Spiritualitas Sr. Faustina
berlandaskan misteri iman kita yang paling indah; misteri itu berbicara
mengenai kasih kerahiman Allah kepada masing-masing manusia. Suster Faustina -
dengan menuruti pedoman Konstitusi hidup membiara - sering merenungkan apa yang
dilakukan Allah bagi manusia pada saat penciptaannya, apa yang diderita oleh
Allah demi keselamatan kita, harta apa yang ditinggalkan-Nya bagi kita dalam
Gereja yang kudus, dan apa yang disiapkan-Nya bagi kita dalam kemuliaan ilahi.
Gema perenungan itu terdapat dalam Buku
Harian yang berbicara mengenai kebaikan Allah dalam karya penciptaan (BH,
1749), dalam penciptaan para malaikat (BH, 1741-1742) dan manusia (BH,
1743-1744), dalam misteri penjelmaan dan kelahiran Putra Allah (BH, 1745-1746)
serta dalam karya penebusan (BH, 1747-1748). Suster Faustina merenungkan
misteri-misteri kerahiman ilahi bukan hanya berdasarkan teks-teks Kitab Suci,
tetapi juga dengan membaca kitab kehidupan. Renungan-renungan tentang kerahiman
ilahi yang demikianlah mengantarkannya kepada kesimpulan bahwa dalam kehidupan
manusia tidak ada sesaat pun tanpa kerahiman ilahi; kerahiman ilahi itu adalah
bagaikan benang emas yang terjalin dengan semua saat keberadaan kita.
Pengenalan misteri iman itu
mengantarkan Sr. Faustina kepada kemampuan menemukan Allah dalam jiwanya. “Lubuk jiwaku laksana suatu dunia yang luas
dan indah; di sana Allah dan aku hidup bersama. Selain Allah, tidak seorang pun
diizinkan masuk ke dalamnya” (BH, 582). Suster Faustina membandingkan
jiwanya dengan tabernakel, tempat Hosti yang hidup tersimpan. “Aku tidak mencari kebahagiaan di luar
batinku sendiri karena di sinilah Allah bersemayam,” tulisnya dalam Buku Harian. “Aku bersukacita bahwa Allah bersemayam di dalam diriku; di sini aku
senantiasa tinggal bersama Dia; di sinilah aku mengalami hubungan yang paling
mesra dengan Dia; di sini aku merasa aman karena tinggal bersama-Nya; inilah
tempat yang tidak dilihat oleh mata insani. Perawan Tersuci mendorong aku untuk
bersatu dengan Allah dengan cara ini” (BH, 454). Kontemplasi Allah yang
hidup di dalam jiwa ditopang olehnya dengan usaha tetap dan setiap hari, yang
intinya ialah bersatu dengan Yesus melalui suatu doa pendek atau dengan
mempersembahkan kepada-Nya apa yang sedang dialaminya (kerja, penderitaan,
sukacita).
Pengenalan misteri kerahiman ilahi
membangkitkan dan menumbuhkan dalam jiwanya sikap berharap akan Tuhan Allah dan
sekaligus keinginan untuk mengukir sifat ilahi itu di dalam hatinya sendiri dan
dalam tindakan belas kasihan terhadap sesama. Tuhan Yesus, yang membimbing
hidup rohaninya secara langsung, menuntut dari Sr. Faustina sikap yang demikian
terhadap Allah dan sesama manusia. “Putri-Ku, kalau melalui engkau Aku minta
agar manusia menghormati kerahiman-Ku, hendaknya engkau menjadi orang pertama
yang unggul dalam harapan kepada kerahiman-Ku ini. AKu minta agar engkau
melaksanakan perbuatan-perbuatan kerahiman, yang harus muncul dari kasih
kepada-Ku. Kapan saja dan di mana saja, engkau harus mengamalkan belas kasihan
kepada sesama. Engkau tidak boleh menghindarinya atau berusaha mencari-cari
dalih untuk membebaskan diri darinya (BH, 742).
