Monday, September 21, 2015

Dairi St. Faustina: 651 - 700

(651) Ya Allah yang tak terselami, betapa besarnya kerahiman-Mu! Ia melampaui paduan pengetahuan seluruh umat manusia dan malaikat. Semua malaikat dan semua manusia telah muncul dari lubuk kerahiman-Mu yang lembut. Kerahiman adalah bunga kasih. Allah adalah kasih, dan kerahiman adalah perbuatan-Nya. Dalam kasih, kerahiman itu dikandung; dalam kerahiman, kasih diungkapkan. Segala sesuatu yang aku lihat berbicara kepadaku tentang kerahiman-Nya. Bahkan keadilan Allah sendiri berbicara kepadaku tentang kerahiman-Nya yang tak terbatas sebab keadilan pun mengalir dari kasih.

(652) Ada satu kata yang kau perhatikan dan terus menerus aku renungkan; kata itu adalah segala sesuatu bagiku. Aku hidup olehnya dan mati karenanya, dan kata itu adalah kehendak kudus Allah. Ia adalah makananku sehari-hari. Seluruh jiwaku mendengarkan dengan penuh perhatian kepada kehendak Allah. Aku selalu melakukan apa yang diminta Allah dariku meskipun naluriku sering kali gemetar dan aku merasakan bahwa kebesaran hal-hal ini melampaui kekuatanku. Aku tahu dengan baik apa arti diriku sesungguhnya, tetapi aku juga tahu apa arti rahmat Allah, yang menopang aku.

(653) 25 April 1936. Walendow. Pada hari itu, penderitaan dalam jiwaku lebih nyeri daripada kapan pun sebelumnya. Sejak pagi buta, aku merasa seolah-olah tubuh dan jiwaku telah terpisah.  Aku merasa bahwa kehadiran Allah telah meresapi seluruh diriku; aku merasakan seluruh keadilan Allah ditimpakan atas diriku; aku merasakan bahwa aku berdiri sendirian di hadapan Allah. Kupikir: satu kata dari pembimbing rohaniku akan membuat aku sepenuhnya merasa damai; tetapi apa yang dapat kulakukan? - ia tidak ada di sini. Tetapi, aku memutuskan untuk mencari terang dalam pengakuan kudus. Setelah aku membuka jiwaku, imam itu takut mendengarkan pengakuanku selanjutnya, dan itu menyebabkan aku bahkan lebih menderita. Apabila aku melihat seorang imam ketakutan, aku tidak merasakan kedamaian hati sedikitpun. Maka aku memutuskan bahwa hanya kepada pembimbing rohaniku akan kubuka jiwaku dalam kaitan dengan semua masalah ini, dari yang paling besar sampai yang paling kecil, dan bahwa aku akan mengikuti arahan-arahannya dengan ketat.

(654) Kini, aku mengerti bedanya pengakuan dosa dan bimbingan rohani. Dalam pengakuan dosa, orang hanya mengakukan dosa-dosanya, sedangkan bimbingan rohani adalah hal yang sama sekali berbeda. Tetapi, bukan ini yang ingin aku bicarakan. Aku ingin berbicara tentang suatu hal aneh yang terjadi padaku untuk pertama kalinya. Ketika bapak pengakuan mulai berbicara kepadaku, aku tidak memahami satu kata pun. Kemudian, aku melihat Yesus yang tersalib dan Ia berkata, “Dalam sengsara-Kulah engkau harus mencari terang dan kekuatan!” Sesudah pengakuan dosa, aku merenungkan sengsara Yesus yang pedih, dan aku memahami bahwa apa yang aku derita bukanlah apa-apa dibanding sengsara Sang Juru Selamat; aku juga memahami bahwa bahkan ketidaksempurnaan yang paling kecil pun merupakan penyebab dari penderitaan yang pedih itu. Maka jiwaku dipenuhi penyesalan yang amat besar, dan baru kemudian aku merasakan bahwa aku berada dalam samudra kerahiman Allah yang tak terselami. Oh, betapa sedikitnya kata-kata yang kumiliki untuk mengungkapkan apa yang sedang kualami! Aku merasakan bahwa diriku hanyalah setetes embun yang tenggelam dalam kedalaman samudra kerahiman ilahi yang tak terbatas.

(655) 11 Mei 1936. Aku tiba di Krakow. Aku merasa bahagia bahwa akhirnya aku dapat melaksanakan semua yang diminta Tuhan Yesus.

            Ketika aku berbicara dengan Pastor A. dan  telah menceritakan segala sesuatu, aku menerima jawaban ini, “Suster, berdoalah sampai hari  Pesta Hati Kudus Yesus yang Mahakudus dan tambahkanlah beberapa mati raga kepada doamu, dan pada Pesta Hati Kudus itu aku akan memberimu suatu jawaban.” Tetapi pada suatu hari, aku mendengar suara ini di dalam jiwaku, “Jangan takut akan suatu pun; AKu menyertaimu.” Sesudah mendengar suara itu, aku merasakan desakan yang begitu kuat di dalam jiwaku sehingga tanpa menunggu Pesta Hati Kudus, aku mengatakan dalam pengakuan dosa bahwa aku akan segera meninggalkan Kongregasi. Pastor Andrasz menjawab, “Suster, karena engkau sudah membuat keputusanmu sendiri, maka pikullah sendiri tanggung jawabnya. Pergilah.” Aku merasa bahagia boleh pergi.

            Pagi berikutnya, kehadiran Allah tiba-tiba meninggalkan aku. Suatu kegelapan yang pekat menyelimuti jiwaku. Aku tidak dapat berdoa. Karena hilangnya kehadiran Allah secara mendadak ini, aku memutuskan untuk menangguhkan masalah ini sebentar, sampai aku berbicara dengan imam.

            Pastor Andrasz menjawab bahwa perubahan-perubahan seperti itu dalam jiwa memang sering terjadi, dan bahwa itu bukan halangan untuk bertindak.

(656) Ketika aku berbicara dengan Muder Jenderal mengenai segala sesuatu yang terjadi padaku, ia berkata, “Suster, aku ingin mengurung engkau di dalam tabernakel bersama Tuhan Yesus; ke mana pun engkau pergi dari sana, itu akan menjadi kehendak Allah.”

(657) 19 Juni. AKu pergi ke tempat para Yesuit untuk mengikuti perarakan Hati Kudus. Dalam Ibadat Sore aku melihat sinar yang sama memancar dari Hati Kudus, sama seperti yang dilukis dalam Gambar [Kerahiman Ilahi] itu. Jiwaku dipenuhi dengan kerinduan yang luar biasa akan Allah.
(658) Juni 1936. Percakapan dengan Pastor Andrasz.

“Ketahuilah bahwa ini adalah hal-hal yang berat dan sulit. Pembimbing rohanimu yang utama adalah Roh Kudus. Kami hanya dapat memberikan pengarahan dalam kaitan dengan ilham-ilham itu, tetapi pembimbing rohanimu yang sesungguhnya adalah Roh Kudus. Kalau engkau sendiri telah memutuskan untuk pergi, Suster, aku tidak melarang atau menyuruh engkau berbuat demikian. Engkau sendiri yang akan memikul tanggung jawab. Aku katakan ini kepadamu, Suster: engkau dapat mulai bertindak. Engkau mampu untuk bertindak begitu, dan karena itu engkau dapat melakukannya. Hal-hal seperti ini memang mungkin; semua yang sudah engkau katakan kepadaku sampai sekarang dan dulu mendukung untuk mengambil tindakan itu. Tetapi, engkau harus sangat hati-hati dalam semua ini. Berdoalah banyak-banyak dan mintalah agar aku diberi terang.”

(659) Dalam misa kudus, yang dipimpin oleh Pastor Andrasz, aku melihat Bayi Yesus yang mungil, yang memberitahukan kepadaku bahwa aku harus bergantung kepadanya dalam segala sesuatu; “meskipun engkau mencurahkan banyak usaha untuk itu, tidak bertindak atas kemauanmu sendiri sangatlah menyenangkan Hati-Ku.” Aku memahami [perlunya] ketergantungan ini.

(660) O Yesusku, pada hari penghakiman terakhir, Engkau akan meminta dariku pertanggungjawaban atas karya kerahiman ini. O Hakim yang adil, yang sekaligus Mempelaiku, tolonglah aku melakukan kehendak-Mu yang kudus. O Kerahiman, o Keutamaan Ilahi!

            O Hati Yesus yang maharahim, Mempelaiku, jadikanlah hatiku seperti hati-Mu.

(661) 16 Juli. Aku meluangkan waktu sepanjang malam ini dalam doa. Aku merenungkan sengsara Tuhan, dan jiwaku remuk redam karena beban keadilan Allah. Tangan Tuhan menyentuh aku.

(662) 17 Juli. O Yesusku, Engkau tahu betapa banyaknya tantangan yang aku hadapi dalam masalah ini, betapa banyaknya celaan yang harus aku terima, betapa banyaknya senyum ironis yang harus aku terima dengan hati tenang. Oh, sendirian aku tidak akan mampu menanggung semua ini, tetapi bersama-Mu, Guruku, aku dapat melakukan segala sesuatu. Oh, betapa menyakitkan suatu senyum ironis melukai hatiku, khususnya kalau orang [tampaknya] berbicara dengan sungguh-sungguh tulus.

(663) 22 Juli. O Yesusku, aku tahu bahwa kebesaran seseorang menjadi nyata dari perbuatan-perbuatannya dan tidak dari kata-kata atau perasaannya.  Pekerjaan-pekerjaan yang datang dari kitalah yang akan berbicara mengenai kita. O Yesusku, jangan biarkan aku bermimpi di siang bolong, tetapi berilah aku keberanian dan kekuatan untuk memenuhi kehendak-Mu yang kudus.

            Yesus, kalau Engkau ingin meninggalkan aku dalam ketidakpastian, bahkan sampai ke akhir hayatku, terpujilah Nama-Mu yang kudus.

Juni

(664) O Yesusku, sungguh luar biasa sukacitaku karena kepastian yang Kauberikan kepadaku bahwa Kongregasi itu akan terwujud. Aku tidak lagi dibayangi oleh keragu-raguan sedikit pun mengenai hal ini, dan aku melihat betapa besarnya kemuliaan yang akan dipersembahkan oleh Kongregasi itu kepada Allah. Kongregasi ini akan menjadi cermin sifat Allah yang paling besar, yakni kerahiman-Nya. Tak henti-hentinya, para anggota Kongregasi akan berdoa memohon Kerahiman Ilahi bagi mereka sendiri dan bagi seluruh dunia. Setiap tindak kerahiman akan mengalir dari kasih Allah, yakni kasih yang akan memenuhi mereka sampai meluap-luap. Mereka akan bekerja keras untuk membuat sifat agung Allah ini menjadi mereka sendiri, untuk membuat diri mereka hidup olehnya, dan untuk membuat orang-orang lain mengenal kebaikan Tuhan dan untuk berharap padanya. Kongregasi Kerahiman Ilahi ini akan berada dalam Gereja Allah laksana sarang lebah di dalam taman yang indah, tersembunyi dan lemah lembut. Para suster akan bekerja laksana lebah untuk memberi makan jiwa-jiwa sesamanya dengan madu, sementara lilinnya akan dinyakan untuk memuliakan Allah.
29 Juni 1936

(665) Pastor Andrasz menyuruh aku melakukan suatu novena dengan ujud untuk mengenal lebih baik kehendak Allah. Aku berdoa dengan khusyuk, sambil menambahkan sejumlah mati raga badani. Menjelang akhir novena, aku menerima suatu terang batin dan kepastian bahwa Kongregasi akan terwujud dan bahwa Kongregasi itu menyenangkan hati Allah. Kendati ada kesulitan dan tantangan, damai dan kekuatan yang besar memenuhi jiwaku dari atas. Aku tahu bahwa tidak ada suatu pun yang dapat menentang atau membatalkan kehendak Allah. Aku tahu aku bahwa aku harus melaksanakan kehendak Allah ini meskipun ada seribu satu hambatan, penganiayaan, dan penderitaan dan meskipun ada kecemasan serta ketakutan naluriah.

