Tuesday, February 9, 2016

KERASULAN KERAHIMAN ILAHI

Devosi kepada Kerahiman Ilahi dalam bentuk-bentuk yang disampaikan oleh Sr.Faustina, bertujuan membarui kehidupan religius di dalam Gereja dalam semangat pengharapan dan belas kasihan. Dalam konteks inilah gagasan tentang “kongregasi baru” yang kita baca dalam lembar-lembar Buku Harian harus dipahami. Keinginan Kristus ini secara bertahap menjadi matang dalam pemikiran Sr.Faustina sendiri, dan mengalami sejumlah perkembangan - dari ordo kontemplatif yang ketat meluas ke suatu gerakan yang menampung juga kongregasi-kongregasi aktif (laki-laki dan perempuan), dan bahkan juga gerakan kaum awam.
            Komunitas umat manusia yang besar, transnasional, ini adalah satu keluarga, yang telah disatukan, pertama-tama oleh Allah dalam misteri kerahiman-Nya, dan kemudian oleh kerinduan manusia, baik untuk memancarkan kerahiman itu dalam hati dan karya mereka sendiri maupun oleh kerinduan agar kemuliaan Allah terpancar dalam semua jiwa. Itulah komunitas umat manusia yang menempuh beragam jalan, tergantung pada status hidup dan panggilan mereka (imam, biarawan/wati, awam), yang dihidupi oleh cita-cita Injil, yakni pengharapan dan belas kasih, yang memaklumkan misteri kerahiman Allah yang tak terselami lewat kehidupan dan tutur kata mereka, dan yang memohon Kerahiman Ilahi bagi dunia.
            Komunitas itu terbentuk oleh kongregasi-kongregasi, komunitas-komunitas, perkumpulan-perkumpulan, lembaga-lembaga, dan orang-orang yang tak bergabung pada perkumpulan mana pun, pendeknya oleh semua orang yang telah melibatkan diri agar misi Sr.Faustina dapat terlaksana.

            Demi kemuliaan Kerahiman Ilahi yang semakin besar!

MENYEBARLUASKAN DEVOSI KEPADA KERAHIMAN ILAHI

Dalam membahas unsur-unsur hakiki devosi Kerahiman Ilahi, Pastor Rozycki juga menyebut penyebarluasan devosi kepada Kerahiman Ilahi sebagai salah satu unsur karena sejumlah janji Kristus dikaitkan juga dengan unsur ini, “Jiwa-jiwa yang menyebarkan devosi kepada Kerahiman Ilahi akan Ku-lindungi seumur hidupnya seperti seorang ibu yang penuh kasih sayang melindungi bayinya; dan pada saat kematiannya, Aku tidak akan tampil sebagai Hakim bagi mereka, tetapi sebagai Juru Selamat yang maharahim” (BH, 1075).
            Hakikat Devosi kepada Kerahiman Ilahi ditemukan dalam sikap pengharapan kepada Allah dan dalam sikap belas kasih nyata terhadap sesama. Tuhan Yesus berkata, “Aku menginginkan kepercayaan dari segala ciptaan-Ku” (BH, 1059), dan Ia mengharapkan mereka mengamalkan belas kasihan lewat perbuatan, perkataan, dan doa-doa. Dan lebih lanjut Ia berkata, “Kapan saja dan di mana saja, engkau harus mengamalkan belas kasihan kepada sesama. Engkau tidak boleh menghindarinya atau berusaha mencari-cari dalih untuk membebaskan diri darinya” (BH, 742). Kristus menghendaki agar semua orang yang berbakti kepada-Nya setiap hari melaksanakan sekurang-kurangnya satu tindakan belas kasih kepada sesama.

            Penyebarluasan Devosi kepada Kerahiman Ilahi tidak menuntut banyak kata-kata, tetapi selalu menuntut sikap kristiani, yakni mengandalkan Allah, serta terus menerus menjadi semakin berbelas kasih. Dalam masa hidupnya, Sr.Faustina memberikan teladan karya kerasulan seperti itu.

JAM KERAHIMAN ILAHI

Pada bulan Oktober 1937, di Krakow, dalam suasana yang tidak dilukiskan dengan jelas oleh Sr.Faustina, Tuhan Yesus meminta agar ia menghormati jam kematian-Nya, “... setiap kali engkau mendengar bunyi jam yang menunjukkan pukul tiga petang, benamkanlah dirimu sepenuhnya dalam kerahiman-Ku sambil menyembah dan memuliakannya; mohonlah bantuannya yang mahakuasa bagi seluruh dunia, khususnya bagi orang-orang berdosa yang malang, sebab pada saat ini, kerahiman-Ku terbuka lebar bagi setiap jiwa” (BH, 1572).
            Tuhan Yesus juga menentukan doa-doa yang cocok untuk bentuk Devosi Kerahiman Ilahi, “... berusahalah sebaik-baiknya untuk melaksanakan Jalan Salib pada jam ini, asal saja tidak terhalang oleh tugas-tugasmu; kalau tidak mungkin melaksanakan Jalan Salib, sekurang-kurangnya masuklah ke kapel barang sejenak dan sembahlah Hati-Ku yang penuh kerahiman dalam Sakramen Mahakudus; dan kalau untuk masuk ke kapel pun tidak mungkin, di mana pun kebetulan engkau berada, benamkanlah dirimu dalam doa, biarpun hanya sebentar” (BH, 1572).
            Pastor Rozycki merinci tiga syarat agar doa-doa yang dilambungkan pada jam ini dapat dikabulkan:
1. Doa-doa itu harus ditujukan kepada Yesus.
2. Doa-doa itu harus diucapkan pada pukul tiga petang.
3. Doa-doa itu harus didasarkan pada nilai dan pahala sengsara Kristus.

            Tuhan Yesus berjanji, “Pada jam ini, engkau dapat memperoleh segala sesuatu bagi dirimu sendiri dan bagi orang-orang lain yang engkau doakan; inilah saat rahmat bagi seluruh dunia - saat kerahiman yang mengalahkan keadilan” (BH, 1572).

KORONKA (CHAPLET) KEPADA KERAHIMAN ILAHI

Doa ini didiktekan kepada Suster Faustina oleh Tuhan Yesus sendiri di Vilnius pada 13-14 September 1935, sebagai suatu doa tobat dan doa untuk meredakan murka Allah. (lihat BH, 474-476).
            Mereka yang mendaraskan doa ini mempersembahkan kepada Allah Bapa “Tubuh dan Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an” Yesus Kristus sebagai pendamaian untuk dosa-dosa mereka sendiri, dosa-dosa orang-orang yang mereka kasihi, dan dosa-dosa seluruh dunia. Dengan menyatukan diri dalam kurban Yesus, mereka berseru kepada kasih agung yang dimiliki Bapa surgawi kepada Putra-Nya dan, lewat Dia, kepada seluruh umat manusia.
            Melalui doa ini, para pemohon meminta kerahiman Allah “atas kami dan atas seluruh dunia,” dan dengan berbuat demikian, mereka melaksanakan suatu karya belas kasihan. Apabila kaum beriman melaksanakannya dengan penuh iman dan memenuhi syarat-syarat yang berkaitan dengan setiap doa yang baik (kerendahan hati, ketekunan, permohonan yang selaras dengan kehendak Allah), mereka dapat berharap akan menerima pemenuhan janji Kristus yang secara khusus dikaitkan dengan jam kematian-Nya: rahmat pertobatan dan kematian yang tenang.
            Bukan hanya orang yang mendaras doa ini yang akan menerima rahmat itu, tetapi juga orang-orang yang menghadapi ajal apabila di dekatnya orang mendaras doa ini. Tuhan berkata, “Kalau Koronka ini didaras di dekat pembaringan orang yang sedang menghadapi ajal, murka Allah akan dipadamkan dan kerahiman yang tak terselami akan meliputi jiwanya” (BH, 811). Janji umum Tuhan berbunyi, “Dengan senang hati, Aku akan memberikan semua yang mereka minta kepada-Ku lewat pendarasan Koronka” (BH,1541) ... kalau yang engkau minta itu selaras dengan kehendak-Ku” (BH,1731). Sebab, apa saja yang tidak selaras dengan kehendak Allah tidaklah baik bagi manusia, khususnya untuk kebahagiaan kekal mereka.

            Pada kesempatan lain, Yesus berkata, “... dengan mendaraskan Koronka engkau mengantar umat manusia semakin dekat kepada-Ku” (BH, 929), dan lagi, “Orang-orang yang mendaraskan Koronka ini akan direngkuh oleh kerahiman-Ku sepanjang masa hidupnya, dan teristimewa pada saat kematian mereka” (BH, 754).

PESTA KERAHIMAN ILAHI

Pesta ini menduduki peringkat paling tinggi di antara semua unsur Devosi Kerahiman Ilahi yang diwahyukan kepada Sr. Faustina. Penetapan pesta ini dituntut oleh Tuhan Yesus untuk pertama kalinya di Plock pada tahun 1931 saat Ia menyampaikan kehendak-Nya mengenai pelukisan Gambar Yesus yang Maharahim. “Aku merindukan adanya Pesta Kerahiman. Aku menghendaki agar gambar yang akan engkau lukis dengan kuas itu diberkati secara meriah pada hari Minggu pertama sesudah Paskah; Hari Minggu itu harus menjadi Pesta Kerahiman” (BH, 49).
            Pemilihan Hari Minggu pertama sesudah Paskah untuk Pesta Kerahiman memiliki makna teologis yang sangat mendalam, yang menunjukkan hubungan erat antara Misteri Paskah Penebusan dan misteri Kerahiman Ilahi. Hubungan integral ini selanjutnya ditekankan dalam Novena Koronka kepada Kerahiman Ilahi yang dimulai pada Jumat Agung sebagai suatu persiapan untuk Pesta Kerahiman.
            Pesta ini tidak hanya merupakan hari khusus untuk menghormati Allah dalam misteri kerahiman-Nya, tetapi juga menjadi masa rahmat bagi semua orang. Tuhan Yesus berkata, “Aku ingin agar Pesta Kerahiman ini menjadi tempat pengungsian dan pernaungan bagi semua jiwa, khususnya bagi para pendosa yang malang” (BH, 699). “Jiwa-jiwa pada binasa meskipun sengsara-Ku amat pahit. Maka, kepada mereka Aku memberikan harapan terakhir untuk selamat, yakni Pesta Kerahiman-Ku. Kalau mereka tidak mau memuliakan Kerahiman-Ku, mereka akan binasa untuk selama-lamanya” (BH,965, baca juga 998).
            Keagungan pesta ini diukur atas dasar janji-janji luar biasa yang dilekatkan pada pesta ini. Yesus berkata, “...Barangsiapa, pada hari ini, menghampiri Sumber Kehidupan ini, ia akan menerima pengampunan penuh atas dosa-dosanya dan dibebaskan dari hukuman” (BH, 300), dan juga, “Pada hari itu, terbukalah lubuk kerahiman-Ku, dan Aku meluapkan seluruh samudra rahmat ke atas jiwa-jiwa yang menghampiri sumber kerahiman-Ku. ... Janganlah ada jiwa yang takut menghampiri Aku meskipun dosa-dosanya laksana kain yang merah padam” (BH, 699).

