Tuesday, February 9, 2016

SANTA MARIA FAUSTINA KOWALSKA


            Kini, beliau yang dikenal di seluruh dunia sebagai “Rasul Kerahiman Ilahi,” oleh para teolog dimasukkan dalam kalangan mistikus Gereja yang termasyhur. Ia adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara yang lahir dalam keluarga petani miskin dan saleh di Glogowiec, sebuah desa di jantung Polandia. Ketika dibaptis di gereja paroki terdekat, yakni Paroki Swinice Warckie, ia diberi nama Helena. Sejak masa kanak-kanak ia sangat menonjol, baik karena kesalehannya, cintanya akan doa, kerajinan dan ketaatannya, maupun karena kepekaannya yang besar terhadap kemalangan manusia. Ia hampir tidak dapat menyelesaikan tiga tahun sekolahnya, dan pada usia empat belas tahun ia meninggalkan keluarga untuk menolong orang tuanya dan mencari nafkah untuk kehidupannya sendiri dengan menjadi pelayan keluarga di kota-kota sekitar, yakni Aleksandrow dan Lodz.
            Ketika baru berumur tujuh tahun (dua tahun sebelum komuni pertamanya), Helena sudah merasakan di dalam jiwanya panggilan untuk merengkuh kehidupan membiara. Ketika kemudian ia memberitahukan keinginan ini kepada orang tuanya, mereka menolak mentah-mentah keinginannya untuk masuk biara. Karena situasi ini, Helena berusaha keras untuk menekan panggilan ilahi ini dalam dirinya. Tetapi, hatinya sangat terketuk ketika dalam suatu penglihatan ia menyaksikan penderitaan Kristus dan mendengarkan teguran-Nya, “Berapa lama Aku harus bersabar menunggumu dan berapa lama engkau akan terus mencobai Aku? (BH, 9); maka ia mulai mencari sebuah biara untuk bergabung. Ia mengetuk pintu banyak biara, tetapi tidak satu pun menerimanya. Akhirnya, pada 1 Agustus 1925, Helena memasuki klausura dalam biara Kongregasi Suster Bunda Allah Kerahiman di Jl. Zytnia di Warsawa. Dalam buku hariannya ia menyatakan, “Rasanya aku telah menapakkan kakiku di dalam kehidupan Firdaus. Satu-satunya doa yang menyembur dari hatiku adalah doa syukur.”(Buku Harian [BH], 17)
            Namun, sesudah beberapa pekan, ia mengalami suatu godaan yang kuat untuk pindah ke kongregasi lain tempat yang ada lebih banyak waktu untuk berdoa. Oleh karena itu, Tuhan Yesus menampakkan kepadanya wajah yang terluka dan teraniaya, serta berkata, “Engkaulah yang akan menyebabkan rasa sakit-Ku ini kalau engkau meninggalkan biara ini. Ke tempat inilah Aku memanggilmu, bukan ke tempat lain, dan [di sini] Aku telah mempersiapkan banyak rahmat bagimu.” (BH, 19).
            Ketika diterima dalam kongregasi ini, Helena menerima nama Sr. Maria Faustina. Ia menjalani novisiatnya di Krakow, dan di sana, di hadapan Uskup Stanislaw Rospond, ia mengikrarkan kaul pertama. Lima tahun kemudian, ia mengikrarkan kaul kekal, yakni kaul kemurnian, kemiskinan, dan ketaatan. Ia ditugaskan untuk bekerja di sejumlah rumah kongregasi, tetapi paling lama ia bekerja di Krakow, Plock, dan Vilnius; di situ, ia melaksanakan tugas-tugas sebagai juru masak, tukang kebun, dan penjaga pintu.
            Segala kesibukan lahiriah ini sama sekali tidak mengganggu kehidupan mistiknya yang luar biasa kaya. Dengan penuh semangat, ia melaksanakan tugas-tugasnya, dan dengan setia ia mematuhi semua aturan biara; ia selalu tenang dan diam, sembari menunjukkan penampilan yang alami, ramah, penuh kebaikan dan kasih yang tulus kepada sesama.
            Seluruh hidupnya dipusatkan pada upaya terus menerus untuk menjalin kesatuan yang semakin penuh dengan Allah dan pada kerja sama dalam mengurbankan diri bersama Yesus demi karya penyelamatan jiwa-jiwa. “Ya Yesusku,” tulis Sr. Faustina dalam Buku Harian, “Engkau tahu bahwa sudah sejak usia belia aku mempunyai keinginan untuk menjadi santa yang besar; maksudku, aku telah mempunyai keinginan untuk mencintai Engkau dengan cinta yang sedemikian besar sehingga tidak akan ada jiwa lain yang mencintai Engkau seperti aku.” (BH, 1372).