(666) Aku tahu bahwa semua perjuangan untuk mewujudkan kesempurnaan dan semua kesucian bertumpu pada kehendak Allah. Pemenuhan kehendak Allah secara sempurna merupakan kematangan dalam kekudusan; dalam hal ini tidak ada ruang untuk keragu-raguan. Menerima terang Allah dan mengetahui apa yang dikehendaki Allah tetapi tidak melaksanakannya adalah suatu penghinaan besar terhadap kemuliaan Allah. Jiwa seperti itu patut ditinggalkan sama sekali oleh Allah. Ia mirip dengan Lucifer, yang memiliki terang cemerlang, tetapi tidak melaksanakan kehendak Allah. Ketenangan yang aneh meliputi jiwaku ketika aku merenungkan bahwa kendati segala kesulitan, aku selalu dengan setia mengikuti kehendak Allah yang aku ketahui. “O Yesus, berilah aku rahmat supaya kehendak-Mu yang sudah kuketahui, kuwujudkan, ya Allah.”

(667) 14 Juli. Pada pukul tiga aku menerima surat. O Yesus, hanya Engkau yang mengetahui apa yang aku derita, tetapi aku akan tetap diam dan tidak akan mengatakan suatu pun mengenai hal ini kepada satu makhluk pun karena aku tahu bahwa tak seorang pun akan menghibur aku. Engkau adalah segala-galanya bagiku, ya Allah, dan kehendak-Mu yang kudus adalah makananku. Kini aku hidup dari apa yang akan aku nikmati dalam dunia abadi.

            Aku memiliki hormat yang besar untuk St. Mikael, Malaikat Agung; ia tidak mempunyai teladan dalam melaksanakan kehendak Allah, tetapi ia memenuhi kehendak Allah dengan setia.

(668) 15 Juli. Dalam misa kudus, aku mempersembahkan diri sepenuhnya kepada Bapa surgawi melalui Hati Yesus yang amat manis; biarlah Ia berbuat terhadapku sebagaimana Ia berkenan. Dari diriku sendiri, aku bukan apa-apa, dan dalam kepapaanku aku tidak memiliki suatu pun yang berharga; maka aku membenamkan diriku ke dalam samudra kerahiman-Mu, O Tuhan.

(669) 16 Juli. Aku sedang mempelajari dari Yesus, dari Dia yang adalah Sang Kebaikan sendiri, bagaimana menjadi orang baik sehingga aku dapat disebut putri Bapa surgawi. Hari ini, ketika sebelum tengah hari seseorang melukai perasaanku, dalam penderitaan itu aku berusaha menyatukan kehendakku dengan kehendak Allah, dan dengan sikap diamku aku memuji Allah. Selepas tengah hari, aku pergi menjalankan adorasi lima menit. Tiba-tiba aku melihat salib yang kupakai di dadaku menjadi hidup. Yesus berkata kepadaku, “Putri-Ku, penderitaan akan menjadi tanda bagimu bahwa Aku menyertaimu.” Jiwaku sangat terharu dengan kata-kata ini.

(670) O Yesus, Guruku dan Pembimbingku, hanya dengan Dikau aku dapat bergaul. Tidak dengan seorang pun aku dapat berbicara sedemikian mudah seperti dengan Engkau, ya Allah.

(671) Dalam kehidupan rohaniku, aku akan selalu berpegang pada tangan imam. Mengenai kehidupan jiwaku dan kebutuhannya, aku akan berbicara hanya dengan bapak pengakuanku.

(672) 4 Agustus 1936. Siksaan batin selama lebih dari dua jam. Sakratulmaut. ... Tiba-tiba, kehadiran Allah meliputi aku dan aku merasa seolah-olah aku berada di bawah kekuasaan Allah yang adil. Keadilan-Nya serasa menusuk aku sampai ke sumsum; secara badani, aku kehilangan kekuatan dan kesadaran. Saat ini, aku mulai mengenal kekudusan Allah yang begitu besar dan kepapaanku sedemikian miskin. Suatu siksaan yang berat menimpa jiwaku; jiwaku merasa bahwa perbuatan-perbuatannya tidak ada yang tanpa cela. Kemudian, dalam jiwaku, bangkitlah daya pengharapan yang merindukan Allah dengan segenap kekuatannya. Tetapi, ia melihat betapa memprihatinkan dirinya dan betapa sia-sia segala sesuatu yang ada di sekelilingnya. Dan berhadapan muka dengan kekudusan yang sedemikian tinggi, sungguh hina rasanya ....

(673) 13 Agustus. Sepanjang hari aku disiksa oleh godaan yang mengerikan; hujat memaksakan diri pada bibirku, dan aku merasakan keengganan terhadap segala sesuatu yang kudus serta ilahi. Tetapi, sepanjang hari aku berjuang terus. Pada petang hari, pikiranku sangat tertekan: apa gunanya menceritakan ini kepada bapak pengakuan? Ia akan menertawakannya. Suatu perasaan enggan dan kecil hati memenuhi jiwaku, dan jelas bagiku bahwa bagaimana pun juga aku tidak dapat menyambut komuni kudus dalam keadaan seperti ini. Ketika aku memikirkan untuk tidak menyambut komuni, rasa sakit yang sangat nyeri mencekam jiwaku sampai aku hampir berteriak keras-keras di kapel. Tetapi, tiba-tiba aku menyadari bahwa di sana ada para suster. Maka, aku memutuskan  untuk pergi ke taman dan menyembunyikan diri di sana supaya sekurang-kurangnya aku dapat menangis keras-keras.

(674) Tiba-tiba, Yesus berdiri di dekatku dan berkata, “Ke mana engkau akan pergi?” Aku tidak memberikan jawaban kepada Yesus, tetapi aku mencurahkan segala kesedihanku di hadapan-Nya, dan godaan setan pun berhenti. Kemudian Yesus berkata kepadaku, “Damai batin yang engkau miliki adalah rahmat,” dan tiba-tiba Ia menghilang. Aku merasa bahagia dan hatiku diliputi damai yang luar biasa. Sungguh, untuk memulihkan damai yang sedemikian besar dalam sesaat - hanya Yesuslah yang mampu, hanya Dia, Tuhan yang mahatinggi.

(675) 7 Agustus 1936.
Ketika aku menerima karangan mengenai Kerahiman Ilahi dengan gambar, kehadiran Allah memenuhi hatiku secara ajaib. Ketika aku membenamkan diri dalam doa syukur, tiba-tiba aku melihat Tuhan Yesus dalam cahaya yang terang benderang, sama seperti Ia dilukiskan, dan pada kaki-Nya aku melihat Pastor Andrasz dan Pastor Sopocko. Keduanya memegang pena di tangan, dan kilau terang dan api, seperti halilintar, keluar dari ujung pena mereka dan mengenai himpunan besar manusia yang bergegas entah ke mana aku tidak tahu. Barangsiapa disentuh oleh sinar terang itu serta merta membalikkan punggungnya pada himpunan itu dan mengulurkan tangannya ke arah Yesus. Sejumlah berpaling dengan sukacita yang besar, yang lain dengan rasa sakit yang amat nyeri dan penyesalan. Yesus sedang memandang kedua imam dengan sangat ramah. Sesaat kemudian, aku tinggal sendirian bersama Yesus, dan aku berkata, “Yesus, ambillah aku sekarang karena kehendak-Mu sudah digenapi.” Dan Yesus menjawab kepadaku, “Kehendak-Ku belum digenapi sepenuhnya dalam dirimu; engkau masih akan menderita banyak, tetapi Aku menyertaimu; jangan takut.”

(676) Aku telah berbicara banyak dengan Tuhan mengenai Pastor Andrasz dan juga mengenai Pastor Sopocko. AKu tahu bahwa apa pun yang aku minta dari Tuhan, Ia tidak akan menolakku, dan ia akan memberikan kepada mereka apa yang aku minta. AKu tahu dan merasakan betapa besarnya kasih Yesus kepada mereka. AKu tidak menuliskan hal ini secara rinci, tetapi aku mengetahuinya, dan hal itu membuat aku sangat bahagia.

15 Agustus 1936
(677) Dalam misa yang dipimpin oleh Pastor Andrasz, sesaat sebelum pengangkatan Hosti dalam Doa Syukur Agung, kehadiran Allah meliputi jiwaku, yang ditarik ke arah altar. Kemudian, aku melihat Bunda Allah bersama Bayi Yesus. Bayi Yesus berpegang pada tangan Bunda kita. Sesaat kemudian, Bayi Yesus lari dengan sukacita ke tengah altar, dan Bunda Allah berkata kepadaku, “Lihatlah dengan ketenangan macam apa aku menyerahkan Yesus ke dalam tangannya. Demikian pula, engkau harus memercayakan jiwamu dan menjadi seperti seorang anak kepadanya.”

            Sesudah mendengar kata-kata itu, jiwaku dipenuhi dengan kepercayaan yang luar biasa. Bunda Allah mengenakan pakaian putih, putih yang aneh, transparan; pada bahunya ia mengenakan mantol biru transparan, birunya mirip langit; dengan kepala tanpa kerudung [dan] rambut terurai, ia tampak sangat cantik dan elok tak terperi. Ia memandang Pastor Andrasz dengan amat mesra, tetapi sesaat kemudian, imam mematahkan Anak yang mungil itu, dan darah segar memancar keluar. Pastor Andrasz membungkuk ke depan dan menyambut Yesus yang benar-benar hidup itu dalam dirinya. Apakah ia memakan-Nya? Aku tidak tahu bagaimana itu terjadi. Yesus, Yesus, aku tidak dapat mengikuti Engkau karena, dalam sekejap, Engkau menjadi tak terselami olehku.

(678) Inti segala keutamaan adalah kehendak Allah. Ia yang melakukan kehendak Allah dengan setia, mengamalkan segala keutamaan. Dalam semua peristiwa dan situasi hidupku, aku menyembah dan memuji kehendak Allah yang kudus. Kehendak kudus Allah adalah sasaran kasihku. Dalam lubuk hatiku yang paling tersembunyi, aku hidup menurut kehendak-Nya. Secara lahiriah, aku bertindak seturut apa yang aku kenal secara batin sebagai kehendak Allah. Lebih manislah bagiku siksaan, penderitaan, penganiayaan, dan segala macam kesengsaraan demi kehendak ilahi daripada popularitas, pujian, dan penghargaan karena kehendakku sendiri.

(679) Selamat malam, Yesusku; bel sudah memanggil aku untuk tidur. Yesusku, Engkau tahu bahwa aku merana karena ingin menyelamatkan jiwa-jiwa. Selamat malam, Mempelaiku; aku bersukacita karena satu hari lebih dekat kepada alam abadi. Dan kalau Engkau mengizinkan aku bangun besok pagi, Yesus, aku akan memulai suatu madah baru untuk memuji-Mu.

(680) 13 Juli. Dalam meditasi hari ini, aku mulai memahami: jangan pernah akan berbicara mengenai pengalaman batinku sendiri, [tetapi] tidak menyembunyikan suatu pun dari pembimbing rohaniku; dan secara khusus aku harus minta agar Allah menerangi pembimbing rohaniku. Aku memberikan nilai yang lebih besar kepada kata-kata bapak pengakuanku daripada himpunan semua terang yang aku terima secara batin.

(681) Di tengah siksaan yang paling besar, aku mengarahkan tatapan mata jiwaku kepada Yesus yang tersalib; aku tidak mengharapkan pertolongan dari manusia, tetapi menaruh harapanku pertolongan dari manusia, tetapi menaruh harapanku pada Allah. Dalam kerahiman-Nya yang tak terselami, kutaruh seluruh harapanku.

