baik. AKu
akan berusaha taat.” Aku tidak tahu mengapa Pastor Bukowski menjadi begitu
keras.
(644) Ketika aku meninggalkan kamar
pengakuan, banyak sekali pemikiran menghimpit jiwaku. Buat apa aku harus bersikap
terbuka? Apa yang aku katakan bukanlah dosa, aku tidak mempunyai kewibaan untuk
mengatakannya kepada bapak pengakuan. Dan lagi, betapa menyenangkan bahwa aku
tidak lagi harus mendengarkan suara batinku sejauh secara lahiriah semuanya
berjalan baik. Aku tidak perlu memperhatikan suatu pun atau mengikuti
suara-suara batin yang sering kali membuat aku begitu direndahkan. Sejak saat
itu, aku akan bebas. Tetapi, sekali lagi suatu rasa sakit yang aneh mencekam
jiwaku; apakah kemudian aku tidak dapat lagi menyatukan diri dengan Dia yang
sedemikian aku rindukan? Dia yang merupakan segenap kekuatan jiwaku? Aku mulai
berteriak, “Kepada siapa akan aku pergi,
o Yesus?” Tetapi, sejak pelarangan dari bapak pengakuan itu, kegelapan yang
pekat menyelubungi jiwaku. Aku takut kalau mendengar suatu suara di dalam
hatiku, karena hal itu dapat melanggar larangan bapak pengakuanku. Dan lagi,
rasanya aku mati karena merindukan Allah. Batinku tercabik-cabik, hancur
berkeping-keping karena tidak lagi boleh memiliki kehendak sendiri karena
kehendak itu sudah dipalingkan seluruhnya kepada Allah.
Hal
itu terjadi pada hari Rabu dalam Pekan Suci. Penderitaan meningkat pada hari
Kamis Putih. Ketika aku menjalankan meditasiku, aku mengalami sejenis
sakratulmaut. Aku tidak merasakan kehadiran Allah, tetapi seluruh keadilan
Allah begitu berat menghimpit aku. Aku melihat diriku seolah-olah tersungkur
karena dihimpit dosa-dosa dunia. Setan mulai mencemooh aku, “Lihat, kini engkau tidak akan lagi berusaha
untuk memenangkan jiwa-jiwa; lihatlah imbalan apa yang engkau terima! Tidak
seorang pun akan percaya kepadamu bahwa Yesuslah yang meminta hal ini.
Lihatlah, betapa banyaknya sekarang engkau harus menderita, dan betapa lebih
banyak lagi yang masih harus engkau derita! Akhirnya, bapak pengakuan kini
telah melepaskan engkau dari semua hal itu.” Kini, aku dapat hidup seperti
yang aku sukai, sejauh hal-hal lahiriah berjalan baik. Pikiran-pikiran yang
mengerikan ini menyiksa aku sepanjang seluruh ibadat.
Ketika
hampir tiba waktunya untuk misa kudus, hatiku dicekam rasa sakit; jadi, akankah
aku meninggalkan Kongregasi? Dan karena imam telah memberitahuku bahwa ini
adalah sejenis bidah, apakah aku akan terlempar dari Gereja? AKu berteriak
kepada Tuhan dengan seruan batin yang pedih, “Yesus, selamatkanlah aku!” Namun, tidak ada satu sinar pun
memancar ke dalam jiwaku, dan aku merasakan kekuatanku semakin surut,
seolah-olah tubuhku terlepas dari jiwaku. Aku menyerahkan diri kepada kehendak
Allah dan berkata lagi, “O Allah, biarlah
terjadi padaku apa pun yang telah Kauputuskan. Tidak suatu pun yang ada dalam
diriku masih menjadi milikku.” Kemudian, tiba-tiba kehdairan Allah
menyeliputi aku dan meresapi aku sepenuhnya. Ini terjadi tepat ketika aku
menyambut komuni kudus. Tidak lama sesudah komuni kudus, aku kehilangan seluruh
kesadaranku akan segala sesuatu yang ada di sekelilingku dan tentang tempatku
berada.