            Untuk memetik manfaat dari karunia-karunia agung itu perlu dipenuhi syarat-syarat devosi Kerahiman Ilahi, yaitu mengandalkan kebaikan Allah dan aktif mengasihi sesama, berada dalam keadaan rahmat pengudus - telah pergi ke pengakuan dosa, dan pantas menerima komuni kudus. Yesus menjelaskan, “Tidak satu jiwa pun akan dibenarkan sebelum ia berpaling kepada kerahiman-Ku dengan penuh kepercayaan. Inilah sebabnya Hari Minggu pertama sesudah Paskah harus dirayakan sebagai Pesta Kerahiman. Pada hari itu, para imam harus memberitahukan kepada setiap orang kerahiman-Ku yang agung dan tak terselami” (BH, 570).

GAMBAR YESUS YANG MAHARAHIM

Bentuk gambar ini diwahyukan dalam penglihatan yang dilami Sr. Faustina pada tanggal 22 Februari 1931, di dalam kamar biaranya di Plock. “Sore itu, ketika aku berada di dalam kamarku, aku melihat Tuhan Yesus berpakaian jubah putih. Tangan kanan-Nya terangkat seperti sikap memberi berkat, sedangkan tangan kiri-Nya menyentuh jubahnya pada bagian dada. Dari balik jubah itu, terpancarlah dua sinar besar: yang satu berwarna merah dan yang lain berwarna pucat. ... Tidak lama kemudian Tuhan berkata kepadaku, ‘Lukislah sebuah gambar tepat seperti yang engkau lihat ini, dengan tulisan di bawahnya: Yesus, Aku Percaya Kepada-Mu’!” (BH, 47). “Aku menghendaki agar gambar itu .... diberkati secara meriah pada hari Minggu pertama sesudah Paskah; Hari Minggu itu harus menjadi Pesta Kerahiman” (BH, 49).
            Karena alasan ini, isi gambar ini sangat erat terkait dengan liturgi Hari Minggu kedua Paskah. Pada hari ini, Gereja membaca Injil Yohanes tentang Kristus yang bangkit yang menampakkan diri di Ruang Atas dan tentang penetapan Sakramen Tobat (Yoh 20: 19-29). Oleh karena itu, gambar ini menampilkan Juru Selamat yang bangkit dari antara orang mati, yang membawa damai sejahtera kepada manusia melalui pengampunan dosa berkat sengsara dan kematian-Nya di salib.
            Pancaran darah dan air yang mengalir dari Hati yang ditikam dengan tombak (tidak terlihat dalam gambar) dan goresan-goresan akibat luka-luka penyaliban mengingatkan kita akan peristiwa Jumat Agung (Yoh 19: 17-18; 33-37). Maka gambar Juru Selamat yang Maharahim ini memadukan dua peristiwa Injil yang secara paling jelas mengungkapkan kepenuhan kasih Allah bagi umat manusia.
            Kedua berkas sinar adalah unsur mencolok dari Gambar Yesus yang Maharahim. Tuhan Yesus, ketika ditanyai mengenai arti kedua sinar itu, menjelaskan, “Sinar pucat melambangkan air yang menguduskan jiwa-jiwa. Sinar merah melambangkan darah yang memberikan kehidupan kepada jiwa-jiwa. ...Berbahagialah orang yang bernaung dalam kedua sinar ini” (BH, 299). Sakramen Baptis dan Sakramen Tobat memurnikan jiwa. Sakramen Ekaristi menyediakan makanan secara sangat melimpah. Dengan demikian, kedua sinar itu melambangkan sakramen-sakramen kudus dan segala rahmat Roh Kudus, yang simbol biblisnya adalah air, sebagaimana Perjanjian Baru antara Allah dan manusia diikat dalam Darah Kristus.
            Gambar Yesus yang Maharahim itu sering kali disebut “Gambar Kerahiman Ilahi,” yang memang tepat karena persis dalam misteri Paskah, Kristus sang kasih Allah kepada umat manusia dinyatakan secara paling ekspisit.
            Gambar ini tidak hanya mengungkapkan Kerahiman Ilahi, tetapi juga menjadi tanda untuk mengingatkan kewajiban kristiani, yakni berserah kepada Allah dan aktif mengasihi sesama. Berkat kehendak Kristus, gambar ini disertai tulisan “Yesus, Aku Percaya Kepada-Mu.” Yesus juga menjelaskan, “Gambar itu dimaksudkan untuk mengingatkan orang akan tuntutan-tuntutan kerahiman-Ku sebab bahkan iman yang paling kuat pun akan sia-sia kalau tidak disertai dengan perbuatan” (BH, 742).

            Kepada orang yang menghormati gambar ini sebagaimana dijelaskan di atas, yakni dengan didasari sikap mengandalkan dan mengamalkan belas kasih, Tuhan kita memberikan janji-janji khusus, yakni keselamatan kekal, kemajuan pesat di jalan kesempurnaan kristiani, rahmat kematian yang bahagia, dan segala rahmat lain yang akan diminta kepada-Nya dengan penuh pengharapan. “Melalui Gambar itu, Aku akan memberikan banyak rahmat kepada jiwa-jiwa; oleh karena itu, biarlah setiap jiwa mendapat kesempatan untuk menghampirinya” (BH, 570).

MISI SANTA FAUSTINA

Suster Faustina dipilih oleh Tuhan Yesus sebagai juru tulis dan rasul kerahiman-Nya; melalui dia, Tuhan menyampaikan amanat-Nya yang agung kepada seluruh dunia. “Dalam Perjanjian Lama, Aku mengutus para nabi yang membawa ancaman-ancaman kepada umat-Ku. Sekarang, Aku mengutus engkau membawa kerahiman-Ku kepada umat manusia di seluruh dunia. Aku tidak ingin menghukum umat manusia yang sedang sakit. Sebaliknya, Aku ingin menyembuhkan mereka, sambil mendekapkan mereka ke Hati-Ku yang maharahim” (BH, 1588).
            Misi Sr. Faustina mencakup tiga tugas:
1. Mendekatkan dan memberitakan kepada dunia kebenaran yang sudah diwahyukan dalam Kitab Suci tentang kasih maharahim Allah kepada setiap manusia;
2. Memohon kerahiman ilahi bagi seluruh dunia, antara lain melalui praktik-praktik yang disampaikan oleh Tuhan Yesus dalam bentuk-bentuk baru devosi kepada Kerahiman Ilahi, yaitu melalui gambar Kerahiman Ilahi dengan tulisan, Yesus, Aku Percaya Kepada-Mu, pesta Kerahiman Ilahi pada Hari Minggu pertama sesudah Paskah, Koronka kepada Kerahiman Ilahi dan doa Jam Kerahiman Ilahi.
3. Mengilhami Kerasulan Kerahiman Ilahi yang mewajibkan diri memberitakan dan memohon kerahiman ilahi bagi dunia sambil mengusahakan kesempurnaan dengan cara yang ditunjuk oleh Sr. Faustina, yaitu sikap mengandalkan Allah seperti anak kecil, yang terungkap dalam melaksanakan kehendak-Nya serta sikap penuh belas kasih terhadap setiap sesama.
            Buku Harian Sr. Faustina, yang atas perintah Yesus Kristus ia tulis selama empat tahun terakhir dalam hidupnya, adalah semacam catatan harian; dalam buku ini, penulis merekam kejadian-kejadian yang ia alami atau yang ia renungkan kembali terutama yang berkaitan dengan “perjumpaan-perjumpaan” jiwanya dengan Allah. Diperlukan suatu analisis saksama dan ilmiah atas buku harian ini untuk menarik darinya segala sesuatu yang dianggap hakiki dalam misinya.
            Analisis karya ini dilakukan oleh pakar teologi yang menonjol dan sangat disegani, Pastor Profesor Ignatius Rozycki, Pr. Suatu kesimpulan singkat dari karya ilmiah dan teologisnya diterbitkan dengan judul Kerahiman Ilahi: Ciri-ciri Dasariah Devosi kepada Kerahiman Ilahi, sedangkan teks lengkap tentang devosi ini terdapat dalam bukunya berjudul Devosi kepada Kerahiman Ilahi.
            Dibandingkan dengan karya teologis yang penting ini, semua terbitan terdahulu mengenai devosi Kerahiman Ilahi, yang disampaikan kepada kita oleh Sr. Faustina, tampak hanya berhubungan dengan beberapa unsurnya atau dengan hal-hal yang lebih sekunder. Misalnya, sebagai contoh, penekanan diberikan kepada Litani atau Novena kepada Kerahiman Ilahi, dengan mengesampingkan Jam Kerahiman.
            Pastor Rozycki menarik perhatian kita kepada kenyataan ini dengan berkata, “Sebelum kita sendiri sungguh-sungguh akrab dengan unsur-unsur khas devosi Kerahiman Ilahi, kita perlu memperhatikan bahwa di antara unsur-unsur itu tidak ditemukan novena atau litani yang dikenal dan digemari itu.”

            Alasan utama untuk memilih doa-doa dan praktik religius ini, dan bukan yang lain, sebagai bentuk-bentuk baru devosi Kerahiman Ilahi adalah janji-janji khusus yang dikaitkan dengannya; Tuhan Yesus berjanji akan memenuhinya asalkan orang sungguh mempraktikkannya dengan sikap berharap pada kebaikan dan berbelas kasih kepada sesamanya. Pastor Rozycki menunjukkan bahwa ada lima unsur dalam devosi kepada Kerahiman Ilahi.