(682) Semakin nyata aku merasa bahwa Allah telah mengubah diriku, semakin besar keinginanku untuk membenamkan diri dalam keheningan. Kasih akan Allah berarti melaksanakan pekerjaannya di dalam lubuk jiwaku. Aku tahu bahwa perutusan yang dipercayakan Tuhan kepadaku sedang dimulai.

(683) Pernah, ketika aku sedang berdoa dengan khusyuk kepada para kudus Yesuit, tiba-tiba aku melihat Malaikat Pelindungku, yang menuntun aku ke hadapan takhta Allah. Aku melintas di tengah himpunan besar orang kudus, dan aku mengenal banyak dari mereka, yang aku ketahui dari gambar mereka. Aku melihat banyak Yesuit yang bertanya kepadaku  dari Kongregasi mana aku. Ketika aku menjawab, mereka bertanya, “Siapa pembimbing rohanimu?” Aku menjawab bahwa ia adalah Pastor Andrasz. Ketika aku mau mengatakan lebih lanjut, Malaikat Pelindungku memberiku isyarat supaya diam, dan aku sampai di hadapan takhta Allah. Aku melihat cahaya yang terang benderang dan tak terhampiri, dan aku melihat suatu tempat yang ditentukan bagiku, dekat dengan Allah. Tetapi seperti apa itu aku tidak tahu sebab ditutupi oleh suatu awan. Tetapi, Malaikat Pelindungku berkata kepadaku, “Disinilah takhtamu karena kesetiaanmu dalam memenuhi kehendak Allah.”

(684) Jam Kudus. Kamis. Dalam ibadat ini, Yesus mengizinkan aku masuk ke dalam ruang Senakel, dan aku menyaksikan apa yang terjadi di sana. Tetapi, aku paling terharu ketika, sebelum konsekrasi, Yesus menengadah ke surga dan masuk ke dalam percakapan yang misterius dengan Bapa-Nya. Hanya di alam kekal kita akan sungguh memahami saat itu. Mata-Nya laksana dua nyala api; wajah-Nya berkilau-kilauan, putih laksana salju; seluruh sosok-Nya penuh dengan kemuliaan, jiwa-Nya penuh dengan rindu. Pada saat konsekrasi, kasih-Nya terpuaskan - pengurbanan sudah tuntas. Kini, tinggallah upacara lahiriah kematian yang akan dilaksanakan - kematian lahiriah; intinya adalah Senakel. Belum pernah dalam seluruh hidupku aku mengetahui misteri ini sedemikian mendalam seperti pada saat adorasi itu. Oh, betapa bernyala-nyala keinginanku agar seluruh dunia mengetahui kerahiman yang tak terselami ini.

(685) Sesudah Jam Kudus, ketika aku kembali ke kamarku, tiba-tiba aku menyadari betapa dalamnya Allah dilukai oleh seorang yang dekat di hatiku. Ketika menyaksikan ini, jiwaku tertusuk rasa nyeri, dan aku menghempaskan diriku ke lantai di hadapan Tuhan, sambil memohon kerahiman-Nya. Selama dua jam, dengan bercucuran air mata, dalam doa dan menyesah diri, aku mencegah dosa itu, dan aku menyadari bahwa kerahiman Allah telah merangkul jiwa malang itu. Oh, betapa mahal tebusan untuk sebuah dosa!

(686) September. Jumat pertama. pada petang hari, aku melihat Bunda Allah, dengan dadanya terbuka dan tertembus sebilah pedang. Ia mencucurkan air mata kepedihan dan melindungi kita terhadap hukuman Allah yang dahsyat. Allah mau menimpakan hukuman yang mengerikan atas kita, tetapi Ia tidak dapat melakukannya karena Bunda Allah melindungi kita. Ketakutan yang dahsyat mencekam jiwaku. Aku terus berdoa tanpa henti bagi Polandia, bagi Polandiaku yang tercinta, yang sedemikian tidak tahu bersyukur atas Bunda Allah. Kalau bukan karena Bunda Allah, semua usaha kita akan tidak banyak manfaatnya. AKu meningkatkan doa-doaku dan pengurbananku untuk Tanah Air yang tercinta, tetapi aku melihat bahwa aku tampak laksana satu tetes di depan gelombang kejahatan. Bagaimana mungkin satu tetes dapat menghentikan gelombang? O ya! Dari dirinya sendiri, satu tetes itu tidak ada artinya apa-apa, tetapi bersama Engkau, Yesus, aku akan berdiri tegar menghadang segala gelombang kejahatan dan bahkan seluruh neraka. Kemahakuasaan-Mu nyata dalam melakukan segala sesuatu.

(687) Pernah, ketika aku melewati lorong menuju ke dapur, aku mendengar kata-kata ini dalam jiwaku, “Daraskanlah tanpa henti Koronka yang telah Kuajarkan kepadamu. Barangsiapa mendarasnya akan menerima kerahiman yang besar pada saat kematiannya. Hendaklah para imam menganjurkan doa ini kepada para pendosa sebagai harapan terakhir untuk beroleh keselamatan. Bahkan kalau ada seorang pendosa yang sangat keras hatinya, asalkan ia mau mendaras Koronka ini satu kali saja, ia akan menerima rahmat dari kerahiman-Ku yang tak terbatas. Aku ingin agar seluruh dunia mengenal kerahiman-Ku yang tak terbatas. Aku ingin memberikan rahmat yang tak terbayangkan kepada jiwa-jiwa yang berharap pada kerahiman-Ku.”

(688) Yesus, Hidup dan Kebenaran, Guruku, pandulah setiap langkah hidupku, agar aku dapat bertindak selaras dengan kehendak kudus-Mu.

(689) Sekali peristiwa, aku melihat takhta Anak Domba Allah dan di depan takhta itu tiga orang kudus: St. Stanislaus Kostka, St. Andreas Bobola, dan Pangeran Kasimirus, yang sedang berdoa untuk Polandia. Seketika itu juga aku melihat suatu buku yang besar yang dipajang di depan takhta, dan buku itu diberikan kepadaku untuk kubaca. Buku itu ditulis dengan darah. Tetapi, aku tidak dapat membaca suatu pun kecuali nama Yesus. Kemudian aku mendengar suatu suara yang berkata kepadaku, “Saatmu belum tiba.” Kemudian buku itu diambil dariku, dan aku mendengar suara ini, “Engkau akan  memberi kesaksian tentang kerahiman-Ku yang tak terbatas. Dalam buku ini, tertulis nama jiwa-jiwa yang telah memuliakan kerahiman-Ku.” Aku dipenuhi dengan sukacita ketika menyaksikan begitu besarnya kebaikan Allah.

(690) Sekali peristiwa, aku mengetahui keadaan dua suster biarawati yang dalam hati menggerutu mengenai satu perintah yang diberikan oleh superior kepada mereka, dan karena alasan ini Allah telah menangguhkan banyak rahmat khusus dari mereka. Menyaksikan hal itu, hatiku terasa sakit. Betapa menyedihkan, o Yesus, ketika kami sendiri menjadi sebab hilangnya rahmat. Barangsiapa memahami hal ini akan selalu setia.

(691) Kamis. Meskipun aku sangat lelah hari ini, namun aku memutuskan untuk melaksanakan suatu Jam Kudus. Aku tidak dapat berdoa, juga tidak dapat terus berlutut, tetapi aku tetap berdoa sepanjang ibadat dan menyatukan diriku dalam roh dengan jiwa-jiwa yang sudah menyembah Allah secara sempurna. Tetapi, menjelang akhir ibadat, tiba-tiba aku melihat Yesus, yang memandang aku dengan tajam dan berkata dengan keramahan yang tak terlukiskan, “Doamu luar biasa menyenangkan Hati-Ku.” Sesudah mendengar kata-kata ini, suatu kekuatan yang tidak biasa dan sukacita rohani memasuki jiwaku. Kehadiran Allah terus meliputi jiwaku. Oh, apa yang terjadi pada jiwa yang berjumpa dengan Tuhan dari muka ke muka, tidak ada pena yang dapat mengungkapkannya, baik dulu maupun kelak!

(692) O Yesus, aku tahu bahwa kerahiman-Mu melampaui segala pikiran, dan karena itu aku minta kepada-Mu untuk membuat hatiku menjadi sedemikian besar sehingga di sana akan ada ruang yang dibutuhkan oleh semua jiwa untuk hidup berhadapan dengan bumi. O Yesus, kasihku menjangkau melampaui dunia, kepada jiwa-jiwa yang menderita di Purgatorium, dan aku ingin memberikan kerahiman kepada mereka melalui doa-doa indulgensi. Kerahiman Allah itu tak terselami dan tak akan habis, sama seperti Allah sendiri tak terselami. Bahkan kalaupun aku menggunakan kata-kata yang paling kuat, untuk mengungkapkan kerahiman Allah ini, semua ini akan tidak ada artinya apa-apa dibandingkan dengan kenyataannya. O Yesus, jadikanlah hatiku peka terhadap segala penderitaan sesamaku, entah penderitaan tubuh entah penderitaan jiwa. O Yesusku, aku tahu bahwa Engkau bertindak terhadap kami sebagaimana kami bertindak terhadap sesama kami.

            Yesusku, jadikanlah hatiku serupa dengan Hati-Mu yang maharahim! Ya Yesus, tolonglah aku menjalani seluruh hidup ini sambil berbuat baik kepada siapa saja!

(693) 14 September [1936]. Uskup Agung dari Vilnius mengunjungi kami. Meskipun ia tinggal bersama kami untuk waktu yang amat singkat, aku masih mempunyai kesempatan untuk berbicara dengan imam yang pantas ini mengenai karya kerahiman. Ia menunjukkan dirinya sangat terbuka kepada masalah kerahiman ini, “Suster, hiduplah sungguh-sungguh dalam damai; kalau ini ada dalam rencana-rencana Penyelenggaraan Ilahi, itu akan terwujud. Sementara ini, hendaknya Suster minta suatu tanda eksternal yang lebih jelas. Biarlah Tuhan Yesus memberi kepadamu pengetahuan yang lebih jelas mengenai hal ini. Aku minta untuk menunggu sedikit lebih lama. Tuhan Yesus akan mengatur situasinya sedemikian rupa sehingga segala sesuatu akan menjadi baik.”

(694) 19 September [1936]. Ketika aku meninggalkan [kamar] dokter dan melangkah masuk ke kapel sanatorium untuk berdoa sejenak, aku mendengar suara ini di dalam jiwaku, “Anak-Ku, tinggal beberapa  tetes lagi yang masih ada di dalam pialamu; tidak akan lama lagi.” Sukacita memenuhi jiwaku; inilah panggilan pertama dari Mempelai dan Guruku tercinta. Hatiku luluh, dan dalam sekejap jiwaku tenggelam dalam seluruh samudra kerahiman Allah. AKu merasakan bahwa misiku sedang dimulai sepenuhnya. Kematian sama sekali tidak akan menghancurkan apa yang baik. Aku berdoa terutama bagi jiwa-jiwa yang mengalami penderitaan batin.

(695) Pernah, aku menerima terang mengenai dua orang suster. Aku tahu bahwa tidaklah mungkin bagi seseorang untuk bertindak dengan cara yang sama terhadap setiap orang. Ada orang-orang tertentu yang memiliki cara berteman yang aneh dengan orang-orang lain. Dan kemudian, sebagai teman dan dengan dalih persahabatan,mereka berusaha mendesak orang untuk mengatakan sesuatu, kata demi kata. Kemudian, tepat ketika saatnya tiba, mereka menggunakan kata-kata yang persis sama untuk melukai orang itu. O Yesusku, betapa anehnya kerapuhan insani! Kasih-Mu, ya Yesus, memberi jiwa ini kebijaksanaan yang besar dalam pergaulannya dengan sesama.

