Monday, April 6, 2020

Pengantar kepada Sengsara Yesus

“Jika engkau tidak tahu bagaimana merenungkan hal-hal yang tinggi dan surgawi, beristirahatlah pada Sengsara Kristus, dan bersukahatilah tinggal dalam luka-luka-Nya yang kudus. Sebab, jika engkau terbang dengan saleh kepada luka-luka dan stigmata Yesus yang mulia, engkau akan merasakan penghiburan yang luar biasa dalam pencobaan.”

~ Mengikuti Jejak Kristus, buku II, pasal I




Sore hari pada tanggal 18 Februari 1823, seorang teman mengunjungi Sr Emmerick di tempat tidurnya, di mana ia terbaring seolah terlelap. Temannya itu terpana mendapati raut wajah Sr Emmerick yang memancarkan keindahan sekaligus sengsara, ia merasakan dalam batinnya suatu dorongan untuk mengangkat hati dengan khusuk ke hadapan Tuhan serta mempersembahkan Sengsara Kristus kepada Bapa Surgawi, dalam persatuan dengan segala sengsara dari segenap mereka yang memikul salib seturut teladan-Nya. Sementara teman itu berdoa, kebetulan ia mengarahkan pandangannya sejenak pada stigmata di kedua tangan Sr Emmerick. Segera biarawati ini menyembunyikan kedua tangannya di bawah selimut, terkejut seolah seseorang baru saja menyerangnya. Temannya heran atas hal ini dan bertanya, “Apakah yang telah terjadi padamu?” “Banyak hal,” jawabnya dalam nada suara penuh perasaan. Sementara temannya mereka-reka apa yang mungkin dimaksudkannya, Sr Emmerick tampak seolah tertidur kembali. Setelah kurang lebih seperempat jam berlalu, Sr Emmerick tiba-tiba terjaga dengan segala kegarangan seorang yang sedang bergulat sengit dengan seorang lainnya, merentangkan kedua tangannya, mengepalkan tangannya, seolah hendak meninju seorang musuh yang berdiri di sisi kiri tempat tidurnya, ia berseru dengan nada jengkel, “Apa maksudmu dengan kontrak Magdala ini?” Lalu, ia berbicara dengan kehangatan seseorang yang ditanyai dalam suatu pertengkaran - “Ya, itulah roh terkutuk - pendusta sejak dari permulaan - setan, yang mengecam-Nya mengenai perjanjian Magdala, dan hal-hal lain serupa itu, dan menuduh-Nya memboroskan segala uang bagi kepentingan DiriNya Sendiri.” Ketika ditanya, “Siapakah gerangan yang dituduh memboroskan uang? Siapakah gerangan yang didakwa begitu rupa?” Sr Emmerick menjawab, “Yesus, Mempelai-ku yang menawan, di Bukit Zaitun”. Lalu, ia berpaling ke kiri lagi dengan gerakan mengancam, dan berseru, “Alangkah liciknya kau, hai bapa para pendusta, dengan kontrak Magdala itu. Bukankah Ia membebaskan duapuluh tujuh tahanan malang di Thirza dengan uang yang diperoleh dari hasil penjualan Magdala? Aku melihat-Nya, dan kau berani mengatakan bahwa Ia mendatangkan kekacauan di seluruh negeri, menghalau segenap penduduknya, dan menghamburkan uang dari hasil penjualannya? Tetapi, waktumu telah tiba, hai roh terkutuk! Engkau akan dibelenggu, dan tumit-Nya akan meremukkan kepalamu.”

Di sini, Sr Emmerick terinterupsi dengan masuknya seorang lain; teman-temannya menyangka bahwa Sr Emmerick sedang mengigau dan mereka merasa iba kepadanya. Keesokan paginya, Sr Emmerick mengakui bahwa malam sebelumnya ia membayangkan dirinya mengikuti Juruselamat kita ke Taman Zaitun, setelah penetapan Sakramen Ekaristi kudus, tetapi tepat saat itu seseorang memandangi stigmata pada kedua tangannya dengan rasa hormat, sehingga biarawati itu merasa terkejut bahwa hal ini dilakukan di hadapan Tuhan kita, karenanya ia cepat-cepat menyembunyikan kedua tangannya dalam kesakitan. Kemudian Sr Emmerick mengisahkan penglihatannya atas apa yang terjadi di Taman Zaitun. Karena ia melanjutkan kisahnya di hari-hari berikutnya, teman yang mendengarkannya dengan seksama dapat merangkaikan penglihatan-penglihatan Sengsara yang berbeda itu menjadi satu. Tetapi, karena selama Masa Prapaskah, Sr Emmerick juga merenungkan pergumulan antara Tuhan kita dengan setan di padang gurun, ia harus menanggung dalam dirinya banyak sengsara dan pencobaan. Sebab itu, terjadi beberapa jeda dalam kisah Sengsara, yang, walau demikian, dapat dengan mudah diisi lewat komunikasi selanjutnya.    

Pada umumnya, Sr Emmerick berbicara dalam bahasa Jerman yang umum, tetapi dalam keadaan ekstasi, bahasanya menjadi jauh lebih murni, dan kisah-kisahnya sekaligus merupakan kesederhanaan kanak-kanak dan ilham ilahi. Temannya menuliskan segala yang dikatakan Sr Emmerick dan segera pulang ke tempat tinggalnya; sebab jarang sekali ia dapat membuat banyak catatan di hadapan sang biarawati. Tuhan, Pemberi segala karunia yang baik, menganugerahkan kepada temannya itu ingatan yang tajam, semangat yang berkobar dan kekuatan untuk menanggung segala macam persoalan serta kepenatan tubuh, hingga ia dapat menyelesaikan tulisannya. Hati nurani sang teman mengatakan bahwa ia telah mempersembahkan yang terbaik, dan dengan rendah hati mohon kepada pembaca, jika pembaca merasa puas dengan hasil kerjanya itu, agar berkenan beramal kasih kepadanya dengan memanjatkan doa baginya.

sumber : “The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich”

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”

No comments:

Post a Comment