TELADAN KESEMPURNAAN KRISTIANI


            Spiritualitas Sr. Faustina berlandaskan misteri iman kita yang paling indah; misteri itu berbicara mengenai kasih kerahiman Allah kepada masing-masing manusia. Suster Faustina - dengan menuruti pedoman Konstitusi hidup membiara - sering merenungkan apa yang dilakukan Allah bagi manusia pada saat penciptaannya, apa yang diderita oleh Allah demi keselamatan kita, harta apa yang ditinggalkan-Nya bagi kita dalam Gereja yang kudus, dan apa yang disiapkan-Nya bagi kita dalam kemuliaan ilahi. Gema perenungan itu terdapat dalam Buku Harian yang berbicara mengenai kebaikan Allah dalam karya penciptaan (BH, 1749), dalam penciptaan para malaikat (BH, 1741-1742) dan manusia (BH, 1743-1744), dalam misteri penjelmaan dan kelahiran Putra Allah (BH, 1745-1746) serta dalam karya penebusan (BH, 1747-1748). Suster Faustina merenungkan misteri-misteri kerahiman ilahi bukan hanya berdasarkan teks-teks Kitab Suci, tetapi juga dengan membaca kitab kehidupan. Renungan-renungan tentang kerahiman ilahi yang demikianlah mengantarkannya kepada kesimpulan bahwa dalam kehidupan manusia tidak ada sesaat pun tanpa kerahiman ilahi; kerahiman ilahi itu adalah bagaikan benang emas yang terjalin dengan semua saat keberadaan kita.
            Pengenalan misteri iman itu mengantarkan Sr. Faustina kepada kemampuan menemukan Allah dalam jiwanya. “Lubuk jiwaku laksana suatu dunia yang luas dan indah; di sana Allah dan aku hidup bersama. Selain Allah, tidak seorang pun diizinkan masuk ke dalamnya” (BH, 582). Suster Faustina membandingkan jiwanya dengan tabernakel, tempat Hosti yang hidup tersimpan. “Aku tidak mencari kebahagiaan di luar batinku sendiri karena di sinilah Allah bersemayam,” tulisnya dalam Buku Harian. “Aku bersukacita bahwa Allah bersemayam di dalam diriku; di sini aku senantiasa tinggal bersama Dia; di sinilah aku mengalami hubungan yang paling mesra dengan Dia; di sini aku merasa aman karena tinggal bersama-Nya; inilah tempat yang tidak dilihat oleh mata insani. Perawan Tersuci mendorong aku untuk bersatu dengan Allah dengan cara ini” (BH, 454). Kontemplasi Allah yang hidup di dalam jiwa ditopang olehnya dengan usaha tetap dan setiap hari, yang intinya ialah bersatu dengan Yesus melalui suatu doa pendek atau dengan mempersembahkan kepada-Nya apa yang sedang dialaminya (kerja, penderitaan, sukacita).
            Pengenalan misteri kerahiman ilahi membangkitkan dan menumbuhkan dalam jiwanya sikap berharap akan Tuhan Allah dan sekaligus keinginan untuk mengukir sifat ilahi itu di dalam hatinya sendiri dan dalam tindakan belas kasihan terhadap sesama. Tuhan Yesus, yang membimbing hidup rohaninya secara langsung, menuntut dari Sr. Faustina sikap yang demikian terhadap Allah dan sesama manusia. “Putri-Ku, kalau melalui engkau Aku minta agar manusia menghormati kerahiman-Ku, hendaknya engkau menjadi orang pertama yang unggul dalam harapan kepada kerahiman-Ku ini. AKu minta agar engkau melaksanakan perbuatan-perbuatan kerahiman, yang harus muncul dari kasih kepada-Ku. Kapan saja dan di mana saja, engkau harus mengamalkan belas kasihan kepada sesama. Engkau tidak boleh menghindarinya atau berusaha mencari-cari dalih untuk membebaskan diri darinya (BH, 742).
            Pengharapan bagi Sr. Faustina tidak searti dengan suatu perasaan suci, atau suatu penerimaan kebenaran iman dengan akal budi, tetapi keseluruhan pola hidup manusia di hadapan Tuhan Allah, yang menyatakan dirinya dalam melaksanakan kehendak ilahi yang tercakup dalam perintah-perintah, tugas-tugas harian, atau dalam ilham-ilham Roh Kudus yang telah dipahami. Orang yang mengenal misteri kerahiman ilahi tahu betul bahwa Allah selalu menghendaki kebaikan manusia dalam perspektif kekekalan; karena itulah ia menerimanya sebagai pemberian dan dengan penuh harapan. “Ada satu kata yang aku perhatikan dan terus menerus aku renungkan; kata itu adalah kehendak kudus Allah. Ia adalah makananku sehari-hari. Seluruh jiwaku mendengarkan dengan penuh perhatian kepada kehendak Allah. Aku selalu melakukan apa yang diminta Allah dariku meskipun naluriku sering kali gemetar dan aku merasakan bahwa kebesaran hal-hal ini melampaui kekuatanku” (BH, 652).
            Pengharapan (“Engkau andalanku!”) dalam spiritualitas Sr. Faustina menjadi gambaran relasinya dengan Allah, sedangkan kata “belas kasih” menunjukkan sikapnya terhadap manusia yang lain. Sumber, contoh, dan motivasi untuk berbelas kasih terhadap manusia ialah kerahiman ilahi. Inilah sebabnya belas kasih secara amat jelas berbeda dari sikap memberi secara alamiah dan berbeda sekali dari filantropi yang bisa beragam motivasinya. Suster Faustina menangkap keindahan dan kebesaran belas kasih kristiani yang mengambil bagian dalam kerahiman ilahi; itulah sebabnya ia ingin memancarkannya. “O Yesusku” - ia berdoa - “setiap orang kudus-Mu memancarkan salah satu keutamaan-Mu; aku ingin memancarkan hati-Mu yang pemurah, penuh kerahiman; aku ingin memuliakannya. Biarlah kerahiman-Mu, O Yesus, tercetak dalam hatiku dan dalam jiwaku ibarat suatu meterai, dan ini akan menjadi lencanaku dalam kehidupan yang sekarang dan yang akan datang” (BH, 1242). Dalam menunjukkan belas kasihan, ia mengikuti Yesus sampai salib; di situ ia mengorbankan hidupnya; di situ ia mengurbankan hidupnya demi kehidupan orang-orang berdosa, terutama jiwa-jiwa yang terancam keselamatannya.
            Spiritualitas Sr. Faustina mempunyai pula ciri kecintaan pada Gereja sebagai Bunda terbaik dan Tubuh Mistik Kristus, karisma pendekatan misteri kerahiman ilahi melalui perkataan, perbuatan dan doa, khususnya doa untuk jiwa-jiwa yang hilang, juga kecintaan pada Ekaristi dan devosi tulus kepada Bunda Allah Kerahiman.

            Di sekolah spiritualitas Sr. Faustina, orang dapat mengenali misteri kerahiman ilahi, belajar kontemplasi Allah dalam hidup sehari-hari, melatih diri dalam sikap penuh pengharapan terhadap Tuhan Allah dan berbelas kasih terhadap sesama, menghayati relasi dengan Yesus dalam Ekaristi dan dengan Bunda Maria. Inilah spiritualitas yang sangat dalam berakar dalam Injil, dan sekaligus mudah dan mungkin dipraktikkan dalam setiap jenis panggilan dan lingkungan; itulah alasannya spiritualitas ini menarik begitu banyak orang pada masa kini.

SANTA MARIA FAUSTINA KOWALSKA


            Kini, beliau yang dikenal di seluruh dunia sebagai “Rasul Kerahiman Ilahi,” oleh para teolog dimasukkan dalam kalangan mistikus Gereja yang termasyhur. Ia adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara yang lahir dalam keluarga petani miskin dan saleh di Glogowiec, sebuah desa di jantung Polandia. Ketika dibaptis di gereja paroki terdekat, yakni Paroki Swinice Warckie, ia diberi nama Helena. Sejak masa kanak-kanak ia sangat menonjol, baik karena kesalehannya, cintanya akan doa, kerajinan dan ketaatannya, maupun karena kepekaannya yang besar terhadap kemalangan manusia. Ia hampir tidak dapat menyelesaikan tiga tahun sekolahnya, dan pada usia empat belas tahun ia meninggalkan keluarga untuk menolong orang tuanya dan mencari nafkah untuk kehidupannya sendiri dengan menjadi pelayan keluarga di kota-kota sekitar, yakni Aleksandrow dan Lodz.
            Ketika baru berumur tujuh tahun (dua tahun sebelum komuni pertamanya), Helena sudah merasakan di dalam jiwanya panggilan untuk merengkuh kehidupan membiara. Ketika kemudian ia memberitahukan keinginan ini kepada orang tuanya, mereka menolak mentah-mentah keinginannya untuk masuk biara. Karena situasi ini, Helena berusaha keras untuk menekan panggilan ilahi ini dalam dirinya. Tetapi, hatinya sangat terketuk ketika dalam suatu penglihatan ia menyaksikan penderitaan Kristus dan mendengarkan teguran-Nya, “Berapa lama Aku harus bersabar menunggumu dan berapa lama engkau akan terus mencobai Aku? (BH, 9); maka ia mulai mencari sebuah biara untuk bergabung. Ia mengetuk pintu banyak biara, tetapi tidak satu pun menerimanya. Akhirnya, pada 1 Agustus 1925, Helena memasuki klausura dalam biara Kongregasi Suster Bunda Allah Kerahiman di Jl. Zytnia di Warsawa. Dalam buku hariannya ia menyatakan, “Rasanya aku telah menapakkan kakiku di dalam kehidupan Firdaus. Satu-satunya doa yang menyembur dari hatiku adalah doa syukur.”(Buku Harian [BH], 17)
            Namun, sesudah beberapa pekan, ia mengalami suatu godaan yang kuat untuk pindah ke kongregasi lain tempat yang ada lebih banyak waktu untuk berdoa. Oleh karena itu, Tuhan Yesus menampakkan kepadanya wajah yang terluka dan teraniaya, serta berkata, “Engkaulah yang akan menyebabkan rasa sakit-Ku ini kalau engkau meninggalkan biara ini. Ke tempat inilah Aku memanggilmu, bukan ke tempat lain, dan [di sini] Aku telah mempersiapkan banyak rahmat bagimu.” (BH, 19).
            Ketika diterima dalam kongregasi ini, Helena menerima nama Sr. Maria Faustina. Ia menjalani novisiatnya di Krakow, dan di sana, di hadapan Uskup Stanislaw Rospond, ia mengikrarkan kaul pertama. Lima tahun kemudian, ia mengikrarkan kaul kekal, yakni kaul kemurnian, kemiskinan, dan ketaatan. Ia ditugaskan untuk bekerja di sejumlah rumah kongregasi, tetapi paling lama ia bekerja di Krakow, Plock, dan Vilnius; di situ, ia melaksanakan tugas-tugas sebagai juru masak, tukang kebun, dan penjaga pintu.
            Segala kesibukan lahiriah ini sama sekali tidak mengganggu kehidupan mistiknya yang luar biasa kaya. Dengan penuh semangat, ia melaksanakan tugas-tugasnya, dan dengan setia ia mematuhi semua aturan biara; ia selalu tenang dan diam, sembari menunjukkan penampilan yang alami, ramah, penuh kebaikan dan kasih yang tulus kepada sesama.
            Seluruh hidupnya dipusatkan pada upaya terus menerus untuk menjalin kesatuan yang semakin penuh dengan Allah dan pada kerja sama dalam mengurbankan diri bersama Yesus demi karya penyelamatan jiwa-jiwa. “Ya Yesusku,” tulis Sr. Faustina dalam Buku Harian, “Engkau tahu bahwa sudah sejak usia belia aku mempunyai keinginan untuk menjadi santa yang besar; maksudku, aku telah mempunyai keinginan untuk mencintai Engkau dengan cinta yang sedemikian besar sehingga tidak akan ada jiwa lain yang mencintai Engkau seperti aku.” (BH, 1372).
            Buku Harian mengungkapkan betapa dalamnya kehidupan spiritualitasnya. Orang yang membaca catatan-catatan ini dengan penuh perhatian akan mendapatkan gambaran tentang tingginya tingkat kesatuan jiwa Sr. Faustina dengan Allah, baik pendampingan Allah yang senantiasa menyertai jiwanya, maupun usaha-usaha dan perjuangannya pada jalan menuju kesempurnaan kristiani. Kepadanya, Tuhan memberikan rahmat yang besar: yakni rahmat kontemplasi, pengetahuan yang mendalam tentang misteri kerahiman Allah, penampakan-penampakan, wahyu, stigmata tersembunyi, rahmat nubuat dan kemampuan untuk membaca jiwa manusia, dan juga rahmat langka dalam bentuk pertunangan mistik. Sungguh berlimpah anugerah yang ia terima. Meskipun demikian, inilah yang ia tulis, “Bukan rahmat, bukan wahyu, bukan penampakan, bukan anugerah yang membuat suatu jiwa menjadi sempurna, tetapi lebih-lebih kesatuan mesra jiwa itu dengan Allah. ... Kesucian dan kesempurnaanku ada pada kesatuan erat antara kehendakku dan kehendak Allah” (BH, 1107).
            Cara hidup yang keras dan puasa-puasa yang berat, yang ia paksakan atas dirinya bahkan sebelum bergabung dengan kongregasi, memperlemah organisme tubuhnya sedemikian rupa sehingga sudah  dalam masa postulannya ia harus dikirim ke Skolimow dekat Warsawa untuk memulihkan kesehatannya. Menjelang akhir tahun pertama novisiat, ia mendapat pengalaman mistik yang luar biasa menyedihkan yang ia sebut malam kelam, dan kemudian mengalami penderitaan spiritual serta moral yang terkait dengan penyempurnaan misi yang ia terima dari Kristus Tuhan, Suster Faustina mengurbankan seluruh hidupnya sebagai korban bagi orang-orang berdosa, dan dalam hubungan ini ia juga menanggung aneka penderitaan supaya lewat semua itu ia dapat membantu jiwa-jiwa mereka. Selama tahun-tahun terakhir hidupnya, penderitaan batin yang disebut malam-pasif jiwa dan penyakit ragawi semakin menghebat. Tuberkulosis yang semakin parah menyerang paru-paru dan saluran pencernaannya. Karena alasan ini, dua kali ia menjalani perawatan beberapa bulan di rumah sakit di Pradnik, Krakow.
            Dalam keadaan fisik yang sangat rapuh, tetapi secara spiritual sungguh matang, ia meninggal sebagai orang suci, disatukan secara mistik dengan Allah, pada tanggal 5 Oktober 1938, pada usia yang belum mencapai 33 tahun, sesudah menjadi biarawati selama 13 tahun. Jasadnya dibaringkan untuk beristirahat dalam kubur bersama di pemakaman biara di Krakow-Lagiewniki. Pada tahun 1966, dalam proses pengumpulan informasi untuk beatifikasi Sr. Faustina, jasadnya dipindahkan ke kapel biara.