(696) 24 September 1936.
Muder Superior menyuruh aku mendaras sepuluh Salam Maria dari rosario sebagai ganti semua latihan yang lain, dan menyuruh langsung pergi tidur. Begitu membaringkan diri, aku tertidur karena aku sangat letih. Tetapi, tidak lama kemudian, aku terjaga oleh penderitaan. Penderitaan itu sedemikian berat sehingga tidak memungkinkan aku membuat bahkan gerakan yang paling ringan pun; bahkan aku tidak mampu menelan ludahku. Ini berlangsung kira-kira tiga jam. Aku berpikir untuk membangunkan suster novis yang tidur sekamar denganku, tetapi kemudian aku berpikir, “Ia tidak dapat memberikan pertolongan apa pun kepadaku, maka biarlah ia tidur. Kasihan kalau ia harus dibangunkan.” Aku menyerahkan diriku sepenuhnya kepada kehendak Allah dan aku mengira bahwa hari kematianku, yang sangat aku rindukan, telah tiba. Ini adalah kesempatan bagiku untuk menyatukan diriku dengan Yesus, yang menderita di salib. Lebih dari itu, aku tidak mampu berdoa. Ketika penderitaanku berhenti, aku mulai berkeringat. Tetapi, aku masih tidak dapat bergerak karena rasa sakit itu muncul kembali setiap kali aku mencoba bergerak. Pada pagi hari, aku merasa letih sekali meskipun aku tidak lagi merasakan sakit fisik. Tetapi aku tidak dapat bangun untuk mengikuti misa. Aku berpikir dalam hati, kalau sesudah penderitaan yang sedemikian hebat kematian tidak juga datang, betapa beratnya derita kematian!

(697) Yesus, Engkau tahu bahwa aku mencintai penderitaan dan ingin mereguk piala penderitaan sampai tetes terakhir; tetapi, naluriku merasakan sedikit rasa ngeri dan ketakutan. Namun, dengan cepat, harapanku pada kerahiman Allah yang tak terbatas bangkit kembali dengan seluruh kekuatannya, dan segala sesuatu yang lain harus menyingkir, seperti kabut sirna diterpa sinar matahari. O Yesus, begitu besarnya kebaikan-Mu! Kebaikan-Mu yang tak terbatas, yang sangat aku kenal, memampukan aku untuk menatap kematianku sendiri dengan tegar hati. Aku tahu bahwa tidak suatu pun akan terjadi padaku tanpa izin Allah. Aku ingin memuliakan kerahiman-Mu yang tak terbatas itu selama hayatku, pada saat kematianku, dalam kebangkitanku, dan sepanjang segala abad.

            Ya Yesusku, kekuatanku, damaiku, istirahatku; setiap hari, jiwaku berjemur dalam sinar kerahiman-Mu. Tidak sesaat pun dalam hidupku di mana aku tidak mengalami kerahiman-Mu, ya Allah. Dalam seluruh hidupku, tidak suatu pun aku perhitungkan selain hanya kerahiman-Mu yang tak terbatas. Kerahiman-Mulah benang penuntun hidupku, ya Tuhan. Jiwaku penuh dengan kerahiman Allah.

(698) Oh, betapa parahnya luka yang diderita Yesus karena sikap tak tahu terima kasih dari suatu jiwa terpilih! Bagi kasih-Nya yang tak terlukiskan, penderitaan itu sungguh merupakan suatu kemartiran. Allah mengasihi kita secara tak terbatas; dan bayangkan, ada sebutir debu menjijikkan yang mencemoohkan kasih itu! Hatiku meletup dengan rasa sakit ketika aku menyaksikan sikap tak tahu terima kasih ini.

(699) Sekali peristiwa, aku mendengar kata-kata ini, “Putri-Ku, katakan kepada dunia tentang Kerahiman-Ku yang tak terselami. Aku ingin agar Pesta Kerahiman ini menjadi tempat pengungsian dan pernaungan bagi semua jiwa, khususnya bagi para pendosa yang malang. Pada hari itu, terbukalah lubuk kerahiman-Ku, dan Aku meluapkan seluruh samudra rahmat ke atas jiwa-jiwa yang menghampiri sumber kerahiman-Ku. Jiwa yang mengaku dosa dan menyambut komuni kudus akan menerima pengampunan penuh atas dosa-dosanya dan akan bebas dari hukuman. Pada hari itu, akan terbukalah semua pintu bendungan ilahi untuk mengalirkan rahmat. Janganlah ada jiwa yang takut menghampiri Aku meskipun dosa-dosanya laksana kain yang merah padam. Kerahiman-Ku begitu besar sehingga sampai kekal tidak ada otak manusia atau malaikat yang dapat menyelaminya. Segala sesuatu yang ada muncul dari pangkuan kerahiman-Ku yang paling mesra. Setiap jiwa yang menjalin hubungan dengan Aku akan merenungkan kasih dan kerahiman-Ku sepanjang segala masa. Pesta Kerahiman Ilahi berasal dari kedalaman kemesraan-Ku sendiri. Aku ingin supaya pesta itu dirayakan secara meriah pada hari Minggu pertama sesudah Paskah. Umat manusia tak mungkin merasa tenteram sebelum berpaling kepada sumber kerahiman-Ku.”

(700) Pernah, aku sangat letih dan merasakan sakit yang nyeri. Ketika aku memberitahukannya kepada Muder Superior, aku menerima jawaban bahwa aku harus membiasakan diri dengan penderitaan. Aku mendengarkan segala yang dikatakan Muder kepadaku, dan sebentar kemudian aku keluar. Sebagaimana setiap orang tahu, Muder Superior kami memiliki kasih yang besar kepada sesama, khususnya kepada suster-suster yang sakit. Tetapi, sehubungan dengan aku, sangat tidak biasa bahwa Tuhan Yesus mengizinkan dia tidak memahami aku dan dalam hal ini, mencobai aku dengan sangat berat.

Dairi St. Faustina: 601 - 650

(601) Pernah, ketika salah seorang dari para suster kami jatuh sakit berat dan seluruh Kongregasi berhimpun di dekatnya, hadir juga seorang imam yang memberikan absolusi kepada suster itu. Tiba-tiba, aku melihat banyak roh kegelapan. Maka, tanpa menyadari kehadiran para suster, aku meraih pemercik air suci dan memercikkan air suci kepada roh-roh kegelapan itu, dan seketika itu mereka pun menghilang. Tetapi, ketika para suster datang ke ruang makan, Muder Superior menegur aku bahwa aku mestinya tidak memercik suster yang sakit di hadirat imam sebab pemercikan itu adalah tugas imam. Aku menerima teguran itu dengan roh penyesalan, tetapi air suci memang merupakan pertolongan besar bagi orang yang menghadapi ajal.

(602) Yesusku, Engkau tahu betapa lemahnya aku kalau hanya mengandalkan diriku sendiri. Oleh karena itu, Engkau sendiri mengarahkan urusan-urusanku. Dan aku tahu, ya Yesus, bahwa tanpa Engkau, aku tidak dapat berbuat apa-apa, tetapi bersama Engkau, aku mampu menghadapi hal-hal yang paling sulit sekalipun.

(603) 29 Januari 1936. Pada petang hari, ketika aku berada di dalam kamarku, tiba-tiba aku melihat suatu terang cemerlang dan sebuah salib abu-abu gelap menjulang di tengah terang itu. Tiba-tiba, aku merasa terserap ke dekat salib itu. Aku menatapnya dengan tajam, tetapi tidak dapat memahami suatu pun, dan karena itu aku berdoa, sambil bertanya apa artinya semua ini. Pada saat itu, aku melihat Tuhan Yesus, dan salib itu menghilang. Tuhan Yesus duduk di tengah terang cemerlang itu, dan kaki-Nya, sampai sebatas lutut, tenggelam dalam terang itu sehingga aku tidak dapat melihatnya. Yesus membungkuk kepadaku, memandangku dengan ramah dan berbicara kepadaku mengenai kehendak Bapa Surgawi. Ia memberitahukan kepadaku bahwa jiwa yang paling sempurna dan kudus adalah jiwa yang melakukan kehendak Bapa, tetapi jiwa seperti itu tidak banyak, dan bahwa Ia memandang dengan kasih istimewa kepada jiwa yang menghayati kehendak-Nya. Dan Yesus memberitahukan kepadaku bahwa aku melaksanakan kehendak Allah dengan sempurna “... dan karena alasan ini, Aku menyatukan diri-Ku denganmu dan bersatu denganmu secara mesra dan istimewa.”

            Dengan kasih yang tak terselami, Allah memeluk jiwa yang melaksanakan kehendak-Nya. Aku memahami betapa besarnya kasih Allah kepada kita, betapa sederhananya Ia meskipun tak terselami, dan betapa mudahnya kita menyatukan diri dengan Dia meskipun keagungan-Nya begitu besar. Tidak dengan seorang pun aku dapat menyatukan diri dengan begitu leluasa dan begitu mudah seperti aku menyatukan diri dengan Allah. Bahkan seorang ibu dan anaknya yang sungguh ia kasihi tidak dapat saling memahami sama seperti Allah dan aku. Ketika aku berada dalam persekutuan dengan Allah, aku melihat dua sosok pribadi tertentu; aku tahu situasi batin mereka. Mereka berada dalam situasi yang memprihatinkan, tetapi aku percaya bahwa mereka pun akan memuliakan kerahiman Allah.

(604) Pada saat yang sama, aku melihat seseorang dan keadaan jiwanya sebagian serta cobaan-cobaan berat yang dikirimkan Allah kepadanya. Penderitaan-penderitaan itu adalah penderitaan batin dan wujudnya yang sangat memilukan sehingga aku merasakan kasihan kepadanya dan berkata kepada Tuhan, “Mengapa Engkau memperlakukan dia seperti itu?” Dan Tuhan menjawab, “Demi mahkota yang bersusun tiga yang tersedia baginya.” Dan Tuhan juga membuat aku memahami kemuliaan yang tak terbayangkan  yang menantikan orang yang menderita seperti Yesus menderita di bumi ini. Orang ini akan menyerupai Yesus dalam kemuliaan-Nya. Bapa Surgawi akan mengakui dan memuliakan jiwa kita sejauh Ia melihat dalam diri kita suatu kemiripan dengan Putra-Nya. Aku memahami bahwa perpaduan dengan Yesus ini diberikan kepada kita sementara kita berada di bumi ini. Aku melihat jiwa-jiwa yang murni dan tak tercela yang atasnya Allah telah menimpakan keadilan-Nya; jiwa-jiwa ini adalah kurban yang menopang dunia dan yang menggenapi apa yang kurang dalam sengsara Yesus. Jumlah mereka tidak banyak. Aku sangat bersukacita bahwa Allah mengizinkan aku mengetahui jiwa-jiwa seperti itu.

(605) O Tritunggal Yang Kudus, Allah Yang Kekal, aku bersyukur kepada-Mu karena mengizinkan aku mengetahui kebesaran dan keberagaman tingkat kemuliaan yang akan dicapai oleh jiwa-jiwa. Oh, betapa besar perbedaan antara tingkat yang satu dan tingkat yang lain; semua itu terkait dengan dalamnya pengetahuan tentang Allah. Oh, kalau saja manusia dapat mengetahui hal ini! O Allahku, kalau saja aku dapat mencapai satu tingkat lebih tinggi, aku akan dengan senang hati menderita semua siksaan para martir sekaligus. Sungguh, semua siksaan itu tampak bukan apa-apa bagiku dibandingkan dengan kemuliaan yang menantikan kita untuk selama-lamanya. O Tuhan, benamkanlah jiwaku di dalam samudra ke-Allahan-Mu dan berilah aku rahmat untuk mengenal Engkau; sebab semakin baik aku mengenal Engkau, semakin besar kerinduanku akan Dikau, dan semakin berkobar kasihku akan Dikau. Dalam jiwaku, aku merasakan suatu jurang yang tak terselami yang hanya dapat ditimbuni oleh Allah. Dalam Dia, aku hanyut seperti setetes air lenyap di dalam samudra. Tuhan telah memancarkan sinar-Nya kepada kepapaanku seperti sinar matahari memancar ke atas padang gurun yang gersang dan berbatu. Namun, di bawah pengaruh sinar-Nya, jiwaku telah dipenuhi dengan tanaman, bunga-bungaan, dan buah, dan telah menjadi suatu taman indah tempat Ia beristirahat.