(645) Saat itu, aku melihat Tuhan
Yesus, seperti Ia tampak dalam Gambar [Kerahiman Ilahi] itu, dan Ia berkata
kepadaku, “Katakan kepada bapak pengakuan bahwa karya ini adalah karya-Ku, dan
bahwa Aku menggunakan engkau sebagai alat yang sederhana.” Dan aku
berkata, “Yesus, aku tidak dapat lagi
melakukan suatu pun yang Engkau perintahkan kepadaku sebab bapak pengakuanku
telah mengatakan kepadaku bahwa semua ini hanyalah khayalan, dan bahwa aku
tidak diizinkan mematuhi satu pun dari perintah-perintah-Mu. Sekarang, aku
tidak akan melakukan sesuatu yang Kauperintahkan kepadaku. Aku minta maaf,
Tuhanku, tetapi aku tidak diizinkan melakukan suatu pun, dan aku harus mematuhi
bapak pengakuanku. Yesus, dengan sungguh-sungguh aku minta ampun kepada-Mu.
Engkau tahu betapa banyaknya aku menderita karena semua ini, tetapi ini semua
tidak dapat ditolong, ya Yesus. Bapak pengakuan telah melarang aku melakukan
perintah-perintah-Mu.” Yesus mendengarkan penjelasan dan keluhanku dengan
penuh kasih dan aku puas. Aku berpikir Tuhan Yesus sangat terluka karenanya,
tetapi, sebaliknya, Ia senang dan berkata kepadaku dengan ramah, “Segala
sesuatu yang Aku katakan kepadamu dan Aku perintahkan untuk engkau lakukan,
katakanlah selalu kepada bapak pengakuan, tetapi lakukanlah hanya apa yang dia
izinkan. Jangan gelisah, dan jangan takut akan suatu pun; Aku menyertaimu.”
Jiwaku penuh dengan sukacita, dan semua pikiran yang menghimpit itu pun lenyap.
Keyakinan dan keberanian menyusup ke dalam jiwaku.
(646) Tetapi, tidak lama kemudian,
aku masuk ke dalam penderitaan yang dijalani Yesus di Taman Zaitun. Ini
berlangsung sampai Jumat pagi. Pada hari Jumat, aku mengalami sengsara Yesus
tetapi kali ini secara berbeda. Pada hari itu, Pastor Bukowski datang dari
Derdy. Suatu kekuatan yang luar biasa mendesak aku untuk pergi mengaku dosa dan
mengatakan kepadanya segala sesuatu yang telah terjadi padaku dan tentang apa
yang telah dikatakan Yesus kepadaku. Ketika aku menyampaikan hal itu kepadanya,
tanggapannya sangat berbeda dan ia berkata kepadaku, “Suster, jangan takut akan segala sesuatu; engkau tidak akan dirugikan
karena Tuhan Yesus tidak akan mengizinkan hal itu. Kalau engkau taat dan bertekun
dalam keterbukaan seperti ini, engkau tidak perlu cemas mengenai suatu pun.
Allah akan menemukan jalan untuk mewujudkan karya-Nya. Hendaknya engkau selalu
memiliki kesederhanaan dan ketulusan seperti ini dan katakan segala sesuatu
kepada Muder Jenderal. Apa yang aku katakan kepadamu, kukatakan sebagai suatu
peringatan. Sebab khayalan-khayalan dapat menimpa bahkan orang-orang saleh, dan
bujuk rayu setan dapat menyelinap di dalam semua ini, dan tidak jarang hal-hal
seperti ini muncul dari diri kita sendiri; maka orang harus waspada. Jadi,
lanjutkan seperti yang sudah engkau lakukan. Engkau dapat melihat, Suster,
bahwa Tuhan tidak murka tentang hal ini. Dan, Suster, engkau dapat
mengungkapkan lagi semua hal yang telah terjadi atasmu ini kepada bapak pengakuanmu
yang tetap.”