            Kepada biarawati sederhana, yang tidak terpelajar tetapi pemberani, dan yang percaya kepada Allah tanpa batas ini, Tuhan kita, Yesus Kristus, mempercayakan misi agung untuk memaklumkan amanat kerahiman-Nya kepada seluruh dunia. “Sekarang,” kata Tuhan kepada Sr. Faustina, “Aku mengutus engkau membawa kerahiman-Ku kepada umat manusia di seluruh dunia. Aku tidak ingin menghukum umat manusia yang sedang sakit. Sebaliknya, Aku ingin menyembuhkan mereka, sambil mendekap mereka ke Hati-Ku yang maharahim” (BH, 1588). “Engkau adalah juru tulis kerahiman-Ku. Aku telah memilih engkau untuk tugas ini, baik dalam kehidupan sekarang maupun dalam kehidupan yang akan datang” (BH, 1605)... untuk memperkenalkan kepada jiwa-jiwa kerahiman agung-Ku bagi mereka dan untuk mendorong mereka agar percaya akan kerahiman-Ku yang tanpa batas” (BH, 1567).

PERSIAPAN UNTUK KOMUNI KUDUS


Y.M.Y.

Krakow, 10 Januari 1938. Persiapanku untuk Komuni Kudus

Sr.Faustina dari Sakramen Mahakudus. Kongregasi Para Suster Bunda Allah Kerahiman.