(606) Ya Yesusku, meskipun rahmat-Mu begitu banyak, aku menyadari dan merasakan semua kepapaanku. Aku memulai hariku dengan pertempuran dan mengakhirinya juga dengan pertempuran. Begitu aku mengatasi satu tantangan, sepuluh tantangan yang lain muncul menggantikan tempatnya. Tetapi, aku tidak takut sebab aku tahu bahwa inilah saat pertempuran, bukan saat damai. Ketika beban pertempuran menjadi terlalu berat bagiku, aku menghempaskan diriku seperti seorang anak ke dalam pelukan Bapa Surgawi dan berharap aku tidak akan binasa. O Yesusku, betapa aku condong kepada kejahatan, dan ini memaksaku untuk terus menerus waspada. Tetapi aku tidak putus asa. AKu percaya akan rahmat Allah yang berlimpah-limpah di tengah kepapaan yang paling memprihatinkan.
(607) Di tengah kesulitan dan penderitaan yang paling berat, aku tidak kehilangan damai batin atau keseimbangan lahiriah, dan hal ini membuat musuh-musuhku berkecil hati. Kesabaran dalam penderitaan memberikan kekuatan kepada jiwa.

(608) 2 Februari [1936]. Pada pagi hari, ketika bel membangunkan, aku sedemikian dikuasai oleh rasa kantuk yang tidak dapat kuusir sehingga aku melompat ke dalam air dingin, dan sesudah dua menit rasa kantuk itu lenyap. Ketika aku datang untuk meditasi seonggok pikiran yang kacau mengerubuti kepadaku, sedemikian banyak sehingga aku harus bergulat selama seluruh acara meditasi. Hal yang sama terjadi selama aku berdoa, tetapi ketika misa mulai, suatu keheningan dan sukacita yang luar biasa memenuhi hatiku. Baru kemudian, aku melihat Bunda Tersuci bersama Bayi Yesus, dan Orang Tua yang Kudus berdiri di belakang mereka. Bunda Tersuci berkata kepadaku, “Inilah hartaku yang paling bernilai,” dan ia menyodorkan Bayi Yesus kepadaku. Ketika aku menerima Bayi Yesus dengan tanganku, Bunda Allah dan St. Yusuf menghilang. Aku ditinggalkan sendirian bersama Bayi Yesus.

(609) Aku berkata kepada-Nya, “Aku tahu bahwa Engkau adalah Tuhan dan Penciptaku meskipun Engkau begitu kecil.” Yesus merentangkan tangan-Nya yang mungil kepadaku dan memandangku dengan tersenyum. Rohku dipenuhi dengan sukacita yang tiada bandingnya. Kemudian, tiba-tiba Yesus menghilang, dan tibalah saat komuni kudus. Aku berjalan bersama suster-suster lain ke meja kudus, jiwaku sangat terharu. Sesudah komuni kudus aku mendengar kata-kata ini di dalam jiwaku, “Aku, yang sudah engkau peluk dalam tanganmu, kini ada di dalam hatimu.” Kemudian, aku memohon kepada Yesus agar memberikan kepadanya rahmat untuk berjuang, dan untuk mengambil pencobaan ini dari dia. “Seperti yang engkau minta, demikianlah akan terjadi, tetapi ganjarannya tidak akan berkurang.” Sukacita meraja di dalam hatiku karena Allah begitu baik dan rahim; Allah memberikan segala sesuatu yang kita minta kepada-Nya dengan penuh harapan.

(610) Sesudah setiap pembicaraan dengan Tuhan, jiwaku beroleh kekuatan yang luar biasa, suatu ketenangan yang mendalam meliputi jiwaku dan memberiku keberanian sedemikian rupa sehingga aku tidak takut akan apa pun di dunia ini, tetapi hanya takut kalau aku membuat Yesus bersedih.

(611) O Yesusku, aku minta dengan sangat demi kebaikan Hati-Mu yang amat manis, biarlah murka-Ku mereda dan tunjukkanlah kerahiman-Mu kepada kami. Semoga luka-luka-Mu menjadi perisai yang melindungi kami terhadap keadilan Bapa-Mu. Aku sudah mengenal Engkau, ya Allah, sebagai sumber kerahiman, yang memberikan kehidupan dan makanan kepada setiap jiwa. O betapa besarnya kerahiman Tuhan; ia melebihi semua sifat-Nya yang lain! Kerahiman adalah sifat Allah yang paling besar; segala sesuatu yang ada di sekelilingku berbicara mengenai hal ini kepadaku. Kerahiman adalah sumber hidup jiwa-jiwa dan belas kasihan-Nya tidak terbatas. O Tuhan, pandanglah kami dan perlakukanlah kami menurut belas kasih-Mu yang tak terbilang, menurut kerahiman-Mu yang besar.

(612) Sekali waktu, aku ragu-ragu apakah yang telah terjadi padaku sungguh-sungguh melukai Hati Tuhan Yesus atau tidak. Karena tidak dapat memecahkan keragu-raguan ini, aku memutuskan untuk tidak menyambut komuni sebelum pergi kepada pengakuan dosa walaupun aku langsung menyesalinya sebab sudah menjadi kebiasaanku untuk minta ampun sesudah melakukan pelanggaran yang paling ringan sekalipun. Selama hari-hari itu, ketika aku tidak menerima komuni kudus, aku tidak merasakan kehadiran Allah. Ini mengakibatkan rasa sakit yang tak terperikan dalam diriku, tetapi aku menanggungnya sebagai hukuman untuk dosaku. Tetapi pada saat pengakuan dosa, aku dipersalahkan karena tidak pergi menyambut komuni kudus sebab apa yang terjadi padaku bukanlah suatu halangan untuk menyambut komuni kudus, dan tiba-tiba aku melihat Tuhan Yesus yang berkata kepadaku, “Putri-Ku, ketahuilah bahwa karena tidak menyatukan diri dengan-Ku dalam komuni kudus, engkau telah menyebabkan Aku berduka, dan dukacita-Ku karena hal ini lebih besar daripada dukacita-Ku karena pelanggaran yang kecil itu.”

(613) Pada suatu hari, aku melihat suatu kapel kecil dan di dalamnya enam suster sedang menyambut komuni kudus dari bapak pengakuan kami, yang mengenakan superpli dan stola. Di kapel itu, tidak ada hiasan dan tidak ada bangku tempat berlutut. Sesudah komuni kudus, aku melihat Tuhan Yesus sebagaimana Ia tampak dalam Gambar [Kerahiman Ilahi] itu. Yesus berjalan pergi dan aku memanggil-Nya, “Bagaimana Engkau dapat melewati aku dan tidak mengatakan suatu pun kepadaku, Tuhan? Tanpa Engkau, aku tidak akan berbuat suatu pun; Engkau harus tinggal bersamaku dan memberkati aku, dan juga Kongregasi ini serta Tanah Airku.” Yesus membuat tanda salib dan berkata, “Jangan takut akan suatu pun; Aku senantiasa menyertai engkau.”

(614) Pada dua hari terakhir menjelang Masa Prapaskah, kami menyelenggarakan suatu adorasi penyilihan bersama anak-anak asrama. Dalam kedua ibadat itu, aku melihat Tuhan Yesus seperti ketika Ia baru saja didera. Jiwaku merasakan sakit yang amat nyeri; rasanya aku mengalami semua siksaan Yesus itu dalam tubuh dan jiwaku sendiri.

(615) 1 Maret 1936. Hari ini, dalam misa kudus, aku mengalami suatu kekuatan dan dorongan yang aneh untuk mulai mewujudkan keinginan-keinginan Allah. Aku memiliki suatu pemahaman yang sedemikian jelas mengenai hal-hal yang telah diminta Tuhan dariku sehingga kalau aku berkata bahwa aku tidak memahami apa yang diminta Allah dariku, aku tentu berbohong sebab Tuhan membuat aku mengetahui kehendak-Nya dengan sedemikian jelas dan gamblang sehingga aku tidak mempunyai bayangan keraguan sedikit pun mengenai semua itu. Aku sungguh menyadari bahwa aku tidak boleh menunda lebih lama lagi pelaksanaan keinginan Tuhan demi kemuliaan-Nya dan demi manfaat bagi sejumlah besar jiwa-jiwa; penundaannya akan merupakan sikap tak tahu terima kasih yang paling berat, karena Tuhan sedang menggunakan aku, alat yang papa ini, untuk mewujudkan rencana-rencana  kerahiman-Nya yang kekal. Sungguh, betapa tidak tahu terima kasih kalau jiwaku menangguhkan pemenuhan kehendak Allah lebih lama lagi. Tidak ada suatu pun yang akan menahan aku lebih lama lagi, entah itu penganiayaan, penderitaan, cemooh, ancaman, permohonan, kelaparan, kedinginan, bujuk rayu, persahabatan, penderitaan, sahabat atau musuh; entah itu hal-hal yang sekarang aku alami atau hal-hal yang akan datang di masa depan bahkan kebencian neraka - tidak ada suatu pun yang akan menghalangi aku melaksanakan kehendak Allah.

            Aku tidak mengandalkan kekuatanku sendiri, tetapi kemahakuasaan Allah. Sebab, sebagaimana Ia memberi aku rahmat untuk mengenal kehendak-Nya yang kudus, demikian juga Ia akan memberi aku rahmat untuk memenuhinya. Aku sungguh harus mengakui bahwa sering kali kodratku yang rendah menolak hal ini, sambil menyatakan keinginan-keinginan pribadiku; dan hal itu mengakibatkan suatu pergulatan yang sengit dalam jiwaku, seperti pergulatan yang dialami Yesus di Taman Zaitun. Oleh karena itu, aku pun berseru kepada Allah, Bapa Yang Kekal, “Kalau mungkin, ambillah piala ini dariku, tetapi, bagaimanapun, bukan kehendakku melainkan kehendak-Mulah yang harus terjadi, O Tuhan; terjadilah kehendak-Mu!” Apa yang segera menimpaku bukanlah suatu rahasian bagiku! Tetapi, dengan kesadaran penuh, aku menerima apa pun yang Engkau sampaikan kepadaku, o Tuhan. Aku mengandalkan Engkau, ya Allah yang maharahim, dan aku ingin menjadi orang pertama yang menyatakan kepada-Mu kepercayaan yang Engkau tuntut dari jiwa-jiwa. O Kebenaran Kekal, bantulah aku dan terangilah aku di sepanjang jalan hidupku, dan buatlah kehendak-Mu digenapi dalam diriku.

            Allahku, aku tidak menginginkan suatu pun kecuali memenuhi kehendak-Mu. Aku tidak peduli apakah itu akan mudah atau sulit. Aku merasakan desakan yang luar biasa yang mendorong aku untuk bertindak. Hanya satu hal yang dapat menahan aku, yakni ketaatan suci. O Yesusku, di satu pihak Engkau mendesak aku, dan di lain pihak Engkau menopang aku dan menghambat aku. Dalam hal ini pun, o Yesusku, terjadilah kehendak-Mu yang kudus.

            Selama berhari-hari, tanpa terputus, aku terus berada dalam situasi ini. Kekuatan fisikku menurun, dan meskipun aku tidak berbicara kepada seorang pun mengenai hal ini, Muder Superior memperhatikan kepedihanku dan mengatakan bahwa penampilanku tidak seperti biasanya dan sangat pucat. Ia menyuruh aku pergi tidur lebih awal dan tidur lebih lama; dan pada petang hari, ia menyuruh membawa semangkuk susu hangat kepadaku. Ia memiliki hati seorang bunda, penuh perhatian, dan selalu berusaha menolongku. Tetapi, dalam kaitan dengan penderitaan batin, hal-hal lahiriah tidak mempunyai pengaruh sedikit pun, dan semua itu tidak membawa banyak kelegaan. Dari kamar pengakuanlah aku menimba kekuatan dan mendapat penghiburan karena aku tahu bahwa tidak lama lagi aku akan dapat bertindak.