(647) Dari pengalaman ini, aku
menjadi tahu akan satu hal, yakni bahwa aku harus berdoa banyak untuk setiap
bapak pengakuanku agar ia dapat beroleh terang Roh Kudus karena apabila aku
menghampiri kamar pengakuan tanpa lebih dulu berdoa dengan khusyuk, bapak
pengakuan tidak memahamiku dengan amat baik. Imam ini mendorong aku untuk
berdoa dengan khusyuk untuk intensi-intensi ini agar Allah memberikan
pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik tentang hal-hal yang Ia minta dariku.
“Lakukanlah novena demi novena, Suster,
dan Allah tidak akan menolak memberikan rahmat.”
(648) Jumat Agung. Pada pukul tiga,
aku melihat Tuhan Yesus, yang tersalib, yang memandangku dan berkata, “Aku
haus!” Kemudian, aku melihat dua sinar keluar dari lambung-Nya, sama seperti
sinar yang tampak dalam Gambar [Kerahiman Ilahi] itu. Kemudian, aku merasakan
dalam jiwaku kerinduan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa dan untuk menghampakan
diriku sendiri demi keselamatan orang-orang berdosa yang malang. Aku
mempersembahkan diriku, bersama dengan Yesus yang menghadapi ajal, kepada Bapa
yang Kekal, demi keselamatan seluruh dunia. Bersama Yesus, lewat Yesus, dan
dalam Yesuslah aku bersekutu dengan-Mu, ya Bapa yang Kekal. Pada Jumat Agung,
Yesus menderita dalam jiwa-Nya dengan cara yang berbeda dari [penderitaan-Nya
pada] Kamis Putih.
(649) Misa Kebangkitan. [12 April
1936]. Ketika aku masuk ke kapel, rohku tenggelam dalam Allah, satu-satunya
Hartaku. Kehadiran Allah menyelubungi diriku.
(650) O Yesusku, Guru dan
Pembimbingku, kuatkanlah dan terangilah aku dalam saat-saat yang sulit dalam
hidupku ini. Aku tidak mengharapkan pertolongan dari manusia; seluruh harapanku
tertumpu pada-Mu. Aku merasa sendirian menghadapi permintaan-permintaan-Mu, o
Tuhan. Kendati ada ketakutan dan rasa cemas yang muncul dari kodratku, aku akan
memenuhi kehendak-Mu yang kudus dan ingin memenuhinya sesetia mungkin sepanjang
hidupku dan pada saat kematianku. Yesus, bersama Engkau aku dapat melakukan
segala hal. Bertindaklah bersamaku seperti yang berkenan kepada-Mu; hanya saja,
berilah aku Hati-Mu yang rahim dan itu sudah cukup bagiku.
O
Yesus, Tuhanku, tolonglah aku. Biarlah apa yang telah Engkau rencanakan sebelum
segala abad terjadi padaku. Aku siap menyambut setiap isyarat kehendak-Mu yang
kudus. Terangilah budiku sehingga aku dapat mengetahui kehendak-Mu. O Allah,
Engkaulah yang menembus jiwaku. Engkau tahu bahwa aku tidak menginginkan
apa-apa selain kemuliaan-Mu.
O
Kehendak ilahi, Engkaulah kesukaan hatiku, makanan jiwaku, dan terang budiku,
kekuatan mahakuasa yang dimiliki oleh kehendakku; karena apabila aku menyatukan
diriku dengan kehendak-Mu, O Tuhan, kekuatan-Mu bekerja lewat aku dan mengambil
alih kehendakku yang rapuh. Setiap hari, aku berusaha melaksanakan
keinginan-keinginan Allah.
No comments:
Post a Comment