(1804) Saat yang paling meriah dalam hidupku adalah ketika aku menyambut komuni kudus. Setiap komuni kudus sangat kurindukan, dan atas setiap komuni kudus aku bersyukur kepada Tritunggal yang Mahakudus.
Andaikata para malaikat dapat cemburu, pasti mereka cemburu kepada kita karena dua hal: pertama, menyambut komuni kudus; kedua, menderita.
(1805) Hari ini, aku mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan-Mu sebagaimana mempelai mempersiapkan diri untuk kedatangan pengantinnya. Dia adalah Tuhan yang agung; inilah Mempelaiku. Segala langit tidak mampu merengkuh Dia. Para Serafim yang berdiri paling dekat dengan Dia menutup wajah mereka dan tanpa henti mengulangi: Kudus, Kudus, Kudus.
Tuhan yang agung ini adalah Mempelaiku. Bagi Dialah paduan suara bermadah. Di hadapan-Nyalah segala penguasa bersujud. Karena kecemerlangan-Nya, matahari tampak pudar. Tetapi, Tuhan yang agung ini toh berkenan menjadi Mempelaiku. Hatiku berhentilah merenungkan bagaimana orang-orang lain menyembah-Nya. Engkau tidak lagi memiliki waktu untuk itu karena Mempelaimu sudah datang, sudah berada di depan pintumu.
(1806) Aku keluar untuk menjumpai Dia. Sambil merendahkan diri dalam-dalam di hadapan keagungan-Nya, aku mempersilakan Dia masuk ke tempat kediaman di dalam hatiku. Tetapi, Tuhan mengangkat aku dari debu dan meminta aku sebagai mempelai-Nya, untuk duduk di samping-Nya dan untuk mengatakan kepada-Nya segala sesuatu yang ada di dalam hatiku. Maka aku, yang ditenangkan oleh kebaikan-Nya, menyandarkan kepalaku pada dada-Nya dan menuturkan segala sesuatu kepada-Nya. Pertama-tama, aku menceritakan kepada-Nya hal-hal yang tidak pernah kukatakan kepada ciptaan mana pun. Kemudian, aku berbicara tentang kebutuhan-kebutuhan Gereja, tentang jiwa-jiwa para pendosa yang malang, dan tentang betapa mereka sangat membutuhkan kerahiman-Nya.  Tetapi, waktu berjalan dengan begitu cepat. Yesus, aku harus pergi melaksanakan tugas-tugas yang menantikan aku. Yesus mengatakan kepadaku bahwa masih ada waktu untuk mengucapkan selamat berpisah. Suatu tatapan tajam satu sama lain, dan sepertinya kami harus berpisah sejenak; tetapi, dalam kenyataannya, kami tidak pernah berpisah. Hati kami terus berpadu. Meskipun secara lahiriah aku disibukkan oleh aneka tugas, kehadiran Yesus terus menerus membenamkan aku dalam reungan yang mendalam.
(1807) Hari ini, persiapanku untuk menyambut kedatangan Yesus sangat singkat, tetapi sangat menyentuh karena cinta yang luar biasa. Kehadiran Allah menembus diriku dan menyalakan api cintaku akan Dia. Tidak ada kata-kata yang terucap; yang ada hanyalah percakapan batin. Lewat cinta, aku membenamkan diri sepenuhnya dalam Allah. Tuhan menghampiri tempat tinggal-Nya di dalam hatiku. Sesudah menyambut komuni, aku hanya memiliki sekadar ingatan untuk kembali ke tempat aku berlutut. Pada saat yang sama, jiwaku sama sekali lenyap dalam Allah, dan aku tidak tahu lagi apa yang terjadi atas diriku. Allah memberi aku pengetahuan batin mengenai Jati Diri-Nya. Saat-saat ini singkat, tetapi sangat menyentuh. Jiwa meninggalkan kapel dalam permenungan yang khusyuk, dan tidaklah mudah untuk mengganggunya. Pada saat seperti itu, aku menyentuh tanah ibarat dengan satu kaki saja. Sepanjang hari seperti itu, tidak ada pengurbanan yang sulit atau berat. Setiap situasi membangkitkan olah cinta yang baru.
(1808) Hari ini, aku mengundang Yesus masuk ke dalam hatiku sebagai Kasihku. Engkau adalah Sang Cinta sendiri. Seluruh surga mengambil nyalanya dari Engkau dan dipenuhi dengan cinta. Maka, jiwaku mendambakan Engkau laksana sekuntum bunga merindukan sang surya. Yesus, bergegaslah masuk ke dalam hatiku karena Engkau tahu bahwa seperti bunga senang akan sang surya, demikianlah hatiku senang akan Dikau. Aku membuka kelopak hatiku untuk menyambut cinta-Mu.
(1809) Apabila Yesus datang ke dalam hatiku, segala sesuatu dalam jiwaku gemetar dengan kehidupan dan dengan kehangatan. Yesus, ambillah cinta hatiku dan curahkanlah cinta-Mu, cinta-Mu yang bernyala-nyala dan cemerlang, yang tahu bagaimana menanggung setiap pengurbanan, yang tahu bagaimana melupakan diri sendiri sama sekali.
Hari ini, hariku ditandai dengan penderitaan....
(1810) Hari ini, aku mempersiapkan diri akan kedatangan Sang Raja.
Apakah aku ini, dan siapakah Engkau, o Tuhan, Raja Kemuliaan yang kekal? O hatiku, apakah engkau sadar akan siapa yang datang kepadamu hari ini? Ya, aku tahu, tetapi - anehnya - aku tidak mampu menangkapnya. Oh, Dia bukan hanya seorang raja, tetapi Dia adalah Raja para raja, Tuhan para tuan. Di hadapan-Nya, segala kekuatan dan penguasa gemetar. Hari ini, Ia datang ke dalam hatiku. Nah, aku mendengar Dia mendekat. Aku keluar untuk menjumpai Dia dan mempersilakan Dia masuk. Ketika Ia memasuki tempat tinggal-Nya di dalam hatiku, jiwaku dipenuhi dengan sikap hormat yang sedemikian khidmat sehingga ia gemetar ketakutan, tersungkur pada kaki-Nya. Yesus mengulurkan tangan-Nya kepada jiwaku dan dengan ramah Ia mengizinkannya duduk disamping-Nya.
(1811) Ia menyakinkan jiwaku sambil berkata, “Lihatlah, Aku sudah meninggalkan takhta surgawi-Ku untuk bersatu dengan engkau. Apa yang engkau lihat hanyalah sebagian kecil dan hatimu sudah dimabuk cinta. Betapa hatimu akan tercengang-cengang kalau engkau melihat Aku dalam segenap kemuliaan-Ku. Tetapi, Aku ingin memberitahukan kepadamu bahwa kehidupan kekal sudah harus dimulai di bumi ini melalui komuni kudus. Setiap komuni kudus membuat engkau mampu menyatukan diri dengan Allah sepanjang masa.”
Maka, hai Rajaku, aku tidak minta suatu pun dari-Mu meskipun aku tahu bahwa Engkau dapat memberikan kepadaku segala sesuatu. Aku minta kepada-Mu hanya satu hal: jadilah selalu Raja hatiku; ini cukup bagiku.
(1812) Hari ini, aku membarui penyerahan diriku kepada Rajaku, dengan kesetiaan kepada bisikan-bisikan batin.
(1813) Hari ini, aku tidak memaksakan diriku untuk melakukan suatu persiapan khusus. Aku tidak dapat memikirkan suatu pun, meski aku merasakan banyak hal. Aku merindukan saatnya Allah akan datang ke dalam hatiku. Aku menghempaskan diriku ke dalam pelukan-Nya dan menceritakan kepada-Nya ketidakmampuan serta kepapaanku. Aku menumpahkan segala penderitaan hatiku karena tidak mampu mencintai Dia seperti yang aku inginkan. Aku membangkitkan dalam diriku sendiri sikap iman, harapan, dan cinta, dan menghayatinya sepanjang hari.
(1814) Hari ini, persiapanku singkat. Iman yang teguh dan hidup, nyaris mengoyakkan selubung cinta. Kehadiran Allah menembus hatiku laksana sinar mentari menembus kristal. Pada saat aku menerima Allah, seluruh diriku terbenam dalam Dia. Pesona dan kekaguman meliputi aku ketika aku menyaksikan keagungan Allah yang luar biasa; Ia merunduk kepadaku yang adalah kepapaan belaka. Pada saat seperti itu, mencuatlah dari dalam jiwaku rasa syukur yang luar biasa atas segala rahmat yang Ia limpahkan kepadaku, khususnya atas rahmat panggilan untuk melayani Dia secara istimewa.
(1815) Hari ini, dalam komuni kudus, aku ingin menyatukan diriku dengan Yesus seerat mungkin lewat cinta. Aku mendambakan Allah dengan kerinduan yang begitu bernyala-nyala sehingga aku merasa bahwa saat itu tidak pernah akan tiba. Ketika imam akan memberi aku komuni kudus, jiwaku seolah-olah jatuh pingsan karena mendambakan Allah.
(1816) Ketika aku menerima Dia ke dalam hatiku, tersingkaplah selubung iman. Aku melihat Yesus yang berkata kepadaku, “Putri-Ku, cintamu menjadi bagi-Ku penyilihan atas kebekuan hati banyak jiwa.” Sesudah mendengar kata-kata itu, aku sekali lagi sendirian, tetapi sepanjang hari itu aku hidup dalam doa pemulihan.
(1817) Hari ini, aku merasakan jurang kepapaan yang ada dalam jiwaku. Aku ingin menghampiri komuni kudus sebagai sumber kerahiman dan ingin membenamkan diri sepenuhnya dalam samudra cinta itu.
Ketika aku menyambut Yesus, aku menghempaskan diriku kepada-Nya seperti ke dalam lubuk kerahiman yang tak terbatas. Dan semakin aku merasakan kepapaanku, semakin kuat imanku akan Dia.
Dalam kesendirian ini, aku menapaki seluruh hari.
(1818) Hari ini, jiwaku bersikap seperti seorang anak. Aku menyatukan diriku dengan Allah seperti seorang anak dengan bapaknya. Aku sungguh-sungguh merasa bahwa aku ini anak Allah.
(1819) Sesudah menyambut komuni kudus, aku memiliki pengetahuan yang sangat jelas tentang Bapa surgawi dan tentang kebapakan-Nya dalam kaitan dengan jiwa-jiwa.
Hari ini, aku hidup sambil memuliakan Tritunggal yang kudus. Aku bersyukur kepada Allah bahwa lewat rahmat, Ia telah berkenan mengangkat kita menjadi anak-anak-Nya.
(1820) Hari ini, aku ingin diubah, sama sekali dan sepenuhnya, menjadi cinta Yesus dan, bersama dengan Dia, ingin mempersembahkan diri kepada Bapa surgawi.
Dalam misa kudus, aku melihat Bayi Yesus di dalam piala dan Ia berkata kepadaku, “Aku tinggal di dalam hatimu seperti engkau lihat Aku ada di dalam piala ini.”
(1821) Sesudah menyambut komuni kudus, aku merasakan denyut jantung Yesus di dalam jantungku sendiri. Memang, sudah lama aku tahu bahwa komuni kudus bertahan dalam diriku sampai komuni berikut. Tetapi hari ini - dan sepanjang hari - aku menyembah Yesus yang ada di dalam hatiku dan dengan rahmat-Nya memohon supaya Ia melindungi anak-anak kecil terhadap kejahatan yang mengancam mereka. Kehadiran Allah yang sungguh kurasakan, bahkan secara fisik, berlangsung sepanjang hari dan sama sekali tidak mengganggu pelaksanaan tugas-tugasku sedikit pun.
(1822) Hari ini, secara khusus jiwaku ingin menunjukkan cintanya akan Yesus. Ketika Yesus masuk ke dalam hatiku, aku menghempaskan diriku pada kaki-Nya laksana sekuntum mawar. Aku inhin keharuman cintaku terus menerus membubung dari kaki takhta-Mu. Engkau tahu, ya Yesus, dalam kuntum mawar ini, segenap hatiku [dipersembahkan] bagi-Mu, tidak hanya saat ini ketika hatiku bernyala-nyala seperti bara api yang berkobar, tetapi juga sepanjang hari, ketika aku akan membuktikan cintaku kepada-Mu lewat kesetiaanku kepada rahmat ilahi.
Hari ini, segala kesulitan dan penderitaan yang harus kuhadapi akan kurenggut dengan cepat, ibarat kuntum-kuntum mawar, untuk kulontarkan ke kaki Yesus. Kalaupun tangan, atau bahkan hatiku, berdarah, tidaklah menjadi masalah....
(1823) Hari ini, jiwaku mempersiapkan kedatangan Juru Selamatku, Sang Kebaikan, dan Sang Cinta sendiri. Gangguan dan godaan-godaan menyiksa diriku, dan tidak membiarkan aku mempersiapkan kedatangan Tuhan. Oleh karena itu, dengan kerinduan yang lebih bernyala-nyala lagi, aku ingin menerima Engkau, ya Tuhan. Sebab, aku tahu bahwa apabila Engkau datang, Engkau akan membebaskan aku dari semua siksaan ini. Dan kalau memang Engkau menghendaki aku harus menderita, baiklah, kuatkan aku untuk bertempur.
Yesus, Juru Selamat, yang telah berkenan datang ke dalam hatiku, enyahkanlah segala gangguan yang menghalangi aku untuk bercakap-cakap dengan-Mu.
Yesus menjawab kepadaku, “Aku menghendaki engkau menjadi seperti seorang ksatria yang berpengalaman dalam pertempuran, yang dapat memberikan perintah kepada orang-orang lain di tengah peperangan yang meletus. Demikian pula, Anak-Ku, engkau hendaknya tahu bagaimana menguasai diri di tengah kesulitan-kesulitan yang paling besar; dan jangan biarkan suatu pun, bahkan kegagalanmu, menjauhkan engkau dari Aku.”
Hari ini, aku sudah bertempur sepanjang hari dengan suatu kesulitan tertentu yang hanya Engkau, ya Yesus, yang tahu ....
(1824) Hari ini, hatiku gemetar karena sukacita. Aku sangat merindukan Yesus agar datang ke dalam hatiku. Hatiku yang sangat rindu sudah dinyalakan dengan cinta yang semakin membara.
Ketika Yesus datang, aku menghempaskan diriku ke dalam pelukan-Nya seperti seorang anak kecil. Aku mengungkapkan sukacitaku kepada-Nya. Yesus mendengarkan semua curahan cintaku. Aku minta ampun kepada Yesus karena aku tidak mempersiapkan diri untuk komuni kudus, tetapi terus-menerus memikirkan untuk secepat mungkin bersatu dengan-Nya dalam cinta. Maka Yesus menjawab, “Yang paling menyenangkan Hati-Ku adalah persiapan seperti hari ini saat engkau telah menerima Aku ke dalam hatimu. Hari ini, secara istimewa Aku memberkati sukacitamu. Tidak ada suatu pun yang akan mengganggu sukacita itu sepanjang hari ini ....”
(1825) Hari ini, jiwaku mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Tuhan, yang dapat mengerjakan segala sesuatu, yang dapat menjadikan aku sempurna dan suci. Aku mempersiapkan diri dengan sangat cermat untuk menyambut-Nya, tetapi muncul kesulitan bagaimana menyampaikan hal ini kepada-Nya. Serta merta aku menolaknya [kesulitan itu]. Aku akan mempersembahkannya sebagaimana didiktekan oleh hatiku.
(1826) Ketika aku menerima Yesus dalam komuni kudus, hatiku berseru dengan sekuat tenaga, “Yesus, ubahlah aku menjadi hosti juga! Aku ingin menjadi hosti yang hidup bagi-Mu. Engkau adalah Tuhan yang agung dan mahakuasa; Engkau dapat memberikan apa yang kuminta.” Dan Tuhan menjawab aku, “Engkau adalah sebuah hosti yang hidup, yang menyenangkan Bapa Surgawi. Tetapi, camkanlah: apa itu sebuah hosti? Suatu kurban. Jadi ...?”
O Yesusku, aku tahu artinya “hosti,” aku tahu artinya kurban. Di hadirat-Mu, aku ingin menjadi hosti yang hidup; artinya, aku ingin menjadi suatu kurban yang hidup, yang setiap hari bernyala untuk menghormati Engkau.
Ketika kekuatanku mulai surut, komuni kuduslah yang menopang aku dan memberi aku kekuatan. Sungguh, aku takut akan hari ketika aku tidak dapat menyambut komuni kudus. Dari komuni kudus, jiwaku menimba kekuatan yang mengagumkan.
O Hosti yang hidup, engkaulah cahaya jiwaku.
(1827) Hari ini, jiwaku mempersiapkan diri untuk menyambut komuni kudus sebagai suatu pesta nikah, saat semua hadirin tampak cemerlang dengan keindahan yang tak terperikan. Dan aku juga diundang ke perjamuan ini; tetapi aku tidak melihat keindahan seperti itu di dalam diriku; yang tampak dalam diriku hanyalah jurang kepapaan. Meskipun tidak merasa pantas duduk di perjamuan ini, aku akan menyusup di bawah meja, pada kaki Yesus, dan akan minta remah-remah yang jatuh dari meja. Karena tahu akan Kerahiman-Mu, maka aku menghampiri Engkau, ya Yesus, sebab kemurahan Hati-Mu jauh lebih besar daripada kepapaanku. Inilah sebabnya selama hari ini aku akan tetap membangkitkan pengharapan akan Kerahiman Ilahi.
(1828) Hari ini, Keagungan Allah menyelubungi aku. AKu tidak mampu mempersiapkan diriku dengan lebih baik. Aku sepenuhnya direngkuh oleh Allah. Jiwaku dinyalakan oleh cinta-Nya. AKu hanya tahu bahwa aku mencintai dan aku dicintai. Ini sudah cukup bagiku. AKu sedang berusaha sebaik-baiknya untuk setia sepanjang hari kepada Roh Kudus dan untuk memenuhi tuntutan-tuntutan-Nya. Aku sedang berusaha sebaik-baiknya untuk mengupayakan keheningan batin supaya aku mampu mendengarkan suara-Nya ....