(616) Pada hari Kamis, ketika aku pergi ke kamarku, aku melihat di atasku Hosti kudus yang bersinar cemerlang. Kemudian aku mendengar suatu suara yang agaknya datang dari Hosti itu, “Dalam Hostilah kekuatanmu; ia akan membela engkau.” Sesudah kata-kata itu, penglihatan itu pun lenyap, tetapi suatu kekuatan yang luar biasa menyusup ke dalam jiwaku, dan suatu terang aneh yang membuat aku melihat dengan jelas wujud nyata dari kasih kita kepada Allah, yakni melakukan kehendak-Nya.

(617) O Tritunggal kudus, Bapa Kekal, aku ingin bersinar dalam mahkota kerahiman-Mu laksana permata kecil yang keindahannya bergantung pada sinar terang-Mu dan pada kerahiman-Mu yang tak terselami. Segala yang indah di dalam jiwaku adalah milik-Mu, ya Allah; dari diriku sendiri, aku bukanlah apa-apa.

(618) Pada awal Masa Prapaskah, aku minta kepada bapak pengakuanku sejumlah mati raga untuk masa puasa ini. Aku diminta untuk tidak mengurangi makananku tetapi, sementara makan, aku harus merenungkan bagaimana Tuhan Yesus, yang tergantung pada salib, mengecap cuka dan empedu. Inilah yang harus menjadi mati ragaku. Aku tidak tahu bahwa ini akan sangat bermanfaat bagi jiwaku. Manfaat itu adalah bahwa aku terus menerus merenungkan sengsara-Nya yang pedih; dengan demikian, sementara makan, aku tidak menikmati apa yang sedang kumakan, tetapi merenungkan kematian Tuhanku.

(619) Pada awal Masa Prapaskah ini, aku juga minta agar cara pemeriksaan batin khusus diubah. Maka, aku disuruh melakukan segala sesuatu dengan ujud yang murni yakni untuk memberi penyilihan bagi para pendosa yang malang. Ujud ini membuatku tetap dalam kesatuan yang tak terputus dengan Allah, dan ujud ini menyempurnakan kegiatan-kegiatanku sebab segala kegiatanku itu aku lakukan bagi jiwa-jiwa yang tak dapat mati. Segala kerja keras dan keletihan serasa bukan apa-apa ketika aku memikirkan bahwa semua itu mendamaikan jiwa-jiwa yang berdosa dengan Allah.

(620) Pengajarku adalah Maria. Ia selalu mengajar aku bagaimana hidup bagi Allah. Rohku semakin cemerlang berkat kelembutan dan kerendahan hatimu, o Maria.

(621) Sekali peristiwa, aku bersujud di kapel untuk adorasi lima menit dan berdoa untuk jiwa tertentu. Pada saat itu, aku mulai mengerti bahwa Allah tidak selalu mengabulkan permohonan-permohonan kita bagi jiwa-jiwa yang kita pikirkan, tetapi menyalurkannya kepada jiwa-jiwa lain. Jadi, bisa saja doa kita tidak meringankan jiwa-jiwa yang kita doakan agar dilegakan dalam penderitaan mereka di Purgatorium, tetapi doa kita itu toh tidak sia-sia.

(622) Persatuan mesra suatu jiwa dengan Allah. Allah menghampiri suatu jiwa dengan cara istimewa yang hanya diketahui oleh Allah sendiri dan oleh jiwa itu. Tidak seorang pun memahami kesatuan yang misterius ini. Kesatuan ini dikuasai oleh cinta, dan segala sesuatu dicapai hanya oleh cinta. Yesus memberikan diri-Nya kepada jiwa dengan cara yang lembut dan manis, dan dalam lubuk hati-Nya terdapat damai. Ia memberikan kepada jiwa banyak rahmat dan membuat jiwa itu mampu membagikan pikiran-pikiran-Nya yang kekal. Dan sering kali, Allah menyatakan kepadanya rencana-rencana ilahi-Nya.

(623) Pastor Andrasz memberitahukan kepadaku bahwa adalah hal yang baik kalau dalam Gereja Allah ada sekelompok jiwa yang terus menerus memohon kerahiman-Nya sebab pada kenyataannya kita semua membutuhkan kerahiman itu. Sesudah kata-kata ini, suatu terang yang luar biasa cemerlang memenuhi jiwaku. Oh, betapa baiknya Tuhan!

(624) 18 Maret 1936. Pernah, aku minta kepada Tuhan Yesus untuk mengambil langkah pertama dengan menciptakan beberapa perubahan atau menampilkan beberapa peristiwa eksternal, atau dengan membiarkan mereka mengusir aku karena  tidak mungkin aku meninggalkan Kongregasi atas prakarsaku sendiri. Dan lebih dari tiga jam aku merasakan sakratulmaut memikirkan  hal ini. Aku tidak dapat berdoa, tetapi terus menaklukkan kehendakku kepada kehendak Allah.

            Keesokan harinya, Muder Superior memberitahukan kepadaku bahwa Muder Jenderal memindahkan aku ke Warsawa. Aku menjawab kepada Muder bahwa barangkali aku tidak akan pergi ke Warsawa, tetapi akan langsung meninggalkan [Kongregasi] dari sini. Aku memandang ini sebagai tanda eksternal yang sudah aku minta dari Allah. Muder Superior tidak menjawab, tetapi sesudah beberapa waktu ia memanggilku lagi dan berkata, “Engkau tahu apa, Suster, pergilah saja, dan jangan mencemaskan bahwa perjalanan ini hanya akan membuang-buang waktu, juga kalau engkau akan langsung kembali ke sini.” Aku menjawab, “Baiklah, aku akan pergi,” meskipun hatiku dicekam oleh rasa sakit sebab aku tahu bahwa dengan perjalanan ini semua urusan akan tertunda. Tetapi, aku selalu berusaha taat, apa pun yang terjadi.

(625) Pada petang hari, ketika aku berdoa, Bunda Allah berkata kepadaku, “Hidupmu harus seperti hidupku: sunyi dan tersembunyi, tak henti-hentinya bersatu dengan Allah, berdoa bagi umat manusia, dan menyiapkan dunia untuk kedatangan Tuhan yang kedua.”

(626) Pada petang hari, dalam kebaktian kepada Sakramen Mahakudus, selama beberapa waktu, jiwaku berada dalam persekutuan dengan Allah Bapa. AKu merasakan bahwa aku berada di tangan-Nya seperti seorang anak kecil, dan aku mendengar kata-kata ini di dalam jiwaku, “Jangan takut akan suatu pun, Putri-Ku; semua lawan akan hancur di kaki-Ku.” Mendengar kata-kata ini, suatu damai yang mendalam dan ketenangan batin yang luar biasa menyelimuti jiwaku.

(627) Pernah, aku mengeluh kepada Tuhan bahwa Ia telah menarik pertolongan-Nya dariku dan bahwa aku akan sendirian lagi dan tidak akan mengetahui apa yang harus kukerjakan. Ketika itu juga aku mendengar kata-kata ini, “Jangan takut; Aku senantiasa menyertai engkau.” Sesudah mendengar kata-kata ini, suatu damai yang mendalam sekali lagi menyusup ke dalam jiwaku. Kehadiran-Nya meresapi diriku sepenuh dengan cara yang tidak dapat aku rasakan. Rohku dibanjiri dengan sinar dan tubuhku juga ikut merasakannya.

(628) Pada petang hari terakhir sebelum keberangkatanku dari Vilnius, seorang suster yang sudah tua mengungkapkan keadaan jiwanya kepadaku. Ia berkata bahwa ia sudah menderita batin selama beberapa tahun: ia merasa bahwa semua pengakuan dosanya tidak baik, dan ia menjadi ragu-ragu apakah Tuhan Yesus telah mengampuninya. Aku bertanya kepadanya apakah ia sudah menceritakan kepada bapak pengakuannya mengenai hal ini. Ia menjawab bahwa ia telah banyak kali berbicara mengenai hal ini kepada bapak pengakuannya dan “... para bapak pengakuan selalu mengatakan kepadaku supaya hatiku tenang, tetapi aku tetap saja sangat menderita, dan tidak ada suatu pun yang membuat hatiku merasa lega, dan terus menerus aku merasa bahwa Allah belum mengampuniku.” Aku menjawab, “Engkau harus menaati bapak pengakuanmu, Suster, dan hendaklah hatimu sungguh damai sebab ini sungguh godaan.”

            Tetapi, ia meminta kepadaku dengan berlinang air mata untuk bertanya kepada Yesus apakah Ia telah mengampuninya dan apakah pengakuan-pengakuannya itu baik atau tidak. Aku menjawab dengan tegas, “Bertanyalah sendiri kepada-Nya, Suster, kalau engkau tidak percaya kepada para bapak pengakuanmu!” Tetapi, ia memegang tanganku erat-erat dan tidak mau membiarkan aku pergi sebelum aku memberinya suatu jawaban, dan ia tetap minta kepadaku supaya berdoa untuknya dan untuk memberitahukan kepadanya apa yang dikatakan Yesus kepadaku tentang dia. Sambil menangis pedih, ia tidak mau membiarkan aku pergi dan berkata kepadaku, “Aku tahu bahwa Tuhan Yesus berbicara kepadamu, Suster.” Karena ia terus memegangi tanganku dan aku tidak dapat melepaskan diri, maka aku berjanji kepadanya bahwa aku akan berdoa baginya. Pada petang hari, dalam kebaktian kepada Sakramen Mahakudus, aku mendengar kata-kata ini dalam jiwaku, “Katakan kepadanya bahwa ketidakpercayaannya melukai Hati-Ku lebih daripada dosa-dosa yang ia lakukan.” Ketika aku mengatakan hal ini kepadanya, ia mulai menangis seperti seorang anak, dan sukacita yang besar memenuhi jiwanya. Aku tahu bahwa Allah ingin menghibur jiwa ini melalui aku. Meskipun itu menuntut banyak pengurbanan dariku, aku memenuhi keinginan Allah.

(629) Ketika aku masuk ke kapel sejenak pada petang yang sama, untuk bersyukur kepada Allah karena segala rahmat yang telah Ia berikan kepadaku di rumah ini, tiba-tiba kehadiran Allah melingkupi aku. Aku merasa seperti seorang anak dalam pelukan bapak yang paling baik, dan aku mendengar kata-kata ini, “Jangan takut akan suatu pun. AKu senantiasa menyertaimu.” Kasih-Nya meresapi seluruh diriku. Aku merasa bahwa aku sedang menjalin kesatuan yang sedemikian mesra dengan Dia sehingga aku tidak dapat menemukan kata-kata untuk mengungkapkannya.

(630) Dalam perjalanan ke Warsawa, aku melihat salah satu dari tujuh roh berada di dekatku, cemerlang seperti pada waktu-waktu yang sudah, dalam bentuk suatu sinar cemerlang. Ketika aku berada di kereta api, aku melihat dia terus menerus berada di sampingku. Di setiap gereja yang kami lalui, aku melihat seorang malaikat berdiri, di kelilingi oleh sebuah terang yang tidak mencolok seperti terang roh yang telah menemaniku dalam perjalanan, dan masing-masing roh yang menjaga gereja-gereja itu menundukkan kepala kepada roh yang ada di dekatku.

            Ketika aku memasuki pintu biara di Warsawa, roh itu menghilang. Aku bersyukur kepada Allah atas kebaikan-Nya sehingga Ia memberi kita para malaikat untuk menemani perjalanan kami. Oh, betapa manusia kurang menyadari kenyataan bahwa di dekat mereka selalu ada tamu yang sekaligus menjadi saksi atas segala sesuatu! Hai orang-orang berdosa, ingatlah bahwa engkau pun memiliki saksi yang selalu melihat segala perbuatanmu.