            Buku Harian mengungkapkan betapa dalamnya kehidupan spiritualitasnya. Orang yang membaca catatan-catatan ini dengan penuh perhatian akan mendapatkan gambaran tentang tingginya tingkat kesatuan jiwa Sr. Faustina dengan Allah, baik pendampingan Allah yang senantiasa menyertai jiwanya, maupun usaha-usaha dan perjuangannya pada jalan menuju kesempurnaan kristiani. Kepadanya, Tuhan memberikan rahmat yang besar: yakni rahmat kontemplasi, pengetahuan yang mendalam tentang misteri kerahiman Allah, penampakan-penampakan, wahyu, stigmata tersembunyi, rahmat nubuat dan kemampuan untuk membaca jiwa manusia, dan juga rahmat langka dalam bentuk pertunangan mistik. Sungguh berlimpah anugerah yang ia terima. Meskipun demikian, inilah yang ia tulis, “Bukan rahmat, bukan wahyu, bukan penampakan, bukan anugerah yang membuat suatu jiwa menjadi sempurna, tetapi lebih-lebih kesatuan mesra jiwa itu dengan Allah. ... Kesucian dan kesempurnaanku ada pada kesatuan erat antara kehendakku dan kehendak Allah” (BH, 1107).
            Cara hidup yang keras dan puasa-puasa yang berat, yang ia paksakan atas dirinya bahkan sebelum bergabung dengan kongregasi, memperlemah organisme tubuhnya sedemikian rupa sehingga sudah  dalam masa postulannya ia harus dikirim ke Skolimow dekat Warsawa untuk memulihkan kesehatannya. Menjelang akhir tahun pertama novisiat, ia mendapat pengalaman mistik yang luar biasa menyedihkan yang ia sebut malam kelam, dan kemudian mengalami penderitaan spiritual serta moral yang terkait dengan penyempurnaan misi yang ia terima dari Kristus Tuhan, Suster Faustina mengurbankan seluruh hidupnya sebagai korban bagi orang-orang berdosa, dan dalam hubungan ini ia juga menanggung aneka penderitaan supaya lewat semua itu ia dapat membantu jiwa-jiwa mereka. Selama tahun-tahun terakhir hidupnya, penderitaan batin yang disebut malam-pasif jiwa dan penyakit ragawi semakin menghebat. Tuberkulosis yang semakin parah menyerang paru-paru dan saluran pencernaannya. Karena alasan ini, dua kali ia menjalani perawatan beberapa bulan di rumah sakit di Pradnik, Krakow.
            Dalam keadaan fisik yang sangat rapuh, tetapi secara spiritual sungguh matang, ia meninggal sebagai orang suci, disatukan secara mistik dengan Allah, pada tanggal 5 Oktober 1938, pada usia yang belum mencapai 33 tahun, sesudah menjadi biarawati selama 13 tahun. Jasadnya dibaringkan untuk beristirahat dalam kubur bersama di pemakaman biara di Krakow-Lagiewniki. Pada tahun 1966, dalam proses pengumpulan informasi untuk beatifikasi Sr. Faustina, jasadnya dipindahkan ke kapel biara.

            Kepada biarawati sederhana, yang tidak terpelajar tetapi pemberani, dan yang percaya kepada Allah tanpa batas ini, Tuhan kita, Yesus Kristus, mempercayakan misi agung untuk memaklumkan amanat kerahiman-Nya kepada seluruh dunia. “Sekarang,” kata Tuhan kepada Sr. Faustina, “Aku mengutus engkau membawa kerahiman-Ku kepada umat manusia di seluruh dunia. Aku tidak ingin menghukum umat manusia yang sedang sakit. Sebaliknya, Aku ingin menyembuhkan mereka, sambil mendekap mereka ke Hati-Ku yang maharahim” (BH, 1588). “Engkau adalah juru tulis kerahiman-Ku. Aku telah memilih engkau untuk tugas ini, baik dalam kehidupan sekarang maupun dalam kehidupan yang akan datang” (BH, 1605)... untuk memperkenalkan kepada jiwa-jiwa kerahiman agung-Ku bagi mereka dan untuk mendorong mereka agar percaya akan kerahiman-Ku yang tanpa batas” (BH, 1567).

No comments:

Post a Comment