Thursday, February 4, 2016

Dairi St.Faustina: 1751 - 1803

(1751) O Yesus, yang tersembunyi dalam Sakramen Mahakudus di altar, satu-satunya cinta dan kerahiman, aku menyerahkan kepada-Mu segala kebutuhan tubuh dan jiwaku. Engkau dapat menolong aku sebab Engkau adalah Sang Kerahiman sendiri. Dalam Dikau, bertumpu seluruh harapanku.
Y.M.Y. Krakow-Pradnik, 2 Juni 1938.
Retret Tiga Hari.
(1752) Di bawah Bimbingan Guru, Yesus. Ia sendiri memerintahkan kepadaku untuk melakukan retret ini; Ia sendiri memilih hari-hari kapan aku harus melaksanakannya, yakni tiga hari sebelum Pentekosta; dan Ia semdiri membimbing retret ini.
Tetapi, aku bertanya kepada bapak pengakuanku apakah aku boleh melakukan retret seperti itu, dan aku mendapat izin darinya. Aku juga minta izin kepada Muder Superior dan mendapatkannya juga. Sebelumnya, aku telah memutuskan bahwa aku tidak akan melakukan retret ini kalau tidak memperoleh izin dari para superior. Sementara menantikan jawaban Muder Superior, aku memulai suatu novena kepada Roh Kudus.
Hari ini, aku harus memulai retret, tetapi aku belum mendapat kabar tentang keputusan Muder Superior.
Ketika aku pergi ke gereja untuk melaksanakan devosi-devosi petang hari, aku melihat Tuhan Yesus pada saat doa litani. “Putri-Ku, kita sedang memulai retret.” Aku menjawab, “Yesus, Guruku yang terkasih, aku minta ampun-Mu. Aku tidak dapat melakukan retret ini sebab aku belum mendapat kabar apakah Muder Superior mengizinkannya atau tidak!” “Tenanglah, Putri-Ku, Superior sudah memberikan izinnya. Engkau akan mengetahuinya besok pagi. Tetapi, kita harus memulai retret itu hari ini.”
Dan sungguh, petang itu Muder Superior telah menelepon suster yang merawat aku selama aku sakit, dengan permintaan agar ia memberi tahu aku bahwa aku diizinkan untuk melakukan retret, tetapi suster itu lupa memberitahukannya kepadaku. Baru keesokan harinya ia memberitahukannya kepadaku, dan dengan sangat ia minta maaf bahwa ia tidak memberitahu aku sehari sebelumnya. Aku menjawab kepadanya, “Jangan cemas. Aku sudah memulai retretku, sesuai dengan keinginan Superior.”
Hari Pertama.
(1753) Petang hari. Yesus memberiku pokok renungan. Mula-mula, hatiku dipenuhi dengan ketakutan dan sukacita. Kemudian aku mendekapkan diriku erat-erat ke Hati-Nya, dan ketakutan itu lenyap; hanya sukacita yang tinggal. Aku merasa sama sekali seperti seorang anak kecil di hadapan Allah, dan Tuhan berkata kepadaku, “Jangan takut akan apa pun. Apa yang dilarang bagi orang-orang lain telah diizinkan bagimu. Rahmat yang tidak diberikan kepada jiwa-jiwa lain untuk dapat dilihat, bahkan dari jarak yang begitu dekat, setiap hari menyegarkan engkau, seperti roti sehari-hari.”
(1754) “Camkanlah, Putri-Ku, berkat kaul-kaulmu, hatimu bersatu sedemikian erat dengan Aku. Sebelum menciptakan dunia, Aku sudah mengasihi engkau dengan cinta yang hari ini dialami oleh hatimu, dan sepanjang segala abad cinta-Ku tidak pernah akan berubah.”
(1755) Penerapan. Pada saat memikirkan Dia, Pengantin hatiku, jiwaku masuk ke dalam renungan yang mendalam, dan waktu satu jam berlalu seperti satu menit. Dalam kekhusyukan renungan ini, aku menangkap sifat-sifat Allah. Dikobarkan oleh api cinta yang ada dalam hati, aku pergi ke taman untuk mencari kesejukan; ketika aku menengadah ke langit, suatu nyala cinta yang berkobar-kobar memenuhi hatiku.
(1756) Kemudian aku mendengar kata-kata ini, “Putri-Ku, sudah engkau habiskan pokok renungan yang Kuberikan kepadamu? Kalau begitu, Aku akan memberi kepadamu pokok renungan yang baru.” Aku menjawab, “O Misteri yang Tak Terbatas, kekekalan pun tidak akan cukup bagiku untuk mengenal Engkau .... tetapi cintaku akan Dikau kini menjadi lebih bernyala-nyala. Sebagai suatu tanda syukur, aku menghamparkan hatiku pada kaki-Mu laksana setangkai mawar. Semoga keharumannya menggembirakan Hati ilahi-Mu, kini dan sepanjang masa” .... Betapa jiwa merasa seperti di firdaus ketika hati menyadari diri begitu dicintai oleh Allah...
(1757) “Hari ini, engkau akan membaca Injil Yohanes, bab lima belas. Aku menghendaki engkau membaca ini dengan sangat pelan-pelan.”
Meditasi Kedua.
(1758) “Putri-Ku, renungkanlah kehidupan Allah yang ada dalam Gereja demi keselamatan dan pengudusan jiwamu. Renungkanlah cara engkau menggunakan harta rahmat ini, renungkanlah usaha-usaha yang dilakukan oleh cinta-Ku.”
(1759) Penerapan. O Yesus yang sangat murah hati, aku tidak selalu mampu memetik manfaat dari karunia-karunia yang tak ternilai harganya ini. Sebab, aku memberi perhatian yang terlalu kecil kepada karunia-Mu sendiri dan terlalu besar kepada bejana yang Kaupakai untuk memberikan karunia-karunia itu. Ya Guruku yang paling manis, mulai sekarang sikapku akan berbeda. Aku akan menggunakan karunia-karunia-Mu dengan cara yang paling baik yang dapat dilakukan oleh jiwaku. Iman yang hidup akan menopang aku. Dalam wujud apa pun Engkau mengirimkan rahmat-Mu, aku akan menerimanya sebagai sesuatu yang datang langsung dari-Mu, tanpa memperhatikan bejana yang Kaupakai untuk mengirimkan rahmat itu. Jikalau aku tidak selalu dapat menerimanya dengan sukacita, aku akan selalu menerimanya dengan penyerahan total kepada kehendak kudus-Mu.
(1760) Konferensi tentang Perang Rohani.
“Putri-Ku, Aku ingin mengajar engkau tentang perang rohani. Jangan pernah mengandalkan dirimu sendiri, tetapi serahkanlah dirimu sepenuhnya kepada kehendak-Ku. Dalam kesendirian, kegelapan dan aneka keragu-raguan, mintalah pertolongan kepada-Ku dan kepada pembimbing rohanimu. Ia akan selalu menjawabmu atas nama-Ku. Jangan tawar-menawar dengan godaan apa pun; segera berlindunglah dalam Hati-Ku dan, pada kesempatan pertama, beberkan godaan itu kepada bapak pengakuan. Taruhlah cinta dirimu pada tempat terakhir sehingga ia tidak menodai perbuatan-perbuatanmu. Terhadap dirimu sendiri, bersikaplah sungguh-sungguh sabar. Jangan mengabaikan mati raga batin. Utamakanlah selalu pendapat para superior dan bapak pengakuanmu. Perlakukanlah orang-orang yang suka menggerutu seperti wabah. Biarlah semua kegiatan berjalan seperti adanya; engkau harus bertindak seperti yang Aku kehendaki.”
“Taatilah peraturan sesetia mungkin. Kalau seseorang menyebabkan engkau terganggu, pikirkanlah hal-hal yang baik yang dapat engkau menderita itu. Jangan mengumbar-ngumbar perasaan-perasaanmu. Diamlah kalau engkau dicela. Jangan meminta pendapat seorang pun kecuali pendapat bapak pengakuanmu; terhadapnya, bersikaplah jujur dan sederhana seperti anak kecil. Jangan berkecil hati karena sikap tidak tahu terima kasih. Jangan terlalu mempertanyakan jalan-jalan lewat mana Aku menuntun engkau. Apabila aku rasa bosan dan kecil hati melanda hatimu, tinggalkanlah dirimu sendiri dan bersembunyilah di dalam Hati-Ku. Jangan takut bertempur; keberanian sendiri sering membuat godaan ketakutan dan mereka tidak berani menyerang kita.”
“Berperanglah selalu dengan penuh keyakinan bahwa aku bahwa Aku menyertai engkau. Jangan dikendalikan oleh perasaan sebab perasaan tidak selalu dapat engkau kendalikan; tetapi segala pahala ada di dalam kehendak. Selalu bergantung lah pada para superior, juga dalam hal-hal yang paling kecil. Aku tidak memperdaya engkau dengan iming-iming damai dan penghiburan; sebaliknya, Aku mempersiapkan engkau untuk menghadapi pertempuran yang sengit. Ketahuilah. Ketahuilah, sekarang engkau masuk pada tahap di mana seluruh surga dan bumi menatap engkau. Berperanglah seperti seorang ksatria sehingga Alu dapat memberikan ganjaran kepadamu. Janganlah takut tanpa alasan yang sepadan sebab engkau tidak sendirian.”
Hari Kedua.
(1761) “Putri-Ku, hari ini, renungkanlah sengsara-Ku yang pedih dengan segala kepahitannya. Renungkanlah sengsara-Ku itu seolah-olah Aku menanggungnya demi keselamatanmu seorang.”
(1762) Penerapan. Ketika aku mulai membenamkan diri dalam sengsara ilahi, luhurnya jiwa manusia dan jahatnya dosa tampak jelas di hadapanku. Aku menjadi tahu bahwa aku tidak paham bagaimana caranya menderita. Untuk memperoleh pahala dari penderitaanku, aku akan menyatukan diriku lebih erat lagi dalam penderitaan dengan sengsara Tuhan Yesus. Dan, sementara itu, aku akan memohon rahmat-Nya bagi jiwa-jiwa yang menghadapi ajal, supaya kerahiman Allah sudi merengkuh mereka pada saat yang gawat ini.
Meditasi Kedua.
(1763) “Putri-Ku, renungkanlah pedoman hidup membiara dan kaul-kaul yang sudah engkau persembahkan kepada-Ku. Engkau tahu betapa tingginya Aku menilai semua itu; segala rahmat, yang Kusediakan bagi jiwa-jiwa religius, terkait erat dengan pedoman hidup dan kaul.”
(1764) Penerapan. O Yesus, aku merasa bersalah atas banyak ketidaksempurnaan dalam bidang ini. Tetapi, berkat rahmat-Mu, aku tidak melakukan satu pelanggaran pun terhadap pedoman dan kaul-kaul hidup membiara secara sadar dan sengaja. Sudilah selalu menjaga aku, o Yesusku yang baik, karena dari diriku sendiri aku ini rapuh.
(1765) “Hari ini, Putri-Ku, untuk bacaanmu, engkau harus mengambil Injil Yohanes, bab sembilan belas; bacalah bab ini, tidak hanya dengan bibirmu, tetapi juga dengan hatimu...”
(1766) Sementara membaca bab ini, jiwaku dipenuhi dengan penyesalan yang mendalam. Aku menyaksikan segala sikap tidak tahu terima kasih dari semua makhluk terhadap Pencipta dan Tuhan mereka; aku memohon kepada Allah untuk melindungi aku dari kebutaan rohani.
Konferensi tentang Pengurbanan dan Doa.