(631) O Yesusku, kebaikan-Mu melampaui segala pengertian, dan tidak seorang pun akan menghabiskan kerahiman-Mu. Hukuman ditetapkan bagi jiwa yang memang ingin dihukum; tetapi bagi jiwa yang menginginkan keselamatan, tersedia samudra kerahiman Tuhan yang tak kunjung habis; dari sana jiwa itu selalu dapat menimba kerahiman. Bagaimana wadah yang kecil dapat menampung samudra yang tak terselami?

(632) Ketika aku akan meninggalkan para suster dan sudah siap berangkat, salah seorang dari mereka minta maaf kepadaku karena selama ini sedikit sekali membantuku dalam melaksanakan tugas-tugasku; ia minta maaf tidak hanya karena kelalaiannya menolong aku, tetapi juga karena telah berusaha membuat banyak hal lebih menyulitkan aku. Tetapi, dalam hatiku sendiri, aku memandangnya sebagai penolong yang besar sebab ia telah melatih aku dalam kesabaran sampai ke tingkat tertentu sehingga salah seorang suster tua pernah berkata, “Sr. Faustina pastilah atau seorang dungu atau seorang santa sebab sungguh, seorang yang biasa-biasa tidak akan tahan menghadapi seorang yang terus menerus melakukan hal-hal yang sedemikian karena dengki.” Tetapi, selama ini aku selalu mendekatinya dengan kehendak baik. Suster yang satu ini memang telah berusaha membuat pekerjaanku lebih sulit sampai pada titik bahwa meski aku berusaha sungguh-sungguh, ia kadang-kadang berhasil menghancurkan apa yang sudah aku kerjakan dengan baik. Pada hari perpisahan kami, seolah-olah ia mau memberi kesan baik dengan aku, dan karena itu ia minta maaf kepadaku. Aku tidak mau menguji ketulusan maksudnya, tetapi menerimanya sebagai suatu cobaan dari Allah ...

(633) Aku sangat heran bagaimana orang dapat sedemikian iri hati. Apabila aku melihat kebaikan orang lain, aku bersukacita karenanya seolah-olah itu juga merupakan kebaikanku. Sukacita orang lain adalah sukacitaku, dan penderitaan orang lain adalah penderitaanku; kalau tidak, aku tidak akan berani menyatukan diri dengan Tuhan Yesus. Roh Yesus selalu sederhana, lemah lembut, dan tulus; segala kedengkian, kecemburuan, dan kemunafikan yang diselubungi dengan senyum kehendak baik adalah setan-setan kecil yang licik. Perkataan keras yang mengalir dari kasih yang tulus tidak pernah melukai hati.

(634) 22 Maret [1936]. Ketika aku tiba di Warsawa, aku pergi ke kapel kecil sejenak untuk bersyukur kepada Tuhan atas perjalanan yang aman. Aku juga mohon kepada Tuhan untuk memberiku pertolongan dan rahmat yang aku perlukan untuk segala sesuatu yang harus kuhadapi di sini. Aku menyerahkan diriku dalam segala sesuatu kepada kehendak-Nya yang kudus. Dan aku mendengar kata-kata ini, “Jangan takut akan suatu pun; segala kesulitan akan bermanfaat untuk penggenapan kehendak-Ku.”

(635) 25 Maret. Pada pagi hari, dalam meditasi, kehadiran Allah melingkupi aku secara istimewa karena aku menyaksikan keagungan Allah yang tiada tara dan, pada saat yang sama, kerelaan-Nya turun kepada ciptaan-Nya. Kemudian aku melihat Bunda Allah, yang berkata kepadaku, “Oh, betapa menyenangkan Hati Allah jiwa yang dengan setia mengikuti bisikan-bisikan rahmat-Nya! Aku memberikan Juru Selamat kepada dunia; dan engkau, engkau harus berbicara kepada dunia mengenai kerahiman-Nya yang besar dan mempersiapkan dunia untuk kedatangan-Nya yang kedua. Ia akan datang, bukan sebagai Juru Selamat yang rahim, melainkan sebagai Hakim yang adil. Oh, betapa mengerikan hari itu! Sudah ditentukan hari penghakiman, hari kemurkaan ilahi. Para malaikat pun gemetar menghadapinya. Sementara masih ada waktu untuk [memberikan] kerahiman, berbicaralah kepada jiwa-jiwa tentang kerahiman yang besar ini. Kalau sekarang engkau tinggal diam, pada hari yang mengerikan itu engkau harus mempertanggungjawabkan keselamatan sejumlah besar jiwa. Jangan takut. Setialah sampai akhir. Aku simpati denganmu.”

(636) Ketika aku tiba di Walendow, salah seorang suster memberiku sambutan ini, “Suster, kini segala sesuatu di sini akan menjadi baik karena engkau telah datang kepada kami di sini.” Aku berkata kepadanya, “Mengapa engkau berkata demikian, Suster?” Ia menjawab bahwa ia merasakan hal ini di dalam jiwanya. Suster ini adalah orang yang sungguh penuh kesederhanaan dan sangat menyenangkan Hati Yesus. Rumah itu sungguh sedang berada dalam kesulitan berat ... Aku tidak akan menyebutkan semuanya di sini.

(637) Pengakuan dosa. Ketika aku mempersiapkan diri untuk pengakuan dosa, aku berkata kepada Yesus, yang tersembunyi dalam Sakramen Mahakudus, “Yesus, aku mohon kepada-Mu untuk berbicara kepadaku melalui mulut imam ini. Dan, ini akan menjadi suatu tanda bagiku sebab ia tidak tahu sama sekali bahwa Engkau menghendaki aku mendirikan Kongregasi Kerahiman Ilahi itu. Suruhlah ia mengatakan sesuatu kepadaku mengenai kerahiman ini.”

            Ketika aku mendekati kamar pengakuan dan mulai pengakuan dosaku, imam menyelaku dan mulai menuturkan kepadaku tentang kerahiman Allah yang besar, dan ia berkata dengan lebih tegas mengenai hal ini daripada yang pernah aku dengar dari siapa pun sebelumnya. Dan ia bertanya kepadaku, “Apakah engkau tahu bahwa kerahiman Tuhan lebih besar daripada segala karya-Nya, yakni bahwa kerahiman, itu merupakan mahkota dari segala karya-Nya?” Dan, aku mendengarkan dengan penuh perhatian kata-kata yang dikatakan Tuhan lewat mulut imam ini. Memang, aku percaya bahwa selalu Allahlah yang berbicara lewat mulut imam dalam pengakuan dosa. Tetapi pada kesempatan ini, aku mengalaminya secara istimewa.

            Sungguh, aku tidak mengungkapkan suatu pun tentang kehidupan ilahi yang ada di dalam jiwaku, dan hanya mengakui pelanggaran-pelanggaranku. Tetapi, imam itu sendiri menyampaikan kepadaku amat banyak hal tentang apa yang ada dalam jiwaku dan mewajibkan aku untuk setia kepada bisikan-bisikan Allah. Ia berkata kepadaku, “Engkau akan meniti kehidupanmu bersama  Allah, yang setia menanggapi setiap bisikan ilahi.” O Yesusku, siapa yang dapat memahami kebaikan-Mu?

(638) Yesus, jauhkanlah dariku pikiran-pikiran yang tidak selaras dengan kehendak-Mu. Aku tahu bahwa kini tidak ada suatu pun yang mengikat aku kepada bumi ini selain karya kerahiman ini.
(639) Kamis. Dalam adorasi petang hari, aku melihat Yesus didera dan disiksa. Ia berkata kepadaku, “Putri-Ku, Aku menghendaki agar dalam hal-hal yang paling kecil pun engkau mengandalkan bapak pengakuanmu. Pengurbanan-pengurbananmu yang paling besar pun tidak menyenangkan Hati-Ku kalau engkau laksanakan tanpa izin bapak pengakuanmu; sebaliknya, pengurbanan-pengurbanan yang paling kecil pun memiliki makna yang besar dalam pandangan-Ku kalau pengurbanan itu dilakukan dengan izinnya. Pekerjaan-pekerjaan yang amat besar pun tidak bernilai dalam pandangan-Ku kalau dilakukan berdasarkan kemauan sendiri. Sering kali pekerjaan-pekerjaan seperti itu tidak selaras dengan kehendak-Ku dan lebih mendatangkan hukuman daripada pahala. Dan di lain pihak, bahkan kegiatanmu yang paling kecil pun, kalau engkau lakukan dengan izin bapak pengakuanmu, menyenangkan dalam pandangan-Ku dan sangat membahagiakan Aku. Berpegang teguhlah selalu pada kata-kata-Ku ini. Tetaplah waspada karena banyak jiwa akan berpaling dari pintu neraka dan akan memuji kerahiman-Ku. Janganlah takut akan suatu pun karena Aku selalu menyertaimu. Ketahuilah bahwa dari dirimu sendiri engkau tidak dapat melakukan suatu pun.”

(640) Pada Jumat pertama dalam bulan, sebelum komuni, aku melihat suatu sibori besar penuh dengan Hosti kudus. Sebuah tangan menempatkan sibori itu di hadapanku, dan aku mengambilnya dengan tanganku. Ada seribu Hosti hidup di dalamnya. Kemudian aku mendengar suatu suara, “Inilah Hosti yang sudah disambut oleh jiwa-jiwa yang, berkat doamu, telah memperoleh rahmat pertobatan sejati selama Masa Prapaskah ini.” Ini terjadi sepekan sebelum Jumat Agung. Waktu itu aku meluangkan seluruh hari dalam renungan batin, sambil menghampakan diri demi keselamatan jiwa-jiwa.

(641) Oh, betapa menggembirakan menghampakan diri demi keselamatan jiwa-jiwa yang kekal! Aku tahu bahwa biji gandum harus ditumbuk dan digiling supaya menjadi makanan. Demikian pula, aku harus menjadi hancur agar berguna bagi Gereja dan jiwa-jiwa meskipun secara lahiriah tidak seorang pun akan memperhatikan pengurbananku. O Yesus, sama seperti roti kecil ini yang tidak ditangkap oleh satu mata pun, secara lahiriah aku ingin tersembunyi, tetapi aku tetap menjadi roti yang dikuduskan kepada-Mu.

(642) Minggu Palma. Pada hari Minggu ini, secara istimewa aku mengalami perasaan-perasaan Hati Yesus yang amat manis. Rohku berada di tempat Yesus berada. Aku melihat Yesus mengendarai seekor anak keledai, dan para murid serta khalayak ramai menyertai Tuhan Yesus dengan sukacita sambil memegang ranting-ranting di tangan. Beberapa orang menghamparkan ranting-ranting di jalan yang akan dilalui Tuhan, sementara yang lain mengangkat ranting-ranting mereka ke atas, sambil melompat-lompat di hadapan Tuhan tanpa tahu apa yang sebaiknya mereka lakukan karena sukacita. Dan aku melihat khalayak lain yang juga datang untuk menemui Yesus, juga dengan wajah berseri-seri dan dengan ranting-ranting di tangan, dan tak henti-hentinya mereka bersorak kegirangan. Di sana ada juga anak-anak kecil. Yesus tampak sangat serius, dan pada saat itu Tuhan membuatku tahu betapa banyak Ia harus menderita. Pada seketika itu juga, aku tidak melihat suatu pun kecuali Yesus, yang Hati-Nya ditimbuni dengan sikap tidak tahu terima kasih.