Pengharapan bagi Sr. Faustina tidak
searti dengan suatu perasaan suci, atau suatu penerimaan kebenaran iman dengan
akal budi, tetapi keseluruhan pola hidup manusia di hadapan Tuhan Allah, yang
menyatakan dirinya dalam melaksanakan kehendak ilahi yang tercakup dalam
perintah-perintah, tugas-tugas harian, atau dalam ilham-ilham Roh Kudus yang
telah dipahami. Orang yang mengenal misteri kerahiman ilahi tahu betul bahwa
Allah selalu menghendaki kebaikan manusia dalam perspektif kekekalan; karena
itulah ia menerimanya sebagai pemberian dan dengan penuh harapan. “Ada satu kata yang aku perhatikan dan terus
menerus aku renungkan; kata itu adalah kehendak kudus Allah. Ia adalah
makananku sehari-hari. Seluruh jiwaku mendengarkan dengan penuh perhatian
kepada kehendak Allah. Aku selalu melakukan apa yang diminta Allah dariku
meskipun naluriku sering kali gemetar dan aku merasakan bahwa kebesaran hal-hal
ini melampaui kekuatanku” (BH, 652).
Pengharapan (“Engkau andalanku!”) dalam spiritualitas Sr. Faustina menjadi
gambaran relasinya dengan Allah, sedangkan kata “belas kasih” menunjukkan sikapnya terhadap manusia yang lain.
Sumber, contoh, dan motivasi untuk berbelas kasih terhadap manusia ialah kerahiman
ilahi. Inilah sebabnya belas kasih secara amat jelas berbeda dari sikap memberi
secara alamiah dan berbeda sekali dari filantropi yang bisa beragam
motivasinya. Suster Faustina menangkap keindahan dan kebesaran belas kasih
kristiani yang mengambil bagian dalam kerahiman ilahi; itulah sebabnya ia ingin
memancarkannya. “O Yesusku” - ia
berdoa - “setiap orang kudus-Mu
memancarkan salah satu keutamaan-Mu; aku ingin memancarkan hati-Mu yang
pemurah, penuh kerahiman; aku ingin memuliakannya. Biarlah kerahiman-Mu, O
Yesus, tercetak dalam hatiku dan dalam jiwaku ibarat suatu meterai, dan ini
akan menjadi lencanaku dalam kehidupan yang sekarang dan yang akan datang” (BH,
1242). Dalam menunjukkan belas kasihan, ia mengikuti Yesus sampai salib; di
situ ia mengorbankan hidupnya; di situ ia mengurbankan hidupnya demi kehidupan
orang-orang berdosa, terutama jiwa-jiwa yang terancam keselamatannya.
Spiritualitas Sr. Faustina mempunyai
pula ciri kecintaan pada Gereja sebagai Bunda terbaik dan Tubuh Mistik Kristus,
karisma pendekatan misteri kerahiman ilahi melalui perkataan, perbuatan dan
doa, khususnya doa untuk jiwa-jiwa yang hilang, juga kecintaan pada Ekaristi
dan devosi tulus kepada Bunda Allah Kerahiman.
Di sekolah spiritualitas Sr.
Faustina, orang dapat mengenali misteri kerahiman ilahi, belajar kontemplasi
Allah dalam hidup sehari-hari, melatih diri dalam sikap penuh pengharapan
terhadap Tuhan Allah dan berbelas kasih terhadap sesama, menghayati relasi
dengan Yesus dalam Ekaristi dan dengan Bunda Maria. Inilah spiritualitas yang
sangat dalam berakar dalam Injil, dan sekaligus mudah dan mungkin dipraktikkan
dalam setiap jenis panggilan dan lingkungan; itulah alasannya spiritualitas ini
menarik begitu banyak orang pada masa kini.
No comments:
Post a Comment