(1767) “Putri-Ku, Aku ingin mengajar engkau tentang bagaimana engkau harus menyelamatkan jiwa-jiwa melalui pengurbanan dan doa. Lewat doa dan penderitaan, engkau akan menyelamatkan lebih banyak jiwa daripada yang akan diselamatkan oleh seorang misionaris melulu lewat pengajaran dan khotbah-khotbahnya. Aku ingin menyaksikan dirimu sebagai kurban terdorong oleh cinta yang bernyala-nyala, yang baru kemudian akan tampak berbobot di hadapan-Ku. Engkau harus menghampakan diri, digiling lembut, dan hidup seolah-olah sudah mati dalam relung hatimu yang paling rahasia. Engkau harus dihancurkan dalam lubuk tersembunyi di mana mata insani tidak pernah melihatnya; dengan demikian, Aku akan menemukan di dalam dirimu suatu kurban yang berkenan di Hati-Ku, suatu kurban yang sungguh manis dan harum. Maka, akan sungguh besarlah kuasamu bagi siapa saja yang engkau doakan.”
“Secara lahiriah, pengurbananmu harus tampak sebagai berikut: diam, tersembunyi, diresapi dengan cinta, dipenuhi dengan doa. Putri-Ku, Aku minta agar pengurbananmu murni dan penuh dengan kerendahan hati sehingga Aku dapat menemukan kenikmatan di dalamnya. Aku tidak akan menahan rahmat-Ku sehingga engkau dapat memenuhi apa yang Kuminta darimu.”
“Kini, AKu akan mengajar engkau mengenai apa yang akan menjadi wujud kurbanmu dalam kehidupan sehari-hari, untuk menjauhkan engkau dari segala macam khayalan. Hendaknya engkau menerima segala pengurbanan dengan penuh cinta. Jangan berkecil hati kalau hatimu sering mengalami penolakan dan ketidaksenangan sehubungan dengan pengurbanan itu. Seluruh kekuatan kurban itu ada pada kehendak; perasaan-perasaan yang menentang pengurbanan itu akan meningkatkan nilainya di mata-Ku, dan sama sekali tidak akan menerndahkannya. Ketahuilah bahwa tubuh dan jiwamu akan sering berada di tengah api. Meskipun pada kesempatan-kesempatan tertentu, engkau tidak merasakan kehadiran-Ku, AKu akan selalu menyertai engkau. Jangan takut; rahmat-Ku akan menyertaimu....”
Hari Ketiga.
(1768) “Putri-Ku, dalam meditasi ini, renungkanlah cinta akan sesama. Apakah cintamu akan sesama dipandu oleh cinta-Ku? Apakah engkau mendoakan musuh-musuhmu? Apakah engkau menghendaki yang baik bagi mereka yang, dengan salah satu cara, telah menyebabkan engkau berduka atau yang telah melukai hatimu?”
“Ketahuilah, apa pun yang baik yang engkau lakukan terhadap salah satu jiwa, Aku terima seolah-olah sudah engkau lakukan terhadap Aku.”
(1769) Penerapan. O Yesus, Kasihku, Engkau tahu bahwa dalam bertindak terhadap sesamaku, belum lama ini, aku sungguh dipimpin melulu oleh cinta-Mu. Engkau sendiri mengetahui usaha-usahaku untuk melakukan hal ini. Sekarang lebih mudah aku dapat melakukannya. Tetapi, kalau Engkau sendiri tidak menyalakan cinta itu di dalam jiwaku, aku tidak akan mampu bertahan di dalamnya. Kasih ekaristis-Mulah yang setiap hari menyalakan api cintaku.
Meditasi Kedua
(1770) “Sekarang, engkau akan merenungkan cinta-Ku dalam Sakramen Mahakudus. Di sini Aku seluruhnya bagimu dengan jiwa, tubuh, dan ke-Allahan-Ku sebagai Mempelaimu sepenuhnya menjadi milikmu. Engkau tahu apa yang dituntut oleh cinta: hanya satu hal, yakni balas cinta....”
(1771) Penerapan. O Yesusku, Engkau tahu bahwa aku ingin mencintai Engkau dengan cinta yang belum pernah ditunjukkan oleh suatu jiwa pun sebelum aku. Aku ingin seluruh dunia diubah menjadi cinta akan Dikau, Mempelaiku. Dengan madu dan susu Hati-Mu, Engkau menyuapi aku. Sejak tahun-tahun awalku, Engkau mendidik aku hanya untuk diri-Mu sendiri sehingga sekarang aku tahu bagaimana mencintai Engkau. Engkau tahu bahwa aku mencintai Engkau sebab Engkau sendiri mengetahui besarnya pengurbanan yang kupersembahkan kepada-Mu setiap hari.
(1772) Yesus berkata kepadaku, “Putri-Ku, apakah engkau menghadapi suatu kesulitan dalam retret ini?” Aku menjawab bahwa aku tidak menghadapi kesulitan apa pun. Dalam retret ini, pikiranku terang seperti sinar. Aku menyelami segala misteri iman dengan sangat mudah, Guru dan Pembimbingku. Karena sinar terang-Mu, semua kegelapan lenyap dari pikiranku.”
(1773) “Hari ini, untuk bacaan rohanimu, hendaknya engkau ambil Injil Yohanes, bab dua puluh satu. Biarlah kutipan ini memberikan lebih banyak makanan kepada hatimu daripada pikiranmu.”
(1774) Dalam ibadat bulan Juni, Tuhan berkata kepadaku, “Putri-Ku, Aku sangat senang beristirahat di dalam hatimu. Pada hari Kamis Putih, ketika Aku mewariskan Sakramen Mahakudus, engkaulah yang Kupikirkan.”
(1775) Sesudah mendengar kata-kata ini, cintaku berusaha sekuat tenaga untuk mengungkapkan kepada Tuhan apa artinya Dia bagiku. Tetapi, aku kehilangan kata-kata dan karena ketidakmampuanku, aku menangis sejadi-jadinya. Maka, Yesus berkata, “Bagimu, Aku adalah Sang Kerahiman sendiri; oleh karena itu, Aku minta kepadamu untuk mempersembahkan kepapaanmu dan ketidak-berdayaanmu ini kepada-Ku, dan dengan cara ini, engkau menggembirakan Hati-Ku.”
(1776) Hari ini, nyala cinta ilahi yang berkobar-kobar memasuki jiwaku; seandainya hal itu berlangsung sedikit lebih lama, sudah hangus aku termakan oleh api, yang membebaskan diriku dari ikatan-ikatan dengan hidup yang sekarang. Aku merasakan bahwa seandainya hal itu berlangsung sedikit lebih lama, pasti aku sudah tenggelam dalam samudra cinta. Aku tidak dapat melukiskan panah-panah asmara yang menembusi jiwaku ini.
Konferensi tentang Kerahiman.
(1777) “Putri-Ku, ketahuilah bahwa Hati-Ku adalah Sang Kerahiman sendiri. Dari lautan kerahiman ini, rahmat mengalir ke seluruh dunia. Tidak ada satu jiwa pun yang telah menghampiri Aku pergi tanpa menikmati penghiburan. Segala kepapaanmu telah dibenamkan dalam lubuk kerahiman-Ku, dan setiap rahmat yang menyelamatkan dan menguduskan memancar dari mata air ini. Putri-Ku, Aku ingin agar hatimu [menjadi] kediaman kerahiman-Ku. Aku ingin supaya kerahiman ini mengalir ke seluruh dunia lewat hatimu. Hendaknya tidak seorang pun yang menghampiri engkau pergi tanpa kepercayaan akan kerahiman-Ku yang sedemikian Aku inginkan bagi jiwa-jiwa.”
“Berdoalah sebanyak mungkin untuk orang-orang yang menghadapi ajal. Dengan permohonanmu, perolehlah bagi mereka pengharapan akan kerahiman-Ku sebab merekalah yang paling membutuhkan pengharapan, tetapi paling sedikit memilikinya. Yakinlah bahwa rahmat keselamatan kekal bagi jiwa-jiwa tertentu pada akhir hayat mereka bergantung pada doamu. Engkau mengetahui seluruh lubuk kerahiman-Ku; maka dari itu, timbalah kerahiman itu untuk dirimu sendiri dan khususnya untuk orang-orang berdosa yang malang. Dengan cepat, kerahiman-Ku akan merengkuh jiwa yang percaya sebelum langit dan bumi terjerumus ke dalam kehampaan.”
(1778) Niatku masih tetap sama: menyatukan diriku dengan Kristus-Sang-Kerahiman.
(1779) Hasil Retret: Percakapan dengan Tuhan.
Syukur kepada-Mu, o Kasih Abadi, atas Kebaikan-Mu yang Tak Terselami terhadapku sehingga Engkau mau menyibukkan Diri secara langsung dengan masalah pengudusanku. “Putri-Ku, hendaknya ketiga keutamaan menghiasi dirimu secara istimewa: kerendahan hati, kemurniaan motivasi, dan cinta. Jangan melakukan apa pun di luar yang Aku minta darimu, dan terimalah apa pun yang diberikan oleh tangan-Ku kepadamu. Berusahalah sungguuh-sungguh untuk mewujudkan kehidupan penuh konsentrasi sehingga engkau dapat mendengarkan suara-Ku yang sedemikian lembut sehingga hanya dapat didengar oleh jiwa-jiwa yang hening....”
(1780) Hari ini, sampai tengah malam, aku tidak dapat tidur; hatiku sedemikian bergejolak karena pembaruan kaul yang akan kulaksanakan besok pagi. Kebesaran Allah merengkuh seluruh diriku.
Pentekosta. Pembaruan Kaul.
(1781) Aku bangun jauh lebih dini daripada biasanya, lalu pergi ke kapel dan membenamkan diri dalam kasih Allah. Sebelum menyambut komuni kudus, dalam hati aku membarui kaul-kaul religiusku. Sesudah komuni kudus, kasih Allah yang tak terbatas meliputi aku. Jiwaku bersatu dengan Roh Kudus, yang sama-sama Tuhan seperti Bapa dan Putra. Embusannya memenuhi jiwaku dengan kesukaan yang amat besar sehingga sia-sia usahaku untuk melukiskan meskipun secara samar-samar, apa yang dialami hatiku. Sepanjang hari, di mana pun aku berada dan dengan siapa pun aku bercakap-cakap, kehadiran Allah yang nyata menyertai aku; jiwaku tenggelam dalam ucapan syukur karena rahmat-rahmat yang agung ini.
(1782) Hari ini, ketika aku pergi ke taman, Tuhan berkata kepadaku, “Kembalilah ke kamarmu karena Aku menantikan engkau di sana.” Segera aku kembali ke kamar, aku melihat Tuhan Yesus, duduk pada meja dan menantikan aku. Ia memandang aku dengan penuh cinta dan berkata, “Putri-Ku, Aku ingin engkau sekarang menulis sebab jalan-jalan di taman itu tidak selaras dengan kehendak-Ku.” Aku tinggal sendirian dan langsung mulai menulis.
(1783) Aku membenamkan diri dalam doa dan menyatukan diri dengan semua misa yang dirayakan di seluruh dunia pada saat itu. Aku mohon kepada Allah agar, berkat semua misa kudus itu, Ia melimpahkan kerahiman kepada dunia, khususnya kepada orang-orang berdosa yang malang yang pada saat itu menghadapi ajal. Seketika itu juga, dalam hati aku menerima jwaban dari Allah bahwa ribuan jiwa telah menerima rahmat karena doa yang kusampaikan kepada Allah. Kita tidak tahu berapa jumlah jiwa yang harus kita selamatkan lewat doa dan pengurbanan kita; oleh karena itu, marilah kita selalu berdoa bai orang-orang berdosa.