(643) Pengakuan tiga bulanan. Pastor Bukowski. Ketika suatu kekuatan batin mendorong aku lagi untuk tidak menunda masalah ini, aku tidak mampu menemukan damai. Aku memberi tahu bapak pengakuan, Pastor Bukowski menjawabku, “Suster, ini adalah suatu kekeliruan. Tuhan Yesus tidak dapat meminta hal seperti ini. Engkau telah mengikrarkan kaul kekal. Semua ini adalah khayalan. Engkau sedang menghadapi sejenis bidah!” Dan, ia berteriak kepadaku, hampir dengan sekuat suaranya. AKu bertanya kepadanya, benarkah semua ini hanya sebuah khayalan, dan ia berkata, “Ya, semuanya!” “Jadi, katakan kepadaku langkah apa yang harus kuambil.” “Baik, Suster, engkau tidak boleh menuruti bisikan apa pun. Engkau harus membuang semua ini dari pikiranmu. Engkau tidak usah memperhatikan apa yang engkau dengar dalam jiwamu dan cobalah melaksanakan tugas-tugas lahiriah dengan baik. Jangan lagi memikirkan hal-hal ini dan jauhkanlah sama sekali dari pikiranmu.” Aku menjawab, “Baik, sampai sekarang, aku telah mengikuti hati nuraniku, tetapi sekarang, Bapak, karena engkau menyuruhku agar tidak memperhatikan suara batinku, aku tidak akan lagi berbuat demikian.” Kemudian ia berkata, “Kalau Tuhan Yesus memberitahukan lagi sesuatu kepadamu, katakan itu kepadaku, tetapi engkau tidak boleh langsung bertindak.” Aku menjawab, “Baik. AKu akan berusaha taat.” Aku tidak tahu mengapa Pastor Bukowski menjadi begitu keras.

(644) Ketika aku meninggalkan kamar pengakuan, banyak sekali pemikiran menghimpit jiwaku. Buat apa aku harus bersikap terbuka? Apa yang aku katakan bukanlah dosa, aku tidak mempunyai kewibaan untuk mengatakannya kepada bapak pengakuan. Dan lagi, betapa menyenangkan bahwa aku tidak lagi harus mendengarkan suara batinku sejauh secara lahiriah semuanya berjalan baik. Aku tidak perlu memperhatikan suatu pun atau mengikuti suara-suara batin yang sering kali membuat aku begitu direndahkan. Sejak saat itu, aku akan bebas. Tetapi, sekali lagi suatu rasa sakit yang aneh mencekam jiwaku; apakah kemudian aku tidak dapat lagi menyatukan diri dengan Dia yang sedemikian aku rindukan? Dia yang merupakan segenap kekuatan jiwaku? Aku mulai berteriak, “Kepada siapa akan aku pergi, o Yesus?” Tetapi, sejak pelarangan dari bapak pengakuan itu, kegelapan yang pekat menyelubungi jiwaku. Aku takut kalau mendengar suatu suara di dalam hatiku, karena hal itu dapat melanggar larangan bapak pengakuanku. Dan lagi, rasanya aku mati karena merindukan Allah. Batinku tercabik-cabik, hancur berkeping-keping karena tidak lagi boleh memiliki kehendak sendiri karena kehendak itu sudah dipalingkan seluruhnya kepada Allah.

            Hal itu terjadi pada hari Rabu dalam Pekan Suci. Penderitaan meningkat pada hari Kamis Putih. Ketika aku menjalankan meditasiku, aku mengalami sejenis sakratulmaut. Aku tidak merasakan kehadiran Allah, tetapi seluruh keadilan Allah begitu berat menghimpit aku. Aku melihat diriku seolah-olah tersungkur karena dihimpit dosa-dosa dunia. Setan mulai mencemooh aku, “Lihat, kini engkau tidak akan lagi berusaha untuk memenangkan jiwa-jiwa; lihatlah imbalan apa yang engkau terima! Tidak seorang pun akan percaya kepadamu bahwa Yesuslah yang meminta hal ini. Lihatlah, betapa banyaknya sekarang engkau harus menderita, dan betapa lebih banyak lagi yang masih harus engkau derita! Akhirnya, bapak pengakuan kini telah melepaskan engkau dari semua hal itu.” Kini, aku dapat hidup seperti yang aku sukai, sejauh hal-hal lahiriah berjalan baik. Pikiran-pikiran yang mengerikan ini menyiksa aku sepanjang seluruh ibadat.

            Ketika hampir tiba waktunya untuk misa kudus, hatiku dicekam rasa sakit; jadi, akankah aku meninggalkan Kongregasi? Dan karena imam telah memberitahuku bahwa ini adalah sejenis bidah, apakah aku akan terlempar dari Gereja? AKu berteriak kepada Tuhan dengan seruan batin yang pedih, “Yesus, selamatkanlah aku!” Namun, tidak ada satu sinar pun memancar ke dalam jiwaku, dan aku merasakan kekuatanku semakin surut, seolah-olah tubuhku terlepas dari jiwaku. Aku menyerahkan diri kepada kehendak Allah dan berkata lagi, “O Allah, biarlah terjadi padaku apa pun yang telah Kauputuskan. Tidak suatu pun yang ada dalam diriku masih menjadi milikku.” Kemudian, tiba-tiba kehdairan Allah menyeliputi aku dan meresapi aku sepenuhnya. Ini terjadi tepat ketika aku menyambut komuni kudus. Tidak lama sesudah komuni kudus, aku kehilangan seluruh kesadaranku akan segala sesuatu yang ada di sekelilingku dan tentang tempatku berada.

(645) Saat itu, aku melihat Tuhan Yesus, seperti Ia tampak dalam Gambar [Kerahiman Ilahi] itu, dan Ia berkata kepadaku, “Katakan kepada bapak pengakuan bahwa karya ini adalah karya-Ku, dan bahwa Aku menggunakan engkau sebagai alat yang sederhana.” Dan aku berkata, “Yesus, aku tidak dapat lagi melakukan suatu pun yang Engkau perintahkan kepadaku sebab bapak pengakuanku telah mengatakan kepadaku bahwa semua ini hanyalah khayalan, dan bahwa aku tidak diizinkan mematuhi satu pun dari perintah-perintah-Mu. Sekarang, aku tidak akan melakukan sesuatu yang Kauperintahkan kepadaku. Aku minta maaf, Tuhanku, tetapi aku tidak diizinkan melakukan suatu pun, dan aku harus mematuhi bapak pengakuanku. Yesus, dengan sungguh-sungguh aku minta ampun kepada-Mu. Engkau tahu betapa banyaknya aku menderita karena semua ini, tetapi ini semua tidak dapat ditolong, ya Yesus. Bapak pengakuan telah melarang aku melakukan perintah-perintah-Mu.” Yesus mendengarkan penjelasan dan keluhanku dengan penuh kasih dan aku puas. Aku berpikir Tuhan Yesus sangat terluka karenanya, tetapi, sebaliknya, Ia senang dan berkata kepadaku dengan ramah, “Segala sesuatu yang Aku katakan kepadamu dan Aku perintahkan untuk engkau lakukan, katakanlah selalu kepada bapak pengakuan, tetapi lakukanlah hanya apa yang dia izinkan. Jangan gelisah, dan jangan takut akan suatu pun; Aku menyertaimu.” Jiwaku penuh dengan sukacita, dan semua pikiran yang menghimpit itu pun lenyap. Keyakinan dan keberanian menyusup ke dalam jiwaku.

(646) Tetapi, tidak lama kemudian, aku masuk ke dalam penderitaan yang dijalani Yesus di Taman Zaitun. Ini berlangsung sampai Jumat pagi. Pada hari Jumat, aku mengalami sengsara Yesus tetapi kali ini secara berbeda. Pada hari itu, Pastor Bukowski datang dari Derdy. Suatu kekuatan yang luar biasa mendesak aku untuk pergi mengaku dosa dan mengatakan kepadanya segala sesuatu yang telah terjadi padaku dan tentang apa yang telah dikatakan Yesus kepadaku. Ketika aku menyampaikan hal itu kepadanya, tanggapannya sangat berbeda dan ia berkata kepadaku, “Suster, jangan takut akan segala sesuatu; engkau tidak akan dirugikan karena Tuhan Yesus tidak akan mengizinkan hal itu. Kalau engkau taat dan bertekun dalam keterbukaan seperti ini, engkau tidak perlu cemas mengenai suatu pun. Allah akan menemukan jalan untuk mewujudkan karya-Nya. Hendaknya engkau selalu memiliki kesederhanaan dan ketulusan seperti ini dan katakan segala sesuatu kepada Muder Jenderal. Apa yang aku katakan kepadamu, kukatakan sebagai suatu peringatan. Sebab khayalan-khayalan dapat menimpa bahkan orang-orang saleh, dan bujuk rayu setan dapat menyelinap di dalam semua ini, dan tidak jarang hal-hal seperti ini muncul dari diri kita sendiri; maka orang harus waspada. Jadi, lanjutkan seperti yang sudah engkau lakukan. Engkau dapat melihat, Suster, bahwa Tuhan tidak murka tentang hal ini. Dan, Suster, engkau dapat mengungkapkan lagi semua hal yang telah terjadi atasmu ini kepada bapak pengakuanmu yang tetap.”

(647) Dari pengalaman ini, aku menjadi tahu akan satu hal, yakni bahwa aku harus berdoa banyak untuk setiap bapak pengakuanku agar ia dapat beroleh terang Roh Kudus karena apabila aku menghampiri kamar pengakuan tanpa lebih dulu berdoa dengan khusyuk, bapak pengakuan tidak memahamiku dengan amat baik. Imam ini mendorong aku untuk berdoa dengan khusyuk untuk intensi-intensi ini agar Allah memberikan pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik tentang hal-hal yang Ia minta dariku. “Lakukanlah novena demi novena, Suster, dan Allah tidak akan menolak memberikan rahmat.”

(648) Jumat Agung. Pada pukul tiga, aku melihat Tuhan Yesus, yang tersalib, yang memandangku dan berkata, “Aku haus!” Kemudian, aku melihat dua sinar keluar dari lambung-Nya, sama seperti sinar yang tampak dalam Gambar [Kerahiman Ilahi] itu. Kemudian, aku merasakan dalam jiwaku kerinduan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa dan untuk menghampakan diriku sendiri demi keselamatan orang-orang berdosa yang malang. Aku mempersembahkan diriku, bersama dengan Yesus yang menghadapi ajal, kepada Bapa yang Kekal, demi keselamatan seluruh dunia. Bersama Yesus, lewat Yesus, dan dalam Yesuslah aku bersekutu dengan-Mu, ya Bapa yang Kekal. Pada Jumat Agung, Yesus menderita dalam jiwa-Nya dengan cara yang berbeda dari [penderitaan-Nya pada] Kamis Putih.

(649) Misa Kebangkitan. [12 April 1936]. Ketika aku masuk ke kapel, rohku tenggelam dalam Allah, satu-satunya Hartaku. Kehadiran Allah menyelubungi diriku.

(650) O Yesusku, Guru dan Pembimbingku, kuatkanlah dan terangilah aku dalam saat-saat yang sulit dalam hidupku ini. Aku tidak mengharapkan pertolongan dari manusia; seluruh harapanku tertumpu pada-Mu. Aku merasa sendirian menghadapi permintaan-permintaan-Mu, o Tuhan. Kendati ada ketakutan dan rasa cemas yang muncul dari kodratku, aku akan memenuhi kehendak-Mu yang kudus dan ingin memenuhinya sesetia mungkin sepanjang hidupku dan pada saat kematianku. Yesus, bersama Engkau aku dapat melakukan segala hal. Bertindaklah bersamaku seperti yang berkenan kepada-Mu; hanya saja, berilah aku Hati-Mu yang rahim dan itu sudah cukup bagiku.

            O Yesus, Tuhanku, tolonglah aku. Biarlah apa yang telah Engkau rencanakan sebelum segala abad terjadi padaku. Aku siap menyambut setiap isyarat kehendak-Mu yang kudus. Terangilah budiku sehingga aku dapat mengetahui kehendak-Mu. O Allah, Engkaulah yang menembus jiwaku. Engkau tahu bahwa aku tidak menginginkan apa-apa selain kemuliaan-Mu.

            O Kehendak ilahi, Engkaulah kesukaan hatiku, makanan jiwaku, dan terang budiku, kekuatan mahakuasa yang dimiliki oleh kehendakku; karena apabila aku menyatukan diriku dengan kehendak-Mu, O Tuhan, kekuatan-Mu bekerja lewat aku dan mengambil alih kehendakku yang rapuh. Setiap hari, aku berusaha melaksanakan keinginan-keinginan Allah.