(1784) Hari ini, dalam kurun percakapan yang panjang, Tuhan berkata kepadaku, “Betapa besarnya keinginan-Ku untuk menyelamatkan jiwa-jiwa! Juru tulis-Ku yang terkasih, tulislah bahwa aku ingin mencurahkan kehidupan ilahi-Ku ke dalam jiwa-jiwa manusia dan menguduskan mereka, asal saja mereka mau menerima rahmat-Ku. Orang-orang yang dosanya paling berat pun akan mencapai kesucian yang tinggi kalau mereka mau berharap kepada kerahiman-Ku. Lubuk Hati-Ku yang paling dalam penuh dengan kerahiman yang selalu mengalir, dan semua itu dicurahkan ke atas semua yang telah Kuciptakan. Kesukaan-Ku adalah bekerja di dalam jiwa manusia, memenuhinya dengan kerahiman-Ku dan menyelamatkannya. Kerajaan-Ku di bumi adalah kehidupan-Ku dalam jiwa manusia. Tulislah, juru tulis-Ku, bahwa Aku sendiri adalah penuntun rohani bagi jiwa-jiwa - Aku menuntun mereka secara tidak langsung lewat imam, dan setiap orang Kutuntun kepada kesucian lewat jalan yang hanya Aku sendiri yang tahu.”
(1785) Muder Superior hari ini mengunjungi aku, tetapi hanya dalam waktu yang singkat. Ketika memandang ke sekeliling, ia berkata bahwa segala sesuatu sangat rapi di sini. Memang benar, para suster berusaha membuat tempat tinggalku di sanatorium ini sangat menyenangkan. Tetapi, semua keindahan ini tidaklah mengurangi penderitaanku, yang hanya dapat dilihat oleh Allah dan baru akan berakhir ketika jantungku berhenti berdenyut. Baik keindahan seluruh bumi, maupun bahkan keindahan surga sendiri, tidak dapat menghapuskan siksaan jiwaku, yang setiap saat muncul dalam hidup batin yang begitu mendalam. Semua itu baru akan berakhir ketika Engkau sendiri, Pencipta penderitaanku, berkata, “Cukup!” Tidak ada suatu pun yang dapat mengurangi penderitaanku.
(1786) Jumat Pertama sesudah Hari Raya Tubuh Kristus. [17 Juni 1938].
Langsung pada hari Jumat sesudah Hari Raya Tubuh Kristus, aku merasa kesehatanku begitu buruk sehingga aku berpikir bahwa saat yang sudah lama kurindukan sudah dekat. Sepanjang malam, aku terserang demam tinggi dan mengeluarkan banyak darah. Namun, aku tetap pergi menyambut Tuhan Yesus pada pagi hari, tetapi aku tidak dapat bertahan selama misa kudus. Pada siang hari, suhu tubuhku mendadak turun menjadi 35.8 darjah celsius. AKu merasa begitu lemah sehingga aku merasa seolah-olah segala sesuatu yang ada dalam diriku sudah mati. Ketika aku membenamkan diri dalam doa, aku tahu bahwa itu bukanlah saat pembebasan, tetapi hanya panggilan mendadak dari Mempelaiku.
(1787) Ketika aku berjumpa dengan Tuhan, aku berkata kepada-Nya, “Engkau membodohi aku, Yesus; Engkau menunjukkan kepadaku gerbang surga terbuka, tetapi sekali lagi Engkau meninggalkan aku di bumi.” Tuhan berkata kepadaku, “Apabila engkau sudah ada di surga, dan melihat kembali hari-hari ini, engkau akan bersukacita dan akan ingin melihatnya sesering mungkin. Aku tidak heran, Putri-Ku, bahwa sekarang engkau belum dapat memahaminya sebab hatimu ditenggelamkan oleh rasa sakit dan kerinduan akan Daku. Berjagamu menyenangkan Hati-Ku. Puaslah dengan kata-kata-Ku; saatnya tidak akan lama lagi.”
Sekali lagi jiwaku menyadari dirinya berada dalam pembuangan. Dalam kasih, aku menyatukan diriku dengan kehendak Allah, sambil menyerahkan diriku kepada ketetapan-ketetapan-Nya yang agung.
(1788) Percakapan-percakapan mengenai hal-hal duniawi yang kudengar di tempat ini membuatku sedemikian lelah sehingga aku hampir pingsan. Para suster yang merawatku telah memperhatikan hal ini sebab semua itu tampak secara lahiriah.
(1789) Hari ini, aku menyaksikan kemuliaan Allah yang mengalir dari gambar [Kerahiman Ilahi] itu. Banyak jiwa sedang menerima rahmat meskipun mereka tidak menceritakannya secara terbuka. Meskipun gambar itu mengalami aneka kejadian, Allah tetap dimuliakan karenanya; usaha-usaha setan dan orang-orang jahat sudah berantakan dan hancur lebur. Meskipun setan melancarkan kemarahan, Kerahiman Ilahi akan berjaya atas seluruh dunia dan disembah oleh semua jiwa.
(1790) Aku telah memahami bahwa supaya Allah dapat bertindak dalam suatu jiwa, jiwa itu harus berhenti bertindak atas kemauannya sendiri; kalau tidak, Allah tidak akan melaksanakan kehendak-Nya dalam jiwa itu.
(1791) Ketika suatu badai besar mendekat, aku mulai mendaras Koronka. Sekonyong-konyong aku mendengar suara malaikat, “Aku tidak dapat mendekat dalam wujud badai itu sebab sinar yang datang dari mulut suster itu mengusir aku dan juga badai ini.” Begitulah keluhan malaikat itu kepada Allah. Kemudian, aku menyaksikan betapa banyaknya malapetaka yang akan dilaksanakan si malaikat lewat badai itu; tetapi aku juga menyaksikan bahwa doa ini menyenangkan hati Allah, dan bahwa Koronka memiliki kekuatan yang amat besar.
(1792) Aku menyaksikan bahwa jiwa tertentu sangat menyenangkan Allah dan bahwa meskipun dirundung segala macam penganiayaan, orang ini didandani Allah dengan kemuliaan yang baru dan lebih tinggi. Hatiku sangat bersukacita karena hal ini.
(1793) Saat-saat yang paling menyenangkan bagiku adalah ketika aku bercakap-cakap dengan Tuhan di relung hatiku. Aku berusaha dengan sebaik-baiknya untuk tidak meninggalkan Dia sendirian. Ia senang selalu bersama dengan kita ....
(1794) O Yesus, Allah yang kekal, aku bersyukur kepada-Mu karena rahmat dan berkat-Mu yang tak terbilang. Biarlah setiap denyut jantungku menjadi madah syukur yang baru bagi-Mu, o Allah. Biarlah setiap tetes darahku mengalir bagi-Mu, ya Tuhan. Jiwaku adalah suatu madah sembah sujud bagi Kerahiman-Mu. Aku mengasihi Engkau, ya Allah, demi diri-Mu sendiri.
(1795) Ya Allahku, memang penderitaan-penderitaanku berat dan berkepanjangan, tetapi aku menerimanya sebagai karunia yang mulia dari tangan-Mu. Aku menerima semua penderitaan itu, juga penderitaan yang ditolak oleh jiwa-jiwa lain. Ya Yesusku, Engkau dapat datang kepadaku dengan membawa apa saja, aku sama sekali tidak akan menolak Engkau. Hanya satu hal yang kuminta dari-Mu: berilah aku kekuatan untuk menanggungnya dan berilah agar semua itu dapat mendatangkan pahala. Aku serahkan seluruh hidupku: berbuatlah terhadapku seperti yang Kaukehendaki.
(1796) Hari ini, aku melihat Hati Kudus Yesus di langit, di tengah cahaya yang terang benderang. Berkas-berkas sinar memancar dari Luka [di lambung-Nya] dan menyebar ke seluruh dunia.
(1797) Hari ini, Tuhan datang kepadaku dan berkata, “Putri-Ku, bantulah Aku menyelamatkan jiwa-jiwa. Pergilah kepada seorang berdosa yang sedang menghadapi ajal, dan teruslah mendaras Koronka. Dengan cara ini, engkau akan memperoleh baginya pengharapan akan kerahiman-Ku karena ia sudah dalam keadaan putus asa.”
(1798) Tiba-tiba, aku mendapati diriku berada di suatu pondok yang asing bagiku di mana seorang lelaki lanjut usia sedang menghadapi ajal di tengah siksaan-siksaan yang berat. Yang ada di sekeliling tempat tidurnya hanyalah suatu himpunan besar roh jahat dan keluarga, yang pada menangis. Ketika aku mulai berdoa, roh-roh kegelapan itu melarikan diri dengan bunyi desis dan ancaman-ancaman yang diarahkan kepadaku. Jiwa itu menjadi tenang dan, dengan penuh kepercayaan, ia beristirahat dalam Tuhan.
Pada saat yang sama, aku mendapati diriku berada di kamarku sendiri. Bagaimana ini terjadi, aku tidak tahu.
(1799) Y.M.Y. Aku merasa ada suatu kuasa yang membela dan melindungi aku dari serangan-serangan musuh. Kuasa itu terus menjaga dan melindungi aku. Aku merasakannya dengan amat jelas; seolah-olah aku dilindungi oleh nauangan sayap-sayap Tuhan.
(1800) Yesusku, hanya Engkaulah yang mahabaik. Hatiku berusaha keras untuk menuliskan kebaikan-Mu, sekurang-kuranya sebagian, tetapi tidak dapat aku melakukannnya - semua ini melampaui segala pengertian kami.
(1801) Pada suatu hari, dalam misa kudus, dengan amat jelas Tuhan menunjukkan kepadaku kekudusan dan keagungan-Nya, dan pada saat yang sama aku menyaksikan kepapaanku sendiri. Penglihatan ini membuat aku bahagia, dan jiwaku membenamkan diri sepenuhnya di dalam kerahiman-Nya. AKu merasakan kebahagiaan yang luar biasa.
(1802) Pada hari berikutnya, aku memiliki suatu kesadaran yang jelas mengenai kata-kata berikut, “Engkau tahu, Allah itu sedemikian kudus, sedangkan engkau ini penuh dosa. Jangan menghampiri Dia, dan pergilah ke pengakuan dosa setiap hari.” Dan sungguh, apa saja yang kupikirkan tampak bagiku sebagai suatu dosa. Tetapi, aku tidak kehilangan satu komuni kudus pun, dan aku memutuskan untuk pergi mengaku dosa pada waktu yang ditentukan karena aku tidak mengalami hambatan apa pun. Saat hari pengakuan dosa tiba, aku mempersiapkan diri dengan mengumpulkan semua dosa yang harus kuakukan. Tetapi, di kamar pengakuan, meskipun aku berusaha sungguh-sungguh untuk melaksanakan pengakuan seperti yang sudah kusiapkan, Allah membuat aku hanya bisa mengakui dua ketiksempurnaan. Ketika aku meninggalkan kamar pengakuan, Tuhan berkata kepadaku, “Putri-Ku, semua dosa yang ingin engkau akukan itu bukan dosa dalam pandangan-Ku; itulah sebabnya Aku membuat engkau tidak mampu mengatakannya.” Aku tahu bahwa setan, yang ingin mengganggu ketenangan hatiku, telah menyodorkan kepadaku pemikiran-pemikiran yang berlebihan. O Juru Selamat, betapa besar kebaikan-Mu!
(1803) Pada suatu hari, ketika sedang mempersiapkan komuni kudus, aku tidak memiliki suatu pun untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Maka, aku tersungkur pada kaki Tuhan sambil memohon kerahiman-Nya atas jiwaku yang papa, “Semoga rahmat-Mu, yang mengalir kepadaku dari Hati-Mu yang berbelas kasih, menguatkan aku untuk berjuang dan menderita sehingga aku tetap setia kepada-Mu. Meskipun aku ini sedemikian papa, aku tidak takut akn Dikau sebab aku mengenal kerahiman-Mu dengan baik. Tidak ada suatu pun yang dapat membuat aku gentar terhadap-Mu, o Allah sebab segala sesuatu demikian tidak berarti dibandingkan dengan apa yang kuketahui [apa itu kerahiman-Mu] - aku mengetahui hal ini dengan jelas.


[Di sini berakhir Buku Harian 6 dan terakhir]